Happy Cat Kaoani

Sabtu, 31 Juli 2010

MMS (Masa2 Skul....)

Bicara masalah kenangan waktu sekolah---dari TK, SD, SMP, dan; SMA---kalo menurut gw semuanya kagak menyenangkan.....!!! Lho?! Why??????

Iya.....waktu itu---utamanya waktu SMP---gw sering dibully gitu ma temen2......nggak tahu kenapa....mungkin karena gw cupu banget kali ya..... :-)

Tapi, kalo bicara sahabat baik---waktu SMP---......wuih gw punya dong pastinya!!!! Kalo mau disebutin.....hmm....kayaknya nggak usah kali yah......!!!! Biarlah itu semua jadi kenang2an gw...... ^_^

Mereka termasuk sahabat yang paling baik---kalo menurut gw. Soalnya, mereka betul2 mensupport saat gw butuh, mau mendengarkan masalah gw, pokoknya mereka is the best deh....

Intinya......kalo kalian semua nyari sahabat......carilah sahabat yang benar2 'multifungsi'---bukan cuma sekedar sahabat, tapi juga bisa sebagai saudara, kakak, temen curhat, de-el-el.....

Semoga tulisan ini bermanfaat buat kalian......

Kamis, 29 Juli 2010

Perang Salib (Masa Disintegrasi)

Perang Salib (perang suci) ini terjadi pada tahun 1095 M, saat Paus Urbanus II berseru kepada umat Kristen di Eropa untuk melakukan perang suci, untuk memperoleh kembali keleluasaan berziarah di Baitul Maqdis yang dikuasai oleh Penguasa Seljuk yang menetapkan beberapa peraturan yang memberatkan bagi umat Kristen yang hendak berziarah ke sana.

Sebagaimana telah disebutkan, peristiwa penting dalam gerakan ekspansi yang dilakukan oleh Alp Arselan adalah peristiwa Manzikert, tahun 464 H (1071 M). Tentara Sulthan Alp Arselan Rahimahullah yang hanya berkekuatan 15.000 prajurit, dalam peristiwa ini berhasil mengalahkan tentara Romawi yang berjumlah 2.000.000 orang, terdiri dari tentara Romawi, Ghuz, al-Akraj, al-Hajr, Prancis dan Armenia. Peristiwa besar ini menanamkan benih permusuhan dan kebencian orang-orang Kristen terhadap umat Islam, yang kemudian mencetuskan Perang Salib. Kebencian itu bertambah setelah Dinasti Seljuk dapat merebut Baitul-Maqdis pada tahun 471 H dari kekuasaan dinasti Fathimiyah yang berkedudukan di Mesir. Penguasa Seljuk menetapkan beberapa peraturan bagi umat Kristen yang ingin berziarah ke sana. Peraturan itu dirasakan sangat menyulitkan mereka. Untuk memperoleh kembali keleluasaan berziarah ke tanah suci Kristen itu, pada tahun 1095 M, Paus Urbanus II berseru kepada umat Kristen di Eropa supaya melakukan perang. Perang ini kemudian dikenal dengan nama Perang Salib, yang terjadi dalam tiga periode.

1. Periode Pertama
Pada musim semi tahun 1095 M; 150.000 orang Eropa, sebagian besar bangsa Perancis dan Norman, berangkat menuju Konstantinopel, kemudian ke Palestina. Tentara Salib yang dipimpin oleh Godfrey, Bohemond, dan Raymond ini memperoleh kemenangan besar. Pada tanggal 18 Juni 1097 mereka berhasil menaklukkan Nicea dan tahun 1098 M menguasai Raha (Edessa). Di sini mereka mendirikan kerajaan Latin I dengan Baldawin sebagai raja. Pada tahun yang sama mereka dapat menguasai Antiochea dan mendirikan kerajaan latin II di Timur. Bohemond dilantik menjadi rajanya. Mereka juga berhasil menduduki Baitul-Maqdis (15 Juli 1099 M) dan mendirikan kerajaan Latin III dengan rajanya, Godfrey. Setelah penaklukan Baitul-Maqdis itu, tentara Salib melanjutkan ekspansinya. Mereka menguasai kota Akka (1104 M), Tripoli (1109 M) dan kota Tyre (1124 M). Di Tripoli mereka mendirikan kerajaan Latin IV, Rajanya adalah Raymond.

2. Periode Kedua
Syeikh Imaduddin Zanki Rahimahullah, penguasa Moshul dan Irak, berhasil menaklukkan kembali Aleppo, Hamimah, dan Edessa pada tahun 1144 M. Namun ia wafat tahun 1146 M. Tugasnya dilanjutkan oleh puteranya, Syeikh Nuruddin Zanki Rahimahullah. Syeikh Nuruddin Rahimahullah berhasil merebut kembali Antiokhia pada tahun 1149 M dan pada tahun 1151 M seluruh Edessa dapat direbut kembali.
Kejatuhan Edessa ini menyebabkan orang-orang Kristen mengobarkan Perang Salib kedua. Paus Eugenius III menyampaikan perang suci yang disambut positif oleh raja Perancis Louis VII dan raja Jerman Condrad II. Keduanya memimpin pasukan Salib untuk merebut wilayah Kristen di Syria. Akan tetapi, gerak maju mereka dihambat oleh Syeikh Nuruddin Zanki Rahimahullah. Mereka tidak berhasil memasuki Damaskus. Louis VII dan Condrad II sendiri melarikan diri pulang ke negerinya. Syeikh Nuruddin Rahimahullah wafat tahun 1174 M. Pimpinan perang kemudian dipegang oleh Sulthan Shalahuddin al-Ayyubi Rahimahullah yang berhasil mendirikan dinasti Ayyubiyah di Mesir tahun 1175 M. Hasil peperangan Shalahuddin Rahimahullah yang terbesar adalah merebut kembali Yerussalem pada tahun 1187 M. Dengan demikian kerajaan latin di Yerussalem yang berlangsung selama 88 tahun berakhir.

Jatuhnya Yerussalem ke tangan kaum muslimin sangat memukul perasaan tentara salib. Mereka pun menyusun rencana balasan. Kali ini tentara salib dipimpin oleh Frederick Barbarossa, raja Jerman, Richard the LeonHart, raja Inggris, dan Philip Augustus, raja Perancis. Pasukan ini bergerak pada tahun 1189 M. Meskipun mendapat tantangan berat dari Shalahuddin, namun mereka berhasil merebut Akka yang kemudian dijadikan ibu kota kerajaan Latin. Akan tetapi mereka tidak berhasil memasuki Palestina. Pada tanggal 2 Nopember 1192 M, dibuat perjanjian antara tentara salib dengan Shalahuddin yang disebut dengan Shulh al-Ramlah. Dalam perjanjian ini disebutkan bahwa orang-orang Kristen yang pergi berziarah ke Baitul-Maqdis tidak akan diganggu.

sumber: 
http://www.kaskus.us/showthread.php?t=3214016

Rabu, 07 Juli 2010

Avenged Sevenfold - Dear God (lyrics)

A lonely road, crossed another cold state line
Miles away from those I love, purpose hard to find
While I recall all the words you spoke to me
Can't help but wish that I was there
Back where I'd love to be, oh yeah

Dear God, the only thing I ask of you
Is to hold her when I'm not around, when I'm much too far away
We all need that person who can be true to you
But I left her when I found her and now I wish I'd stayed
Cause I'm lonely and I'm tired, I'm missing you again oh no
Once again

There's nothing here for me on this barren road
There's no one here while the city sleeps
And all the shops are closed
Can't help but think of the times I've had with you
Pictures and some memories will have to help me through, oh yeah

Dear God, the only thing I ask of you
Is to hold her when I'm not around, when I'm much too far away
We all need that person who can be true to you
But I left her when I found her and now I wish I'd stayed
Cause I'm lonely and I'm tired, I'm missing you again oh no
Once again

Some search, never finding a way
Before long, they waste away
I found you, something told me to stay
I gave in, to selfish ways
And how I miss someone to hold
When hope begins to fade

A lonely road, crossed another cold state line
Miles away from those I love, purpose hard to find

Dear God, the only thing I ask of you
Is to hold her when I'm not around, when I'm much too far away
We all need that person who can be true to you
But I left her when I found her and now I wish I'd stayed
Cause I'm lonely and I'm tired, I'm missing you again oh no
Once again

Selasa, 06 Juli 2010

Komunikasi Politik di Era Orde Baru dan Reformasi


Komunikasi politik (political communication) adalah komunikasi yang melibatkan pesan-pesan politik dan aktor-aktor politik atau berkaitan dengan kekuasaan, pemerintahan, dan kebijakan pemerintah. Dengan pengertian ini, sebagai sebuah ilmu terapan, komunikasi politik bukanlah hal yang baru. Komunikasi politik juga bisa dipahami sebagai komunikasi antara "yang memerintah" dan "yang diperintah".

