BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Topik yang diangkat pada
pembahasan makalah sederhana ini sudah menjadi permasalahan yang melekat pada
diri manusia sejak awal penciptaannya. Dimulai pada penciptaan Nabi Adam as.
yang disusul oleh kehadiran Siti Hawa. Ketika pertama kali tercipta, hal
mendasar yang mereka lakukan adalah mencari dedaunan untuk menutup aurat mereka
masing-masing, sehingga memperkecil kemungkinan untuk terjadi perzinaan,
walaupun tujuan utama mereka melakukan itu adalah guna menutupi kemaluan atau
aurat mereka. Akan tetapi, esensi dari penutupan aurat tersebut adalah
menghindari terjadinya nafsu seksual yang dilarang oleh Allah SWT. Hal tersebut
membuktikan bahwa secara naluriah atau kodrati, manusia memiliki rasa etika dan
estetika dalam menyikapi anugerah yang telah diberikan Allah SWT dalam wujud
nafsu birahi maupun bentuk fisik anatomi tubuh manusia itu sendiri.
Namun demikian, yang terjadi pada
dasawarsa dan masa modern terakhir di Indonesia maupun dunia internasional
dalam menyikapi nafsu seksual tersebut berbalik 180 dari peristiwa empiris pada
Nabi Adam as. dan Siti Hawa seperti yang tersebut diatas. Para wanita tidak
merasa malu lagi ketika berpakaian minim dan para pria tidak lagi merasa
ragu-ragu atas menggunakan jasa prostitusi. Bahkan, apa yang terjadi pada kaum
Sodom (umat Nabi Luth as) yakni homoseksualitas (baik gay maupun lesbian),
sudah menjadi hal yang biasa. Luar biasa anehnya lagi, di negara Belanda,
homoseksual sudah menjadi budaya mereka dengan dikeluarkannya hukum politik
atas perkawinan antara para kaum gay atau lesbian.[1]
Homoseksual (liwath) merupakan
perbuatan asusila yang sangat terkutuk dan menunjukkan pelakunya seseorang yang
mengalami penyimpangan psikologis dan tidak normal. Berbicara tentang
homoseksual di negara-negara maju, maka kondisinya sudah sangat memprihatinkan.
Di negara-negara tersebut kegiatannya sudah dilegalkan. Yang lebih menyedihkan
lagi, bahwa 'virus' ini ternyata juga telah mewabah di negara-negara
berkembang, termasuk Indonesia.
Dampak negatif yang ditimbulkan
perbuatan liwath (homoseksual), sebagaimana perkataan jumhur ulama dari para
shahabat mengatakan, “Tidak ada satu perbuatan maksiat pun yang kerusakannya
lebih besar dibanding perbuatan homoseksual. Bahkan dosanya berada persis di
bawah tingkatan kekufuran bahkan lebih besar dari kerusakan yang ditimbulkan
tindakan pembunuhan.” Allah subhanahu wata’ala tidak pernah menguji dengan
ujian yang seberat ini kepada siapa pun umat di muka bumi ini selain umat Nabi
Luth. Dia memberikan siksaan kepada mereka dengan siksaan yang belum pernah dirasakan
oleh umat manapun. Hal ini terlihat dari beraneka ragamnya adzab yang menimpa
mereka, mulai dari kebinasaan, dibolak-balikkannya tempat tinggal mereka,
dijerembabkannya mereka ke dalam perut bumi dan dihujani bebatuan dari langit.
Ini tak lain karena demikian besarnya dosa perbuatan tersebut.
Dinamika homoseksual tersebut,
secara garis besar (mainstream) akan penulis uraikan dari beberapa aspek, yakni
agama (menurut pendapat para ulama), kejiwaan/psikis, akal/daya pikiran,
keturunan/regenerasi dan harta. Aspek-aspek tersebut adalah bagian yang melekat
kepada setiap individu. Sehingga akibat apa yang mungkin ditimbulkan dari
perbuatan homoseksual yang dilakukan individu terhadap aspek-aspek tersebut.
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dari makalah
ini yaitu:
1. Apakah pengertian dari
homoseksual?
2. Bagaimanakah hukum homoseksual
menurut pandangan:
a. Agama (pendapat para ulama);
b. Kejiwaan/psikis; dan
c. Harta?
BAB II
TINDAK PIDANA HOMOSEKSUAL
A. Pengertian Homoseksual dan Sejarah Homoseksual
Homoseksualitas mengacu pada
interaksi seksual dan/atau romantis antara pribadi yang berjenis kelamin sama.
