Happy Cat Kaoani

Jumat, 04 Maret 2016

SPOTLIGHT: Menyuarakan Mereka yang ‘Bungkam’

Poster film Spotlight
Walter “Robby” Robinson (Michael Keaton), adalah editor dari Spotlight, tim yang terdiri dari beberapa jurnalis yang menulis artikel investigasi (yang membutuhkan waktu beberapa bulan untuk riset dan publikasi) pada koran The Boston Globe. Jurnalis tersebut di antaranya Michael Rezendes (Mark Ruffalo), Sacha Pfeiffer (Rachel McAdams), Matt Carroll (Brian d’Arcy James). Tahun 2001, koran itu mempekerjakan editor baru, Marty Baron (Liev Schreiber). Dari sini keduanya pun mulai bertemu setelah diperkenalkan oleh Ben Bradlee Jr. (John Slattery), seorang projects editor Globe.

Setelah Baron membaca kolom tulisan seorang pengacara, Mitchell Garabedian (Stanley Tucci) di Globe—dimana ia menyebut bahwa Kardinal Law (Uskup Agung Boston [Len  Cariou]) tahu bahwa pastur John Geoghan melakukan pelecehan seksual terhadap anak-anak dan tak melakukan apa pun untuk menghentikannya—dia mendesak Spotlight untuk menyelidiki ini lebih dalam.

Sekilas terlihat mudah sebagaimana ‘berita lainnya’, namun mayoritas penduduk Boston menganut Katolik. Jika ini diangkat ke publik, tentu reaksi masyarakat akan ‘heboh’. Tetapi mereka bersikukuh berita ini harus dimuat demi prinsip teguh yang dipegang seorang wartawan: menyuarakan kebenaran. Tim Spotlight satu per satu mendatangi korban, pengacara (pihak korban dan pelaku), pastur, psikoterapi, hingga penegak hukum. Dari penggalian informasi ini mereka menemukan fakta-fakta yang ‘mengerikan’.

Konflik batin pun mulai terasa. Mereka sadar, lingkungan dan keluarga masing-masing dalam bahaya. Bisakah mereka memutus mata rantai ini lewat ‘pedang’ bernama kata?
***
Film tentang jurnalis yang saya tonton pertama kali adalah State of Play. Pembunuhan yang dianggap ‘biasa’ ternyata menyimpan ‘konspirasi’ yang diungkap dengan apik oleh seorang jurnalis (saya tunggu rekomendasi film serupa dari teman-teman di kolom komentar). Keduanya memiliki spirit yang sama: mencoba mengungkap sebuah ‘kejadian’ berdasarkan fakta dan bukti (yang kuat) dengan tetap menjaga netralitas sebagai jurnalis.

Film ini seolah ‘menyindir’mereka yang tak ‘berani bersuara’.  Peran seorang wartawan harus diperlihatkan jika orang-orang di sekeliling (termasuk ‘tokoh penting’dalam sebuah kota) memilih untuk ‘tutup mata’ terhadap persoalan ‘tabu’. Segala resiko harus mereka tanggung demi kebenaran dan keadilan untuk korban. Di film ini penonton seolah ikut merasakan emosi yang diperankan dengan baik oleh aktor dan aktris (yang beberapa di antaranya ‘tidak asing’ bagi saya).

Dari sudut cerita dan alur, film ini mudah diikuti dan cocok ditonton dengan keluarga. Harap diperhatikan juga bagi orang tua untuk mendampingi anaknya—yang belum dewasa dan matang—menonton film ini, karena ada dialog yang ‘sensitif’.

Karena torehan prestasinya di Oscar, saya pun penasaran dengan film ini dan memutuskan untuk menontonnya. Dan saya sangat merekomendasikan film ini untuk mereka yang sedang atau akan berprofesi sebagai jurnalis. Sayangnya, di credit title tidak disertakan dokumentasi berupa foto dari Tim Spotlight. Tetapi bagi teman-teman yang penasaran, silahkan klik tautan ini untuk melihat profil mereka.

Terakhir, saya ingin mencantumkan sebuah quot yang saya dapatkan dari browsing di Google untuk jurnalis Indonesia, agar senantiasa memegang teguh independensi dalam memuat sebuah berita.