1. Komunikasi Politik pada Periode Orde Baru (1966-1998)
Terjadinya krisis pilitik yang luar biasa, yaitu banyaknya demonstrasi mahasiswa, pelajar, dan ormas-ormas underbow parpol yang hidup dalam tekanan selama era demokrasi pemimpin, sehingga melahirkan TRITURA (Tri Tuntutan Rakyat) yaitu:

·         Bubarkan PKI,
·         Bersihkan kabinet Dwikora dari PKI, dan
·         Turunkan harga/perbaikan ekonomi.

Pemerintahan Orde Baru lebih memprioritaskan pembangunan ekonomi, dan pada sisi lain rezim ini berupaya menciptakan stabilitas politik dan keamanan. Pengalaman masa lalu dengan demokrasi liberal dan demokrasi terpimpin telah berakibat berlarut-larutnya instabilitas politik sehingga negara tidak memikirkan pembangunan ekonomi secara serius. Namun demikian, upaya untuk membangun stabilitas tersebut dilakukan dengan mengekang hak-hak politik rakyat atau demokrasi.

Pada awal pemerintahan Orde Baru, parpol dan media massa diberi kebebasan untuk melancarkan kritik dan pengungkapan realita di dalam masyarakat. Namun sejak dibentuknya format politik baru yang dituangkan dalam UU No. 15 dan 16 tahun 1969 (tentang pemilu dan susduk MPR/DPR/DPRD) menggirng masyarakat Indonesia ke arah otoritarian. Dalam undang-undang tersebut dinyatakan bahwa pengisian ⅓ kursi anggota MPR dan 1/5 anggota DPR dilakukan melalui pengangkatan secara langsung tanpa melalui pemilu.

Kemenangan Golkar pada pemilu 1971 mengurangi oposisi terhadap pemerintah di kalangan sipil, karena Golkar sangat dominan, sementara partai-partai lain berada di bawah pengawasan/kontrol pemerintah. Kemenangan ini juga mengantarkan Golkar menjadi partai hegemonik yang kemudian bersama ABRI dan birokrasi menjadikan dirinya sebagai tumpuan utama rezim Orde Baru untuk mendominasi semua proses politik.

Pada tahun 1973 pemerintah memaksakan penggabungan sembilan partai politik peserta pemilu 1971 ke dalam dua parpol, yaitu Partai Persatuan Pembangunan (PPP) yang menggabungkan partai-partai Islam dan Partai Demokrasi Indonesia (PDI) yang merupakan gabungan partai-partai nasionalis dan Kristen. Penggabungan (fusi) ini mengakibatkan merosotnya perolehan suara kedua partai pada pemilu 1977, sementara Golkar mendominasi perolehan suara. Dominasi Golkar ini terus berlanjut hingga kemenangan terbesarnya diperoleh pada pemilu 1997.

Selama Orde Baru berkuasa, pilar-pilar demokrasi seperti parpol dan lembaga perwakilan rakyat berada dalma kondisi lemah dan selalu dibayangi oleh kontrol dan penetrasi birokrasi yang sangat kuat. Anggota DPR selalu dibayang-bayangi oleh mekanisme recall (penggantian anggota DPR karena dianggap terlalu kritis atau karena pelanggaran lain), sementara parpol tidak mempunyai otonomi internal.

Eksekutif sangat kuat sehingga partisipasi politik dan kekuatan-kekuatan di luar birokrasi sangat lemah. Kehidupan pers selalu dibayang-bayangi oleh pencabutan Surat Izin Usaha Penerbitan Pers (SIUPP). Sementara rakyat tidak diperkenankan menyelenggarakan aktivitas sosial dan politik tanpa izin dari negara. Praktis tidak muncul kekuatan civil society yang mampu melakukan kontrol dan menjadi kekuatan penyeimbang bagi kekuasaan pemerintah Soeharto yang sangat dominan.

Dari pembahasan diatas, bisa ditarik kesimpulan bahwa Soeharto membangun kekuasaannya dengan tiga pilar utama, yaitu ABRI, Golkar, dan birokrasi. Soeharto membatasi hak-hak politik masyarakat dengan alasan stabilitas keamanan. Pembangunan ekonomi di-ke-depankan, namun ruang kebebasan dipersempit. Akibatnya, pemerintah Soeharto berjalan nyaris tanpa kontrol dari masyarakat sehingga kemajuan ekonomi digerogoti oleh maraknya korupsi, kolusi, dan nepotisme.

2. Komunikasi Politik Periode Reformasi (1998-sekarang)
Sebagian keberhasilan pemerintahan Orde Baru dalam melaksanakan pembangunan ekonomi harus diakui sebagai prestasi besar bagi rakyat dan bangsa Indonesia. Indikasi keberhasilan tersebut antara lain tingkat pendapatan per kapita pada tahun 1977 mencapai angka hampir mendekati US$ 1200 dengan pertumbuhan sebesar 7%. Ditambah pula meningkatnya sarana dan prasarana fisik infrastruktur yang dapat dinikmati oleh sebagian besar masyarakat Indonesia.

Namun keberhasilan ekonomi yang dicapai pada masa Orde Baru, tidak diimbangi oleh pembangunan mental dan bidang-bidang lain. Akibat langsung yang dirasakan oleh masyarakat menjelang runtuhnya Orde Baru adalah praktik Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN) yang semakin marak dalam berbagai bidang kehidupan. Hal ini selain mengakibatkan terjadinya krisis kepercayaan, juga telah menghancurkan nilai-nilai kejujuran dan keadilan, etika politik, moral hukum, dasar-dasar demokrasi, dan sendi-sendi agama.

Khusus di bidang politik, krisis kepercayaan tersebut direspon oleh amsyarakat melalui kelompok penekan (pressure group) dengan mengadakan berbagai macam unjuk rasa/demokrasi yang dipelopori oleh pelajar, mahasiswa, dosen, praktisi, LSM, dan politisi. Gelombang demonstrasi yang menyuarakan 'reformasi' begitu deras mengalir dengan dukungan dari berbagai kalangan yang semakin kuat dan meluas. Akhirnya, pada tanggal 21 Mei 1998 presiden Soeharto menyatakan mengundurkan diri. Wakil presiden BJ. Habibie yang menggantikan kepemimpinan nasional di Indonesia dilantik dihadapan Ketua MA dan Ketua serta Wakil Ketua DPR/MPR.
Dinamika politik pada periode era reformasi, dapat dilihat berdasarkan aktivitas politik kenegaraan sebagai berikut.

1.   Kebijakan pemerintah yang memberi ruang gerak lebih luas terhadap hak-hak untuk mengeluarkan pendapat secara lisan maupun tulisan yang terwujud dalam bentuk peraturan perundang-undangan. Misalnya, dikeluarkannya UU No. 12/1999 tentang Pegawai Negeri yang menjadi anggota parpol, UU No. 31/2002 tentang parpol, dan sebagainya.
2.      Upaya mewujudkan pemerintahan yang bersih dari KKN, berwibawa, dan bertanggung jawab dibuktikan dengan dikeluarkannya Ketetapan MPR No. IX/MPR/1998. Ketetapan MPR ini ditindak-lanjuti dengan dikeluarkannya UU No. 30 tahun 2002 tentang pembentukan Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, dan sebagainya.
3.      Lembaga legislatif dan organisasi sosial politik sudah memiliki keberanian untuk menyatakan pendapatnay terhadap eksekutif yang cenderung lebih seimbang dan proporsional.
4.      Lembaga tertinggi negara (MPR) telah berani mengambil langkah-langkah politik melalui pelaksanaan siding tahunan dengan menuntut adanya laporan kemajuan kerja (progress report) semua lembaga tinggi negara, amandemen terhadap UUD 1945, pemisahan jabatan antara ketua DPR dan MPR, dan sebagainya.
5.  Media massa diberikan kebebasan dalam menentukan tugas jurnalistiknya secara profesional tanpa ada rasa ketakutan untuk dicabut surat izin penerbitannya. Bahkan insan wartawan diberikan kebebasan pula untuk membentuk organisasi profesi sesuai dengan aspirasi dan tujuannya.
6.     Satu hal yang membanggakan kita dalam reformasi politik adalah dengan adanya pembatasan jabatan presiden, dan untuk pemilu 2004 presiden dan wakil presiden tidak dipilih algi oleh MPR melainkan dipilih langsung oleh rakyat. Demikian juga untuk anggota legislatif, mereka telah diketahui secara terbuka oleh masyarakat luas. Selain itu, dibentuk pula Dewan Perwakilan Daerah (DPD) untuk mengakomodasi aspirasi daerah.

3. Quo Vadis Gerakan Reformasi
Peralihan kekuasaan dari Soeharto ke Habibie menimbulkan sejumlah reaksi dalam masyarakat. Namun, menurut Sartono Kartodirdjo, peralihan itu "baru satu fase dari reformasi". Jadi, yang lebih penting bahwa reformasi itu sendiri perlu dilaksanakan sampai tuntas. Bagaimana melembagakan sistem politik, demokratisasi, pemberantasan KKN.