Pada penggunaan mutakhir, kata sifat homoseks digunakan untuk hubungan intim
dan/atau hubungan seksual di antara orang-orang berjenis kelamin yang sama,
yang bisa jadi tidak mengidentifikasi diri mereka sebagai gay atau lesbian.
Istilah gay adalah suatu istilah tertentu yang digunakan untuk merujuk kepada
pria homoseks. Sedangkan lesbian adalah suatu istilah tertentu yang digunakan
untuk merujuk kepada wanita homoseks.
Definisi tersebut bukan definisi
mutlak mengingat hal ini diperumit dengan adanya beberapa komponen biologis dan
psikologis dari seks dan gender, dan dengan itu seseorang mungkin tidak seratus
persen pas dengan kategori di mana ia digolongkan. Beberapa orang bahkan
menganggap ofensif perihal pembedaan gender (dan pembedaan orientasi seksual).
Homoseksualitas dapat mengacu
kepada:
1. Orientasi seksual yang
ditandai dengan kesukaan seseorang dengan orang lain mempunyai kelamin sejenis
secara biologis atau identitas gender yang sama.
2. Perilaku seksual dengan
seseorang dengan gender yang sama sekali tidak peduli orientasi seksual atau
identitas gender.
3. Identitas seksual atau
identifikasi diri, yang mungkin dapat mengacu kepada
perilaku homoseksual atau
orientasi homoseksual.
Ungkapan seksual dan cinta erotis
sesama jenis telah menjadi suatu corak dari sejarah kebanyakan budaya yang
dikenal sejak awal sejarah. Sampai abad ke-19 M, tindakan dan hubungan seperti
itu dilihat sebagai orientasi seksual yang bersifat relatif stabil. Penggunaan
pertama kata homoseksual yang tercatat dalam sejarah adalah pada tahun 1869
oleh Karl-Maria Kertbeny, dan kemudian dipopulerkan penggunaannya oleh Richard Freiherr
von Krafft-Ebing dalam bukunya Psychopathia Sexualis.
Di tahun-tahun sejak
Krafft-Ebing, homoseksualitas telah menjadi suatu pokok kajian dan debat.
Mula-mula dipandang sebagai penyakit untuk diobati, sekarang lebih sering
diselidiki sebagai bagian dari suatu proyek yang lebih besar untuk memahami
ilmu hayati, ilmu jiwa, politik, genetika, sejarah dan variasi budaya dari
identitas dan praktek seksual. status legal dan sosial dari orang yang
melaksanakan tindakan homoseks atau mengidentifikasi diri mereka gay atau
lesbian beragam di seluruh dunia.
B. Pandangan Homoseksual dari Aspek Agama (Pendapat Para Ulama)
Seluruh umat Islam sepakat bahwa
homoseksual termasuk dosa besar. Oleh karena perbuatan yang menjijikkan inilah
Allah kemudian memusnahkan kaum nabi Luth as. dengan cara yang sangat
mengerikan. Allah SWT berfirman:
“Mengapa kamu mendatangi jenis
lelaki di antara manusia, dan kamu tinggalkan isteri-isteri yang dijadikan oleh
Tuhanmu untukmu, bahkan kamu adalah orang-orang yang melampaui batas.” (QS.
As-Syu’araa: 165-166)
Bahkan homoseksual jauh lebih
menjijikkan dan hina daripada perzinaan, sebagaimana sabda Rasulullah SAW:
Bunuhlah fa’il dan maf ’ulnya
(kedua-duanya). (HR. Abu Daud dan Tirmidzi)
Oleh karena itulah ancaman
hukuman terhadap pelaku homoseksual jauh lebih berat dibandingkan dengan
hukuman bagi pezina. Didalam perzinaan, hukuman dibagi menjadi dua yaitu bagi
yang sudah menikah dihukum rajam, sedangkan bagi yang belum menikah di cambuk
100 kali dan diasingkan selama satu tahun. Adapun dalam praktek homoseksual
tidak ada pembagian tersebut. Asalkan sudah dewasa dan berakal (bukan gila)
maka hukumannya sama saja (tidak ada perbedaan hukuman bagi yang sudah menikah
atau yang belum menikah).[2]
Sebenarnya ulama-ulama fiqhi
berbeda pendapat mengenai hukuman bagi pelaku homoseksual. Diantara pendapat
para ulama tersebut adalah:
1. Fuqaha madzhab Hanbali: Mereka
sepakat bahwa hukuman bagi pelaku homoseksual sama persis dengan hukuman bagi
pelaku perzinaan. Yang sudah menikah dirajam dan yang belum menikah dicambuk
100 kali dan diasingkan selama setahun. Adapun dalil yang mereka pergunakan
adalah qiyas. Karena definisi homoseksual (liwath) menurut mereka adalah
menyetubuhi sesuatu yang telah diharamkan oleh Allah. Maka mereka menyimpulkan
bahwa hukuman bagi pelakunya adalah sama persis dengan hukuman bagi pelaku
perzinaan. Tetapi qiyas yang mereka lakukan adalah qiyas ma’a
al-fariq(mengqiyaskan sesuatu yang berbeda) karena liwath (homoseksual) jauh
lebih menjijikkan dari pada perzinahan.
2. Pendapat kedua mengatakan
bahwa hukuman bagi pelaku homoseksual adalah hukuman mati. Karena virus ini
kalau saja tersebar dimasyarakat maka ia akan menghancukan masyarakat tersebut.
3. Syekh Ibnu Taymiyah mengatakan
bahwa seluruh sahabat Rasulullah SAW sepakat bahwa hukuman bagi keduanya adalah
hukuman mati, sebagaimana sabda Rasulullah SAW:
“Barangsiapa kamu temui melakukan
perbuatan kaum Luth (homoseksual), maka bunuhlah al-fail dan al-maf ’ul bi
(kedua-duanya)”.
Hanya saja para sahabat berbeda
pendapat tentang cara ekskusinya. Sebagian sahabat mengatakan bahwa
kedua-duanya harus dibakar hidup-hidup, sehingga menjadi pelajaran bagi yang
lain. Pendapat ini diriwayatkan dari khalifah pertama Abu Bakar as-Shiddiq.
Sahabat yang lain berpendapat bahwa cara ekskusinya sama persis dengan hukuman
bagi pezina yang sudah menikah (rajam). Adapun pendapat yang ketiga adalah
keduanya dibawa ke puncak yang tertinggi di negeri itu kemudian diterjunkan
dari atas dan dihujani dengan batu. Karena dengan demikianlah kaum Nabi Luth
as. dihukum oleh Allah SWT.
Yang terpenting keduanya harus
dihukum mati, karena ini adalah penyakit yang sangat berbahaya dan sulit
dideteksi. Jika seorang laki-laki berjalan berduaan dengan seorang perempuan
mungkin seseorang akan bertanya: ”Siapa perempuan itu?”. Tetapi ketika
seseorang laki-laki berjalan dengan laki-laki lain akan sulit dideteksi karena
setiap laki-laki berjalan dengan laki-laki lain. Tetapi tentunya tidak semua
orang bisa menjatuhkan hukuman mati, hanya hakim atau wakilnya-lah yang berhak,
sehingga tidak terjadi perpecahan dan kezaliman yang malah menyebabkan
munculnya perpecahan yang lebih dahsyat.
C. Pandangan Homoseksual dari Aspek Kejiwaan/Psikis
Keterkaitan antara aspek psikis
pelaku perzinaan atau homoseksual adalah faktor yang saling mendukung dan
saling mempengaruhi otak untuk melakukan perbuatan tersebut. Berikut adalah
deskripsi kejiwaan pezina atau homoseksual:
a. Psikis “ hewani” mendominasi
jiwa mereka.
Maksudnya adalah kejiwaan manusia
pelaku sudah tidak manusiawi lagi. Kondisi yang ada ketika melakukan perzinaan
baik bagi hetero seksual maupun homoseksual, adalah psikis hewani yang
mementingkan pemuas nafsu birahi belaka. Sedangkan manusia, adalah makhluk yang
beradab dengan dilengkapi naluri manusiawi dan akal yang (seharusnya) sehat.
b. Psikis yang adiktif akan
perzinaan.
Apabila seseorang melakukan zina
atau homoseksual, secara statistik pasti akan mengulanginya lagi (adiktif). Hal
ini dibuktikan dengan meningkatnya penderita HIV/AIDS baik dalam skala nasional
maupun internasional. Sedangkan cara penularan virus HIV/AIDS yang paling
banyak dijumpai adalah dengan gonta-ganti pasangan seksual (baik heteroseksual
maupun homoseksual).
Cara penularan yang kedua adalah
dengan penggunaan jarum suntik yang tidak bersih secara klinis. Dengan
demikian, akibat kejiwaan adiktif terhadap perzinaaan tersebut, mengakibatkan
pada kesehatan fisik si pelaku perbuatan keji tersebut.
c. Psikis yang ekstra posesif.