Hal lain yang tidak kalah penting adalah bagaimana meng-introduksi (memasukkan) Trias Politica dalam kehidupan sosial dan politik Indonesia. Sebab, perumus UUD 1945, baik Bung Karno, Sjahrir, sampai dengan Soepomo masih "alergi terhadap Trias Politica". Mungkin konteksnya karena UUD 1945 itu disusun pada zaman Jepang. Sifat Jepang yang militeristis, sering disebut fasistis, memaksa penyusun UUD 1945 yang juga merupakan pendiri negara menyesuaikan diri. Pemikiran Trias Politica mungkin tidak diterima dalam konteks waktu itu sehingga susunan bagian-bagian UUD 1945 tidak sepenuhnya mencerminkan gagasan pemisahan kekuasaan dalam Trias Politica.

Disamping itu, berkuasanya Soeharto selama + 32 tahun (1966-1998) menunjukkan tidak bekerjanya mekanisme politik dan pergantian kepemimpinan. Hal itu tidak lepas dari kenyataan karena lembaga-lembaga negara dan partai politik berada di bawah kendali Soeharto. Selain itu, hak-hak sosial dan politk rakyat juga dipasung sehingga praktis posisi rakyat terhadap negara menjadi lemah.

Reformasi yang bertolak dari tumbangnya kekuasaan Soeharto pada 21 Mei 1998 memberi satu harapan baru bagi berkembangnya sistem politik yang demokratis. Partisipasi politik masyarakat berkembang dengan baik, kebebasan pers dapat pula kita nikmati, sementara daerah-daerah kini menikmati otonomi.

Walaupun demikian, masih banyak persoalan yang belum terselesaikan. Belum semua kerusakan bangsa dan negara yang diakibatkan oleh otoritarianisme dapat diperbaiki. Persoalan penegakan hukum dan pemberantasan KKN---misalnya---adalah agenda yang belum terwujud dengan baik hingga sekarang. Bahkan kini banyak pihak mempertanyakan ke mana arah reformasi (Quo Vadis Reformasi).

Di samping itu, peristiwa "lengser keprabon" itu merupakan suatu tanda bahwa sistem politik di Indonesia dalam menyelenggarakan negara kebangsaan modern belum sepenuhnya melembaga. Dalam arti, sistem politik belum diterima masyarakat dan masyarakat pun tidak menyikapi itu sebagai situasi yang wajar. Bagaimanapun, mundurnya Soeharto setelah 32 tahun berkuasa menimbulkan optimism baru bagi perubahan dan reformasi di segala bidang. Masih banyak yang harus dipikirkan dan diperjuangkan oleh seluruh masyarakat Indonesia.

Sumber: Budiyanto. Kewarganegaraan untuk SMA kelas X. 2004. Jakarta: Erlangga.






Jumat, 02 Juli 2010

PKS Jelaskan Isu Jilbab


Mana lebih baik, dua orang berjilbab yang mendukung Capres dengan ribuan orang muslimah berjilbab yang masuk ke sistem dan mendukung Capres. Karena yang dilawan oleh PKS adalah sistem.

Presiden PKS Tifatul Sembiring menjelaskan perihal isu jilbab ke kader-kadernya. Dalam pesan singkat yang dia kirimkan, dia menjawab isi berita di Majalah Tempo yang menyebutkan kalau Tifatul mengatakan urusan jilbab hanya selembar kain. Berikut isi SMS penjelasan Tifatul kepada kader-kadernya: 

“Antum percaya Tempo atau ana? Antum baca deh artikel yang soal PKS di Tempo. Dia tanya, “Apakah PKS menekan SBY agar Bu Ani (Ani Yudhoyono) pakai jilbab?”, saya bilang “bukan!”. Dia tanya, “Apakah Bu Ani berjilbab lantaran alasan politik?”, saya jawab “Nggak tahu, tanya langsung ke orangnya!” “Anda ini rewel banget,” kata saya, “urusan selembar kain di atas kepala wanita, dia gak pake kerudung ente ributin, dah pake kerudung diributin juga!” Itu bahasa saya ke Tempo. Nah, percaya siapa? Dalam kesempatan yang lain, menurut Ustadz Amang Syafruddin, keputusan PKS sudah dimusyawarahkan oleh ustadz-ustadz yang memiliki kapabilitas. Karena itu tak bisa dipatahkan oleh SMS. Dalam Hal Jilbab di Pilpres ini, mana lebih baik, dua orang berjilbab yang mendukung Capres dengan ribuan orang muslimah berjilbab yang masuk ke sistem dan mendukung Capres. Karena yang dilawan oleh PKS adalah sistem. “Coba tunjukan mana keputusan PKS yang melanggar syariat?” tantanganya dihadapan Kader PKS se Jakarta. Memang sempat beredar SMS yang merugikan PKS soal kutipan yang tak lengkap itu. Keterangan perihal SMS Tifatul ini datang dari Kepala Bidang Humas dan Informasi Ahmad Mabruri “Ini penjelasan kepada kader secara internal,” jelas Mabruri melalui telepon, Kamis 25/06 Berikut petikannya: Soal pernyataan Tifatul, jilbab hanya selembar kain? Itu salah kutip dari majalah Tempo, wawancaranya panjang tapi dikutip sepotong dan keluar dari substansi. Apa yang dimaksud sebenarnya? Karena rame-rame orang membicarakan jilbab istri Capres dan Cawapres, maka orang bertanya, Apa PKS akan meminta Ibu Ani Yudhoyono untuk berjilbab? Wartawan terus bertanya. Jawaban Tifatul waktu itu, sebaiknya tanya kepada yang bersangkutan. Terus ditanya lagi, jawabannya, Kami tidak akan memaksa. Hingga keluarlah perkataan jilbab hanyalah selembar kain itu. Padahal bukankah dibelakang itu ada sistem yang menggerakan Capres dan Cawapres itu sendiri. Jadi....? Wawancara itu tidak utuh, keluar dari substansi. Seperti surat al Maun kalau dipahami sepotoang jadinya, celakalah orang yang shalat. Tapi kan ada lagi penjelasannya kenapa dia celaka, yaitu lalai dalam shalatnya. Tidak mungkin PKS melecehkan jilbab. Semua istri pengurus PKS dan aktivisnya berjilbab. Soal SMS itu bagaimana? Orang yang menerima sms itu juga belum baca wawancara di Tempo. Payahnya lagi, itu di massifkan hingga menjadi black campaign. Tapi kami sudah tahu siapa yang memulai (menyebarkan sms). Itu dari salah seorang partai saingan di Pilpres ini.

Biografi Napoleon Bonaparte

Napoleon Bonaparte (1769-1821 M) mungkin merupakan sosok yang selalu menimbulkan kontroversi bagi banyak orang. Mereka yang hidup pada zaman itu ataupun setelahnya hampir selalu menghadapi dilema dalam menilainya: apakah ia seorang yang bengis dan bar-bar---suka membunuh orang---ataukah seorang pemimpin yang selalu mendapat simpati dari pengikutnya? Ia dikabarkan selalu memberi racun pada tentaranya yang terluka usai peperangan. Apakah itu disebabkan ia tak peduli kepada mereka atau justru karena ia tak tega melihat mereka menderita? Konon ia juga selalu membawa bekal sedikit di setiap peperangan dari yang semestinya diperlukan pasukannya. Apakah itu karena ia kejam dan tak punya belas kasih atau justru karena ia seorang yang realistis? Ia mungkin saja berpikir bahwa akan banyak tentara yang mati dalam peperangan sehingga jumlah pasukan berkurang. Mungkin kita akan menemukan jawabannya jika mengetahui lebih banyak tentang dirinya.

Jenderal dan Kaisar Perancis yang tenar, Napoleon I, keluar dari rahim ibunya di Ajaccio, Corsica, tahun 1769. Nama aslinya Napoleon Bonaparte. Corsica masuk wilayah kekuasaan Prancis cuma lima belas bulan sebelum Napoleon lahir, dan pada saat-saat remajanya Napoleon seorang nasionalis Corsica yang menganggap Prancis itu penindas. Tetapi, Napoleon dikirim masuk akademi militer di Prancis dan tatkala dia tamat tahun 1785 pada umur lima belas tahun dia jadi tentara Prancis berpangkat letnan.

Kesempatan pertama Napoleon menampakkan kebolehannya adalah di tahun 1793, dalam pertempuran di Toulon (Prancis merebut kembali kota itu dari tangan Inggris), tempat Napoleon bertugas di kesatuan artileri. Pada saat itu dia sudah tidak lagi berpegang pada paham nasionalis Corsica-nya, melainkan sudah menganggap diri orang Prancis. Sukses-sukses yang diperolehnya di Toulon mengangkat dirinya jadi brigjen dan pada tahun 1796 dia diberi beban tanggung jawab jadi komando tentara Prancis di Italia. Di negeri itu, antara tahun 1796-1797, Napoleon berhasil pula merebut serentetan kemenangan yang membuatnya seorang pahlawan tatkala kembali ke Prancis.

Di tahun 1798 ia memimpin penyerbuan Prancis ke Mesir. Langkah ini ternyata merupakan malapetaka. Di darat, umumnya pasukan Napoleon berhasil, tetapi Angkatan Laut Inggris di bawah pimpinan Lord Nelson dengan mantap mengobrak-abrik armada Prancis, dan di tahun 1799 Napoleon meninggalkan pasukannya di Mesir dan pulang ke Prancis.

Begitu sampai di Prancis, Napoleon yang jeli itu dapat berkesimpulan bahwa rakyat Prancis lebih terkenang dengan kemenangan-kemenangannya di Italia ketimbang kegagalan ekspedisi Prancis ke Mesir. Berpegang pada fakta ini, hanya sebulan sesudah dia menginjak bumi Prancis, Napoleon ambil bagian dalam perebutan kekuasaan bersama Albe Sieyes dan lain-lainnya. Kup ini melahirkan sebuah pemerintah baru yang disebut "Consulate" dan Napoleon menjadi Konsul pertama. Kendati konstitusi sudah disusun dengan cermat dan diterima lewat persetujuan plebisit rakyat, ini cuma kedok belaka untuk menutupi kediktatoran militer Napoleon yang dengan segera mampu menyikut dan melumpuhkan lawan-lawannya.

Naiknya Napoleon ke tahta kekuasaan betul-betul menakjubkan. Tepatnya di bulan Agustus 1793, sebelum pertempuran Toulon, Napoleon sama sekali tidak dikenal orang. Dia tak lebih dari seorang perwira rendah berumur dua puluh empat tahun dan bukan sepenuhnya orang Prancis. Tetapi, kurang dari enam tahun kemudian–masih dalam usia tiga puluh tahun–sudah menjelma jadi penguasa Prancis yang tak bisa dibantah lagi, posisi yang digenggamnya selama lebih dari empat belas tahun.

Di masa tahun-tahun kekuasaannya, Napoleon melakukan perombakan besar-besaran dalam sistem administrasi pemerintahan serta hukum Prancis. Misalnya, dia merombak struktur keuangan dan kehakiman, dia mendirikan Bank Prancis dan Universitas Prancis, serta menyentralisir administrasi. Meskipun tiap perubahan ini punya makna penting, dan dalam beberapa hal punya daya pengaruh jangka lama khususnya untuk Prancis, tidaklah punya pengaruh yang berarti buat negeri lain.

Tetapi salah satu perombakan yang dilakukan oleh Napoleon punya daya pengaruh yang melampaui batas negeri Prancis sendiri. Yaitu, penyusunan apa yang termasyhur dengan sebutan Code Napoleon. Dalam banyak hal, code ini mencerminkan ide-ide Revolusi Perancis. Misalnya, di bawah code ini tidak ada hak-hak istimewa berdasar kelahiran dan asal-usul, semua orang sama derajat di mata hukum. Berbarengan dengan itu code tersebut cukup mendekati hukum-hukum lama dan adat kebiasaan Perancis sehingga diterima oleh rakyat Prancis dan sistem pengadilannya. Secara umum, code itu moderat, terorganisir rapi dan ditulis dengan ringkas, jelas, serta dapat diterima, tambahan pula mudah dipahami. Akibatnya, code ini tidak hanya berlaku di Prancis (hukum perdata Prancis yang berlaku sekarang hampir mirip dengan Code Napoleon itu) tetapi juga diterima pula di negara-negara lain dengan perubahan-perubahan yang disesuaikan dengan keperluan setempat.

Politik Napoleon senantiasa menumbuhkan keyakinan bahwa dia-lah seorang yang membela Revolusi Prancis. Tetapi, di tahun 1804 dia sendiri pula yang memperoklamirkan diri selaku Kaisar Prancis. Tambahan lagi, dia mengangkat tiga saudaranya ke atas tahta kerajaan di beberapa negara Eropa. Langkah ini tidak bisa tidak menumbuhkan rasa tidak senang pada sebagian orang-orang Republik Prancis yang menganggap tingkah itu sepenuhnya merupakan pengkhianatan terhadap ide-ide dan tujuan Revolusi Prancis. Tetapi, kesulitan utama yang dihadapi Napoleon adalah peperangan dengan negara-negara asing.

Di tahun 1802, di Amiens, Napoleon menandatangani perjanjian damai dengan Inggris. Ini memberi angin lega kepada Prancis yang dalam tempo sepuluh tahun terus-menerus berada dalam suasana perang. Tetapi, di tahun berikutnya perjanjian damai itu putus dan peperangan lama dengan Inggris dan sekutunya pun mulai lagi. Walaupun pasukan Napoleon berulang kali memenangkan pertempuran di daratan, Inggris tidak bisa dikalahkan kalau saja armada lautnya tak terlumpuhkan. Malangnya untuk Napoleon, dalam pertempuran yang musykil di Trafalgar tahun 1805, armada laut Inggris merebut kemenangan besar. Karena itu, pengawasan dan keampuhan Inggris di lautan tidaklah perlu diragukan lagi. Meskipun kemenangan besar Napoleon (di Austerlitz melawan Austria dan Rusia) terjadi enam minggu sesudah Trafalgar, hal ini sama sekali tidak bisa menghapus kepahitan kekalahan di sektor armada laut.

Di tahun 1808 Napoleon membuat ketololan besar dimana ia melibatkan Prancis ke dalam peperangan yang panjang dan tak menentu ujung pangkalnya di Semenanjung Iberia, tempat tentara Prancis tertancap tak bergerak selama bertahun-tahun. Tetapi, kekeliruan terbesar Napoleon adalah serangannya terhadap Rusia. Di tahun 1807 Napoleon bertemu muka dengan Czar, dan dalam perjanjian Tilsit mereka bersepakat menggalang persahabatan abadi. Tetapi, persepakatan dan persekutuan itu lambat laun rusak, dan di tahun 1812 bulan Juni Napoleon memimpin tentara raksasa menginjak-injak bumi Rusia.

Hasil dari perbuatan ini sudah sama diketahui. Tentara Rusia umumnya menghindar dari pertempuran langsung berhadapan dengan tentara Napoleon, karena itu Napoleon dapat maju dengan cepatnya. Di bulan September Napoleon menduduki Moskow. Tetapi, orang Rusia membumihanguskan kota itu dan sebagian besar rata dengan tanah. Sesudah menunggu lima minggu di Moskow (dengan harapan sia-sia Rusia akan menawarkan perdamaian), Napoleon akhirnya memutuskan mundur, tetapi keputusan ini sudah terlambat. Gabungan antara pukulan tentara Rusia dan musim dingin yang kejam, tak memadainya suplai pasukan Prancis mengakibatkan gerakan mundur itu menjadi gerakan mundur yang morat-marit. Kurang dari sepuluh persen tentara raksasa Prancis bisa keluar dari bumi Rusia hidup-hidup.

Negara-negara Eropa lain, seperti Austria dan Prussia, sadar benar mereka punya kesempatan baik menghajar Prancis. Mereka menggabungkan semua kekuatan menghadapi Napoleon,dan pada saat pertempuran di Leipzig bulan Oktober 1813, Napoleon kembali mendapat pukulan pahit hingga sempoyongan. Tahun berikutnya dia berhenti dan dibuang ke Pulau Elba, sebuah pulau kecil di lepas pantai Italia.

Di tahun 1815 dia melarikan diri dari Pulau Elba, kembali ke Prancis, disambut baik dan kembali berkuasa. Kekuatan-kekuatan Eropa segera memaklumkan perang dan seratus hari sehabis duduknya lagi ia di tahta kekuasaan, Napoleon mengalami kekalahan yang mematikan di Waterloo.

Sesudah Waterloo, Napoleon dipenjara oleh orang Inggris di St. Helena, sebuah pulau kecil di selatan Samudera Atlantik. Di sinilah dia menghembuskan nafasnya yang terakhir tahun 1821 akibat serangan kanker.
Karier militer Napoleon menyuguhkan paradoks yang menarik. Kegeniusan gerakan taktiknya amat memukau, dan bila diukur dari segi itu semata, bisa jadi dia bisa dianggap seorang jenderal terbesar sepanjang zaman. Tetapi di bidang strategi dasar dia merosot akibat membuat kekeliruan-kekeliruan besar, seperti misalnya penyerbuan ke Mesir dan Rusia. Kesalahan strateginya begitu fatal sehingga Napoleon tak layak dijuluki pemimpin militer kelas wahid. Apakah anggapan kedua ini tidak adil? Saya kira tidak. Sesungguhnya, ukuran kebesaran seorang jenderal terletak pada kemampuannya mengelak dari berbuat kesalahan-kesalahan yang menuntun ke arah kehancuran. Hal semacam itu tak terjadi pada diri Alexander Yang Agung, Jengis Khan dan Tamerlane yang tentaranya tak pernah terkalahkan. Berhubung Napoleon pada akhirnya dapat dikalahkan di tahun 1815, Prancis memiliki daerah lebih kecil ketimbang yang pernah dipunyainya di tahun 1879, saat pecahnya Revolusi Prancis.

Napoleon tentu saja seorang "egomaniac" dan sering dianggap semodel dengan Hitler. Tetapi, ada perbedaan yang ruwet diantara keduanya. Jika Hitler bertindak sebagian terbesarnya atas dorongan ideologi yang tersembunyi, Napoleon semata-mata terdorong oleh ambisi yang oportunistis dan dia tak punya selera melakukan penjagalan besar dan gila-gilaan. Dalam masa pemerintahan Napoleon, tidak terdapat semacam kamp konsentrasi seperti yang dipunyai Hitler.

Teramat masyhurnya nama Napoleon amat mudah menjebak orang menganggap dia itu berpengaruh besar secara berlebih-lebihan. Masa pengaruh jangka pendeknya memang besar, mungkin lebih besar dari Alexander Yang Agung walaupun tidak sebesar Hitler. (Menurut taksiran, sekitar 500.000 tentara Perancis mati dalam perang Napoleon, sedang sekitar 800.000 orang Jerman tewas selama Perang Dunia ke-2). Dengan ukuran apa pun, perbuatan pengrusakan Napoleon lebih sedikit ketimbang apa yang diperbuat Hitler.

Dalam kaitan pengaruh jangka panjang, tampaknya Napoleon lebih penting ketimbang Hitler, meski lebih kurang penting dibanding Alexander Yang Agung. Napoleon melakukan perubahan luas dalam tata administrasi Prancis, tetapi penduduk Prancis cuma satu per tujuh puluh penduduk dunia. Dalam tiap kejadian, perubahan administratif macam itu harus ditinjau dari sudut perspektif yang sewajarnya. Pengaruhnya terhadap orang Prancis jauh lebih sedikit ketimbang perubahan-perubahan sejumlah kemajuan teknologi dalam masa dua abad belakangan ini.

Banyak orang bilang, masa Napoleon menyediakan peluang bagi perubahan-perubahan bagi terkonsolidasinya dan semakin mapannya kaum borjuis Prancis. Di tahun 1815, tatkala monarki Prancis akhirnya tersusun kembali, perubahan-perubahan ini ditopang dan dilindungi begitu baiknya sehingga kemungkinan bisa kembalinya pola-pola sosial orde lama suatu hal yang sepenuhnya mustahil. Tetapi, perubahan terpenting sebetulnya terjadi dan tersusun sebelum Napoleon. Pada tahun 1799 ketika Napoleon memegang kendali pemerintahan mungkin setiap jalan ke arah kembalinya ke masa status quo sudah terlambat. Tetapi, lepas dari ambisi Napoleon sendiri yang keraja-rajaan, dia memang pegang peranan penting menyebarnya ide revolusi ke seluruh Eropa.

Napoleon juga membawa akibat timbulnya pengaruh-pengaruh luas dan besar dalam revolusi Amerika Latin. Penyerbuannya ke Spanyol melemahkan pemerintahan Spanyol sehingga cengkraman kolonialnya di daerah-daerah jajahannya juga dengan sendirinya melonggar dan tidak efektif. Dalam situasi de facto otonomi inilah gerakan-gerakan kemerdekaan Amerika Latin mulai meletus. 

Dari semua langkah perbuatan Napoleon, yang paling penting dan paling punya pengaruh berjangka panjang justru yang berada di luar rencananya dan tidak ada sangkut pautnya dengan rencana Napoleon sendiri.

Di tahun 1803, Napoleon menjual daerah luas kepada Amerika Serikat. Dia tahu, milik Prancis di Amerika Utara sulit dilindungi menghadapi serangan-serangan Inggris. Selain itu, dia juga perlu duit, penjualan tanah Louisiana itu mungkin merupakan jual-beli tanah secara damai yang terbesar dalam sejarah sekaligus mengubah Amerika Serikat menjadi suatu negara yang berukuran benua. Sukar dibayangkan apa bentuknya Amerika Serikat tanpa Louisiana ini. Pasti akan merupakan negara yang sama sekali berbeda dengan apa yang kita kenal sekarang. Dan pula layak diragukan Amerika Serikat bisa menjadi negara kuat tanpa jual-beli Louisiana ini.

Napoleon, tentu saja, bukanlah satu-satunya orang yang berperan dan bertanggung jawab atas penjualan ini. Pemerintah Amerika jelas pegang peranan pula. Tetapi, penawaran Prancis menjual Louisiana diputuskan dalam perundingan oleh satu orang. Dan orang itu Napoleon Bonaparte.



Pudarnya Pesona Cleopatra

Penulis : Habiburrahman El Shirazy
Cetakan : II, Februari 2006
Jumlah Halaman : 111
Penerbit : Republika
Harga : Rp 21.000
ISBN : 979-3604-00-x


Dengan panjang lebar ibu menjelaskan, sebenarnya sejak ada dalam kandungan aku telah dijodohkan dengan Raihana yang tak pernah kukenal. "Ibunya Raihana adalah teman karib ibu waktu nyantri di pesantren Mangkuyudan Solo dulu," kata ibu.

"Kami pernah berjanji, jika dikarunia anak berlainan jenis akan besanan untuk memperteguh tali persaudaraan. Karena itu ibu mohon keikhlasanmu," ucap beliau dengan nada mengiba.

Dalam pergulatan jiwa yang sulit berhari-hari, akhirnya aku pasrah. Aku menuruti keinginan ibu. Aku tak mau mengecewakan ibu. Aku ingin menjadi mentari pagi dihatinya, meskipun untuk itu aku harus mengorbankan diriku. Dengan hati pahit kuserahkan semuanya bulat-bulat pada ibu. Meskipun sesungguhnya dalam hatiku timbul kecemasan-kecemasan yang datang begitu saja dan tidak tahu alasannya. Yang jelas aku sudah punya kriteria dan impian tersendiri untuk calon istriku. Aku tidak bisa berbuat apa-apa berhadapan dengan air mata ibu yang amat kucintai.

Saat khitbah (lamaran) sekilas kutatap wajah Raihan---benar kata Aida adikku, ia memang baby face dan anggun. Namun garis-garis kecantikan yang kuinginkan tak kutemukan sama sekali. Tante Lia mengakui Raihana cantik, "Cantiknya alami, bisa jadi bintang iklan Lux lho, asli!" kata tante Lia. Tapi penilaianku lain, mungkin karena aku begitu hanyut dengan gadis-gadis Mesir titisan Cleopatra, yang tinggi semampai, wajahnya putih jelita, dengan hidung melengkung indah, mata bulat bening khas Arab, dan bibir yang merah. Di hari-hari menjelang pernikahanku, aku berusaha menumbuhkan bibit-bibit cintaku untuk calon istriku, tetapi usahaku selalu sia-sia. Aku ingin memberontak pada ibuku, tetapi wajah teduhnya meluluhkanku.

Hari pernikahan datang. Duduk di pelaminan bagai mayat hidup, hati hampa tanpa cinta, Pesta pun meriah dengan empat grup rebana. Lantunan shalawat Nabi pun terasa menusuk-nusuk hati. Kulihat Raihana tersenyum manis, tetapi hatiku terasa teriris-iris dan jiwaku meronta. Satu-satunya harapanku adalah mendapat berkah dari Allah SWT atas baktiku pada ibuku yang kucintai. Rabbighfir li wa liwalidayya!

Layaknya pengantin baru, kupaksakan untuk mesra tapi bukan cinta, hanya sekedar karena aku seorang manusia yang terbiasa membaca ayat-ayat-Nya. Raihana tersenyum mengembang, hatiku menangisi kebohonganku dan kepura-puraanku. Tepat dua bulan Raihana kubawa ke kontrakan dipinggir kota Malang. Mulailah kehidupan hampa. Aku tak menemukan adanya gairah. Betapa susah hidup berkeluarga tanpa cinta. Makan, minum, tidur, dan shalat bersama dengan makhluk yang bernama Raihana, istriku, tapi masya Allah bibit cintaku belum juga tumbuh. Suaranya yang lembut terasa hambar, wajahnya yang teduh tetap terasa asing. Memasuki bulan keempat, rasa muak hidup bersama Raihana mulai kurasakan, rasa ini muncul begitu saja. Aku mencoba membuang jauh-jauh rasa tidak baik ini, apalagi pada istri sendiri yang seharusnya kusayang dan kucintai. Sikapku pada Raihana mulai lain. Aku lebih banyak diam, acuh tak acuh, agak sinis, dan tidur pun lebih banyak di ruang tamu atau ruang kerja. Aku merasa hidupku adalah sia-sia, belajar di luar negeri sia-sia, pernikahanku sia-sia, keberadaanku sia-sia.

Tidak hanya aku yang tersiksa, Raihana pun merasakan hal yang sama, karena ia orang yang berpendidikan, maka dia pun tanya, tetapi kujawab, "Tidak apa-apa kok, Mbak. Mungkin aku belum dewasa, mungkin masih harus belajar berumah tangga." Ada ke-kagetan yang kutangkap diwajah Raihana ketika kupanggil 'mbak'.

"Kenapa Mas memanggilku 'Mbak', aku kan istrimu. Apa Mas sudah tidak mencintaiku?" tanyanya dengan guratan wajah yang sedih.
"Wallahu a'lam," jawabku sekenanya.

Dengan mata berkaca-kaca Raihana diam menunduk, tak lama kemudian dia terisak-isak sambil memeluk kakiku. "Kalau Mas tidak mencintaiku, tidak menerimaku sebagai istri, kenapa Mas ucapkan akad nikah? Kalau dalam tingkahku melayani Mas masih ada yang kurang berkenan, kenapa Mas tidak bilang dan menegurnya, kenapa Mas diam saja, aku harus bersikap bagaimana untuk membahagiakan Mas, kumohon bukalah sedikit hatimu untuk menjadi ruang bagi pengabdianku, bagi menyempurnakan ibadahku di dunia ini." Raihana mengiba penuh pasrah.

Aku menangis menitikan air mata buka karena Raihana tetapi karena kepatunganku.

Hari terus berjalan, tetapi komunikasi kami tidak berjalan. Kami hidup seperti orang asing. Tetapi Raihana tetap melayaniku menyiapkan segalanya untukku. Suatu sore aku pulang mengajar dan kehujanan, sampai dirumah habis Maghrib, bibirku pucat, perutku belum kemasukkan apa-apa kecuali segelas kopi buatan Raihana tadi pagi, Memang aku berangkat pagi karena ada janji dengan teman. Raihana memandangiku dengan khawatir. "Mas tidak apa-apa?" tanyanya dengan perasaan khawatir. "Mas mandi dengan air panas saja, aku sedang menggodoknya, lima menit lagi mendidih," lanjutnya.

Aku melepas semua pakaian yang basah. "Mas airnya sudah siap," kata Raihana. Aku tak bicara sepatah katapun, aku langsung ke kamar mandi, aku lupa membawa handuk, tetapi Raihana telah berdiri di depan pintu membawa handuk. "Mas aku buatkan wedang jahe." Aku diam saja. Aku merasa mulas dan mual dalam perutku tak bisa kutahan. Dengan cepat aku berlari ke kamar mandi dan Raihana mengejarku dan memijit-mijit pundak dan tengkukku seperti yang dilakukan ibu. "Mas masuk angin. Biasanya kalau masuk angin diobati pakai apa, pakai balsam, minyak kayu putih, atau jamu?" tanya Raihana sambil menuntunku ke kamar.

"Mas jangan diam saja dong, aku kan tidak tahu apa yang harus kulakukan untuk membantu Mas."
"Biasanya dikerokin," jawabku lirih. 
"Kalau begitu kaos Mas dilepas ya, biar Hana kerokin," sahut Raihana sambil tangannya melepas kaosku. 

Aku seperti anak kecil yang dimanja ibunya. Raihana dengan sabar mengerokin punggungku dengan sentuhan tangannya yang halus. Setelah selesaidikerokin, Raihana membawakanku semangkok bubur kacang hijau. Setelah itu aku merebahkan diri di tempat tidur. Kulihat Raihana duduk di kursi tak jauh dari tempat tidur sambil menghafal Al-Qur'an dengan khusyu. Aku kembali sedih dan ingin menangis, Raihana manis tapi tak semanis gadis-gadis mesir titisan Cleopatra.

Dalam tidur aku bermimpi bertemu dengan Cleopatra, ia mengundangku untuk makan malam di istananya. "Aku punya keponakan namanya Mona Zaki, nanti akan aku perkenalkan denganmu," kata Ratu Cleopatra. "Dia memintaku untuk mencarikannya seorang pangeran, aku melihatmu cocok dan berniat memperkenalkannya denganmu."

Aku mempersiapkan segalanya. Tepat puku 07.00 aku datang ke istana, kulihat Mona Zaki dengan pakaian pengantinnya, cantik sekali. Sang ratu mempersilakan aku duduk di kursi yang berhias berlian. Aku melangkah maju, belum sempat duduk, tiba-tiba, "Mas, bangun, sudah jam setengah empat, mas belum shalat Isya," kata Raihana membangunkanku. Aku terbangun dengan perasaan kecewa. "Maafkan aku Mas, membuat Mas kurang suka, tetapi Mas belum shalat Isya," lirih Hana sambil melepas mukenanya, mungkin dia baru selesai sholat malam. Meskipun hanya mimpi tapi itu indah sekali, tapi sayang terputus. Aku jadi semakin tidak suka dengan dirinya, dialah pemutus harapanku dan mimpi-mimpiku. Tapi apakah dia bersalah, bukankah dia berbuat baik membangunkanku untuk shalat Isya?

Selanjutnya aku merasa sulit hidup bersama Raihana, aku tidak tahu dari mana sulitnya. Rasa tidak suka semakin menjadi-jadi. Aku benar-benar terpenjara dalam suasana konyol. Aku belum bisa menyukai Raihana. Aku sendiri belum pernah jatuh cinta, entah kenapa bisa dijajah pesona gadis-gadis titisan Cleopatra.

"Mas, nanti sore ada acara aqiqah di rumah Yu Imah. Semua keluarga akan datang termasuk ibundamu. Kita diundang juga. Yuk, kita datang bareng, tidak enak kalau kita yang dieluk-elukan keluarga tidak datang." Suara lembut Raihana menyadarkan pengembaraanku pada zaman Ibnu Hazm. Pelan-pelan ia letakkan nampan yang berisi onde-onde kesukaanku dan segelas wedang jahe. Tangannya yang halus agak gemetar. Aku dingin-dingin saja.

"Ma....maaf jika mengganggu Mas, maafkan Hana," lirihnya, lalu perlahan-lahan beranjak meninggalkan aku di ruang kerja.
"Mbak! Eh maaf, maksudku D..Din...Dinda Hana!" panggilku dengan suara parau tercekak dalam tenggorokan.
"Ya Mas!" sahut Hana langsung menghentikan langkahnya dan pelan-pelan menghadapkan dirinya padaku. Ia berusaha untuk tersenyum, agaknya ia bahagia dipanggil 'dinda'. Matanya sedikit berbinar.
"Te...terima kasih...Di...dinda, kita berangkat bareng kesana, habis shalat Dzhuhur, insya Allah," ucapku sambil menatap wajah Hana dengan senyum yang kupaksakan. Raihana menatapku dengan wajah sangat cerah, ada secercah senyum bersinar di bibirnya. "Terima kasih Mas, Ibu kita pasti senang, mau pakai baju yang mana Mas, biar Dinda siapkan. Atau biar Dinda saja yang memilihkan ya?" Hana begitu bahagia.

Perempuan berjilbab ini memang luar biasa. Ia tetap sabar mencurahkan bakti meskipun aku dingin dan acuh tak acuh padanya selama ini. Aku belum pernah melihatnya memasang wajah masam atau tidak suka padaku. Kalau wajah sedihnya ya. Tapi wajah tidak sukanya belum pernah.Bah, lelaki macam apa aku ini?---kutukku pada diriku sendiri. Aku memaki-maki diriku sendiri atas sikap dinginku selama ini., Tapi, setetes embun cinta yang kuharapkan membasahi hatiku tak juga turun. Kecantikan aura titisan Cleopatra itu? Bagaimana aku mengusirnya. Aku merasa menjadi orang yang paling membenci diriku sendiri di dunia ini.

Acara pengajian dan aqiqah putra ketiga Fatimah---kakak sulung Raihana---membawa sejarah baru lembaran pernikahan kami. Benar dugaan Raihana, kami dielu-elukan keluarga, disambut hangat, penuh cinta, dan penuh bangga. "Selamat datang pengantin baru! Selamat datang pasangan yang paling ideal dalam keluarga!" sambut Yu Imah disambut tepuk tangan bahagia mertua dan ibundaku serta kerabat yang lain. Wajah Raihana cerah. Matanya berbinar-binar bahagia. Lain dengan aku, dalam hatiku menangis disebut pasangan ideal. Apanya yang ideal. Apa karena aku lulusan Mesir dan Raihana lulusan terbaik di kampusnya dan hafal Al-Qur'an lantas disebut ideal? Ideal bagiku adalah seperti Ibnu Hazm dan istrinya, saling memiliki rasa cinta yang sampai pada pengorbanan satu sama lain. Rasa cinta yang tidak lagi memungkinkan adanya pengkhianatan. Rasa cinta yang dari detik ke detik meneteskan rasa bahagia. Tapi diriku? Aku belum bisa memiliki cinta seperti yang dimiliki Raihana. Sambutan sanak saudara pada kami benar-benar hangat. Aku dibuat kaget oleh sikap Raihana yang begitu kuat menjaga kewibawaanku di mata keluarga. Pada ibuku dan semuanya tidak pernah diceritakan, kecuali menyanjung kebaikanku sebagai seorang suami yang dicintainya. Bahkan ia mengaku bangga dan bahagia menjadi istriku. Aku sendiri dibuat pusing dengan sikapku. Lebih pusing lagi sikap ibuku dan mertuaku yang menyindir tentang keturunan. "Sudah satu tahun putra sulungku menikah, kok belum ada tanda-tandanya ya, padahal aku ingin sekali menimang cucu," kata ibuku. "Insya Allah tak lama lagi, ibu akan menimang cucu, doakanlah kami. Bukankah begitu, Mas?" sahut Raihana sambil menyikut lenganku, aku tergagap dan mengangguk sekenanya.

Setelah peristiwa itu, aku mencoba bersikap bersahabat dengan Raihana. Aku berpura-pura kembali mesra dengannya, sebagai suami betulan. Jujur, aku hanya pura-pura. Sebab bukan atas dasar cinta, dan bukan kehendakku sendiri aku melakukannya, ini semua demi ibuku. Allah Maha Kuasa. Kepura-puraanku memuliakan Raihana sebagai seorang istri. Raihana hamil. Ia semakin manis. Keluarga bersuka cita semua. Namun hatiku menangis karena cinta tak kunjung tiba. Tuhan kasihanilah hamba, datangkanlah cinta itu segera. Sejak itu aku semakin sedih sehingga Raihana yang sedang hamil tidak kuperhatikan lagi. Setiap saat nuraniku bertanya 'Mana tanggung jawabmu!' Aku hanya diam dan mendesah sedih. "Entahlah, betapa sulit aku menemukan cinta," gumamku.

Dan akhirnya datanglah hari itu, usia kehamilan Raihana memasuki bulan ke enam. Raihana minta izin untuk tinggal bersama orang tuanya dengan alasan kesehatan. Kukabulkan permintaanya dan kuantarkan dia ke rumahnya. Karena rumah mertua jauh dari kampus tempat aku mengajar, mertuaku tak menaruh curiga ketika aku harus tetap tinggal di kontrakan. Ketika aku pamitan, Raihana berpesan, "Mas untuk menambah biaya kelahiran anak kita, tolong nanti cairkan tabunganku yang ada di ATM. Aku taruh dibawah bantal, nomor PIN-nya sama dengan tanggal pernikahan kita."

Setelah Raihana tinggal bersama ibunya, aku sedikit lega. Setiap hari aku tidak bertemu dengan orang yang membuatku tidak nyaman. Entah apa sebabnya bisa demikian. Hanya saja aku sedikit repot, harus menyiapkan segalanya. Tapi toh bukan masalah bagiku, karena aku sudah terbiasa saat kuliah di Mesir.

Waktu terus berjalan, dan aku merasa enjoy tanpa Raihana. Suatu hari aku pulang kehujanan, sampai rumah hari sudah petang. Aku merasa tubuhku benar-benar lemas. Aku muntah-muntah, menggigil, kepala pusing dan perut mual. Saat itu terlintas di hati andaikan ada Raihana, dia pasti telah menyiapkan air panas, bubur kacang hijau, membantu mengobati masuk angin dengan mengeroki punggungku, lalu menyuruhku istirahat dan menutupi tubuhku dengan selimut. Malam itu aku benar-benar tersiksa dan menderita. Aku terbangun jam enam pagi. Badan sudah segar. Tapi ada penyesalan dalam hati, aku belum shalat Isya dan terlambat shalat Shubuh. Baru sedikit terasa, andaikan ada Raihana tentu aku tidak meninggalkan shalat Isya, dan tidak terlambat shalat Shubuh.

Lintasan Raihana hilang seiring keberangkatan mengajar di kampus. Apalagi aku mendapat tugas dari universitas untuk mengikuti pelatihan mutu dosen mata kuliah bahasa Arab. Diantara tutornya adalah profesor bahasa Arab dari Mesir. Aku jadi banyak berbincang dengan beliau tentang Mesir. Dalam pelatihan aku juga berkenalan dengan Pak Qalyubi, seorang dosen bahasa Arab dari Medan. Dia menempuh S1-nya di Mesir. Dia menceritakan satu pengalaman hidup yang menurutnya pahit dan terlanjur dijalani.

"Apakah kamu sudah menikah?" kata Pak Qalyubi.
"Alhamdulillah, sudah," jawabku.
"Dengan orang mana?"
"Orang Jawa."
"Pasti orang yang baik, iya kan? Biasanya pulang dari Mesir banyak saudara yang menawarkan untuk menikah dengan perempuan shalihah. Paling tidak santriwati, lulusan pesantren. Istrimu dari pesantren?"
"Pernah, alhamdulillah dia sarjana dan hafal Al-Quran."
"Kau sangat beruntung, tidak sepertiku."
"Kenapa dengan Bapak?"
"Aku melakukan langkah yang salah, seandainya aku tidak menikah dengan orang Mesir itu, tentu batinku tidak merana seperti sekarang."
"Bagaimana itu bisa terjadi?"
"Kamu tentu tahu gadis Mesir itu cantik-cantik, dan karena terpesona dengan kecantikannya saya menderita seperti ini. Ceritanya begini, Saya seorang anak tunggal dari seorang yang kaya, saya berangkat ke Mesir dengan biaya orang tua. Disana saya bersama kakak kelas namanya Fadhil, orang Medan juga. Seiring dengan berjalannya waktu, tahun pertama saya lulus dengan predkat jayyid---bagus, predikat yang cukup sulit bagi pelajar dari Indonesia. Demikian juga dengan tahun kedua. Karena prestasi saya, tuan rumah tempat saya tinggal menyukai saya. Saya dikenalkan dengan anak gadisnya yang bernama Yasmin. Dia tidak pakai jilbab. Pada pandangan pertama saya jatuh cinta, saya belum pernah melihat gadis secantik itu. Saya bersumpah tidak akan menikah dengan siapapun kecuali dia.

Ternyata perasaan saya tidak bertepuk sebelah tangan. Kisah cinta saya didengar oleh Fadhil. Fadhil membuat garis tegas, akhiri hubungan dengan anak tuan rumah itu atau sekalian lanjutkan dengan menikahinya. Saya memilih yang kedua. Ketika saya menikahi Yasmin, banyak teman-teman yang memberi masukan begini, sama-sama menikah dengan gadis Mesir, kenapa tidak mencari mahasiswi Al-Azhar yang hafal Al-Qur'an,shalihah, dan berjilbab. Itu lebih selamat dari pada dengan Yasmin yang awam pengetahuan agamanya. Tetapi saya tetap teguh untuk menikahinya. Dengan biaya yang tinggi saya berhasil menikahi Yasmin. Yasmin menuntut diberi sesuatu yang lebih dari gadis Mesir. Perabot rumah yang mewah, menginap di hotel berbintang. Begitu selesai S1 saya kembali ke Medan, saya minta agar aset yang di Mesir dijual untuk modal di Indonesia. Kami langsung membeli rumah yang cukup mewah di kota Medan. Tahun-tahun pertama hidup kami berjalan baik, setiap tahunnya Yasmin mengajak ke Mesir menengok orang tuanya. Aku masih bisa memenuhi semua yang diinginkan Yasmin. Hidup terus berjalan, biaya hidup semakin nambah, anak kami yang ketiga lahir, tetapi pemasukan tidak bertambah. Saya minta Yasmin untuk berhemat. Tidak setiap tahun tetapi tiga tahun sekali Yasmin tidak bisa. Aku mati-matian berbisnis, demi keinginan Yasmin dan anak-anak terpenuhi. Sawah terakhir milik ayah saya jual untuk modal. Dalam diri saya mulai muncul penyesalan. Setiap kali saya melihat teman-teman alumni Mesir yang hidup dengan tenang dan damai dengan istrinya. Bisa mengamalkan ilmu dan bisa berdakwah dengan baik. Dicintai masyarakat. Saya tidak mendapatkan apa yang mereka dapatkan. Jika sayapengin rendang, saya harus ke warung. Yasmin tidak mau tahu dengan masakan Indonesia. Kau tahu sendiri, gadis Mesir biasanya memanggil suaminya dengan namanya. Jika ada sedikit letupan, maka rumah seperti neraka. Puncak penderitaan saya dimulai setahun yang lalu. Usaha saya bangkrut, saya minta Yasmin untuk menjual perhiasannya, tetapi dia tidak mau. Dia malah membandingkan dirinya yang hidup serba kurang dengan sepupunya. Sepupunya mendapat suami orang Mesir. Saya menyesal meletakkan kecantikan di atas segalanya. Saya telah diperbudak dengan kecantikannya. Mengetahui keadaan saya yang terjepit, ayah dan ibu mengalah. Mereka menjual rumah dan tanah, yang akhirnya mereka tinggal di ruko yang kecil dan sempit. Batin saya menangis. Mereka berharap modal itu cukup untuk merintis bisnis saya yang bangkrut. Bisnis saya mulai bangkit, Yasmin mulai berulah, dia mengajak ke Mesir. Waktu di Mesir itulah puncak tragedi yang menyakitkan.

"Aku menyesal menikah dengan orang Indonesia, aku minta kau ceraikan aku, aku tidak bisa bahagia kecuali dengan lelaki Mesir." kata Yasmin yang bagaikan geledek menyambar. Lalu tanpa dosa dia bercerita bahwa tadi di KBRI dia bertemu dengan temannya. Teman lamanya itu sudah jadi bisnisman, dan istrinya sudah meninggal. Yasmin diajak makan siang, dan dilanjutkan dengan perselingkuhan. Aku pukul dia karena tak bisa menahan diri. Atas tindakan itu saya dilaporkan ke polisi. Yang menyakitkan adalah tak satupun keluarganya yang membela diriku. Rupanya selama ini Yasmin sering mengirim surat yang berisi berita bohong. Sejak saat itu saya mengalami depresi. Dua bulan yang lalu saya mendapat surat cerai dari Mesir sekaligus mendapat salinan surat nikah Yasmin dengan temannya. Hati saya sangat sakit, ketika si sulung menggigau meminta ibunya pulang."

Mendengar cerita Pak Qulyubi membuatku terisak-isak. Perjalanan hidupnya menyadarkanku. Aku teringat Raihana. Perlahan wajahnya terbayang dimataku, tak terasa sudah dua bulan aku berpisah dengannya. Tiba-tiba ada kerinduan yang menyelinap di hati. Dia istri yang sangatshalihah. Tidak pernah meminta apapun. Bahkan yang keluar adalah pengabdian dan pengorbanan. Hanya karena kemurahan Allah aku mendapatkan istri seperti dia. Meskipun hatiku belum terbuka lebar, tetapi wajah Raihana telah menyala di dindingnya. Apa yang sedang dilakukan Raihana sekarang? Bagaimana kandungannya? Sudah delapan bulan. Sebentar lagi melahirkan. Aku jadi teringat pesannya. Dia ingin agar aku mencairkan tabungannya. Pulang dari pelatihan, aku menyempatkan ke toko baju muslim, aku ingin membelikannya untuk Raihana, juga daster, dan pakaian bayi. Aku ingin memberikan kejutan, agar dia tersenyum menyambut kedatanganku. Aku tidak langsung ke rumah mertua, tetapi ke kontrakan untuk mengambil uang tabungan, yang disimpan dibawah bantal. Dibawah kasur itu kutemukan kertas merah jambu. Hatiku berdesir, darahku terkesiap. Surat cinta siapa ini, rasanya aku belum pernah membuat surat cinta untuk istriku. Jangan-jangan ini surat cinta istriku dengan lelaki lain. Gila! Jangan-jangan istriku serong....Dengan rasa takut kubaca surat itu satu persatu. Dan Rabbi...ternyata surat-surat itu adalah ungkapan hati Raihana yang selama ini aku dzhalimi. Ia menulis, betapa ia mati-matian mencintaiku, meredam rindunya akan belaianku. Ia menguatkan diri untuk menahan nestapa dan derita yang luar biasa. Hanya Allah-lah tempat ia meratap melabuhkan dukanya. Dan ya .. Allah, ia tetap setia memanjatkan doa untuk kebaikan suaminya. Dan betapa dia ingin hadirnya cinta sejati dariku.

"Rabbi dengan penuh kesyukuran, hamba bersimpuh dihadapan-Mu. Lakal hamdu ya Rabb. Telah muliakan hamba dengan Al-Qur'an. Kalaulah bukan karena karunia-Mu yang agung ini, niscaya hamba sudah terperosok ke dalam jurang kenistaan. Ya Rabbi, curahkan tambahan kesabaran dalam diri hamba......" tulis Raihana.

Dalam akhir tulisannya Raihana berdoa "Ya Allah inilah hamba-Mu yang kerdil penuh noda dan dosa kembali datang mengetuk pintumu, melabuhkan derita jiwa ini kehadirat-Mu. Ya Allah sudah tujuh bulan ini hamba-Mu ini hamil penuh derita dan kepayahan. Namun kenapa begitu tega suami hamba tak mempedulikanku dan menelantarkanku. Masih kurang apa rasa cinta hamba padanya. Masih kurang apa kesetiaanku padanya. Masih kurang apa baktiku padanya? Ya Allah, jika memang masih ada yang kurang, ilhamkanlah pada hamba-Mu ini cara berakhlak yang lebih mulia lagi pada suamiku. Ya Allah, dengan rahmatMu hamba mohon jangan murkai dia karena kelalaiannya. Cukup hamba saja yang menderita. Maafkanlah dia, dengan penuh cinta hamba masih tetap menyayanginya. Ya Allah berilah hamba kekuatan untuk tetap berbakti dan memuliakannya. Ya Allah, Engkau Maha Tahu bahwa hamba sangat mencintainya karena-Mu. Sampaikanlah rasa cinta ini kepadanya dengan cara-Mu. Tegurlah dia dengan teguran-Mu. Ya Allah dengarkanlah doa hamba-Mu ini. Tiada Tuhan yang layak disembah kecuali Engkau, Maha Suci Engkau."

Tak terasa air mataku mengalir, dadaku terasa sesak oleh rasa haru yang luar biasa. Tangisku meledak. Dalam tangisku semua kebaikan Raihana terbayang. Wajahnya yang baby face dan teduh, pengorbanan dan pengabdiannya yang tiada putusnya, suaranya yang lembut, tanganya yang halus bersimpuh memeluk kakiku, semuanya terbayang mengalirkan perasaan haru dan cinta. Dalam keharuan terasa ada angin sejuk yang turun dari langit dan merasuk dalam jiwaku. Seketika itu pesona Cleopatra telah memudar berganti cinta Raihana yang datang di hati. Rasa sayang dan cinta pada Raihana tiba-tiba begitu kuat mengakar dalam hatiku. Cahaya Raihana terus berkilat-kilat dimata. Aku tiba-tiba begitu merindukannya. Segera kukejar waktu untuk membagi cintaku dengan Raihana. Kukebut kendaraanku. Kupacu kencang seiring dengan air mataku yang menetes sepanjang jalan.

Begitu sampai di halaman rumah mertua, nyaris tangisku meledak. Kutahan dengan nafas panjang dan kuusap air mataku. Melihat kedatanganku, ibu mertuaku memelukku dan menangis tersedu-sedu. Aku jadi heran dan ikut menangis. "Mana Raihana Bu?" Ibu mertua hanya menangis dan menangis. 

Aku terus bertanya apa sebenarnya yang telah terjadi.
"Raihana...istrimu..istrimu dan anakmu yang dikandungnya…."
"Ada apa dengan dia, Bu?"
"Dia telah tiada…."
"Ibu berkata apa?!"
"Istrimu telah meninggal seminggu yang lalu. Dia terjatuh di kamar mandi. Kami membawanya ke rumah sakit. Dia dan bayinya tidak selamat. Sebelum meninggal, dia berpesan untuk memintakan maaf atas segala kekurangan dan kekhilafannya selama menyertaimu. Dia meminta maaf karena tidak bisa membuatmu bahagia. Dia meminta maaf telah dengan tidak sengaja membuatmu menderita. Dia minta kau meridhainya…"

Hatiku bergetar hebat. "Ke...kenapa ibu tidak memberi kabar padaku?"
"Ketika Raihana dibawa ke rumah sakit, aku telah mengutus seseorang untuk menjemputmu di rumah kontrakan, tapi kamu tidak ada. Dihubungi ke kampus katanya kamu sedang mengikuti pelatihan. Kami tidak ingin mengganggumu. Apalagi Raihana berpesan agar kami tidak mengganggu ketenanganmu selama pelatihan. Jadi maafkanlah kami…."

Aku menangis tersedu-sedu. Hatiku pilu. Jiwaku remuk. Ketika aku merasakan cinta Raihana, dia telah tiada. Ketika aku ingin menebus dosaku, dia telah meninggalkanku. Ketika aku ingin memuliakannya dia telah tiada. Dia telah meninggalkan aku tanpa memberi kesempatan padaku untuk sekedar minta maaf dan tersenyum padanya. Tuhan telah menghukumku dengan penyesalan dan perasaan bersalah tiada terkira.


Ibu mertua mengajakku ke sebuah gundukan tanah yang masih baru di kuburan pinggir desa. Diatas gundukan itu ada dua buah batu nisan. Nama dan hari wafat Raihana tertulis disana. Aku tak kuat menahan rasa cinta, haru, rindu dan penyesalan yang luar biasa. Aku ingin Raihana hidup kembali. Dunia tiba-tiba gelap semua....... Gubraks! Gubraks! (TAMAT)