Hal ini pada umumnya, didominasi
oleh gay/ lesbian. Contoh kasus yang tengah menjadi sorotan publik saat ini
adalah kasus pembunuhan berantai yang dilakukan oleh tersangka Ryan atau Very
Idham Afriansyah. Setelah dilakukan uji psikologis oleh Tim Dokter Polri,
tersangka Ryan divonis menderita kelainan kejiwaan yang dalam bahasa psikologi
disebut psikopat, yakni kondisi kejiwaan yang sangat labil dan tidak dapat
membedakan perbuatan yang baik atau buruk. Hal tersebut dapat terjadi pada
setiap orang yang salah satu pemicunya adalah sifat yang ekstra posesif (rasa
memiliki terhadap sesuatu yang berlebihan). Dalam konteks kasus Ryan, ekstra
posesifnya terhadap kekasih gay-nya sehingga ia melakukan pembunuhan secara
mutilasi terhadap korban almarhum Ir. Hery.
D. Pandangan Homoseksual dari Aspek Harta
Salah satu dari beberapa
konsekuensi bagi para pezina atau homoseksual adalah membelanjakan harta mereka
‘diluar rencana’ dan secara ekonomis, hal ini merugikan. Bagaimana tidak? Si
pelaku tersebut harus mengeluarkan uang atau harta lainnya diluar rencana untuk
meluluskan atau melampiaskan keinginan birahinya, sebab perzinaan dan
homoseksual adalah kegiatan yang diluar kebiasaan manusia pada umumnya. Belum
lagi, apabila dideteksi secara medis terkena penyakit yang diakibatkan
gonta-ganti pasangan seksual, pastinya akan mengeluarkan dana untuk upaya
pemulihan. Apakah hal tersebut (terkena penyakit kelamin) masuk dalam rencana
kehidupan?
E. Pandangan Homoseksual dari Aspek Kesehatan
Islam sangat keras dalam
memberikan hukuman atas kejahatan yang satu ini karena dampaknya yang buruk dan
kerusakan yang ditimbulkannya kepada pribadi dan masyarakat.
Dampak negatif tersebut di
antaranya adalah sebagai berikut:
a. Benci terhadap wanita.
Kaum Luth berpaling dari wanita
dan kadang bisa sampai tidak mampu untuk menggauli mereka. Oleh karena itu,
hilanglah tujuan pernikahan, yakni untuk
memperbanyak keturunan.
Seandainya pun seorang homo itu bisa menikah, maka
istrinya akan menjadi korbannya,
tidak mendapatkan ketenangan, kasih sayang, dan belas kasih. Hidupnya tersiksa,
bersuami tetapi seolah tidak bersuami.
b. Efek terhadap syaraf.
Kebiasaan jelek ini mempengaruhi
kejiwaan dan memberikan efek yang sangat kuat pada syaraf. Sebagai akibatnya
dia merasa seolah dirinya diciptakan bukan sebagai laki-laki, yang pada
akhirnya perasaan itu membawanya kepada penyelewengan. Dia merasa cenderung
dengan orang yang sejenis dengannya.
c. Efek terhadap otak.
d. Menyebabkan pelakunya menjadi
pemurung.
e. Seorang homoseks selalu merasa
tidak puas dengan pelampiasan hawa nafsunya.
f. Hubungan homoseksual dengan
kejelekan akhlak.
Kita dapatkan mereka jelek
perangai dan tabiatnya. Mereka hampir tidak bisa membedakan antara yang baik
dan yang buruk, yang mulia dan yang hina.
g. Melemahkan organ tubuh yang
kuat dan bisa menghancurkannya. Karena organ- organ tubuhnya telah rusak, maka
didapati mereka sering tidak sadar setelah mengeluarkan---maaf---air seni dan
mengeluarkan kotoran dari duburnya tanpa terasa.
h. Hubungan homoseksual dengan
kesehatan umum.
Mereka terancam oleh berbagai
macam penyakit. Hal ini disebabkan karena merasa lemah mental dan depresi.
i. Pengaruh terhadap organ
peranakan.
Homoseksual dapat melemahkan
sumber-sumber utama pengeluaran mani dan membunuh sperma sehingga akan
menyebabkan kemandulan.
F. Pandangan Homoseksual dari
Aspek Akal/Daya Pikir
Tidak jauh berbeda dengan kondisi
kejiwaan pelaku perzinaan, kondisi akal atau daya pikiran pelaku homoseksual
pasti akan berakibat tendensius negatif. Logikanya, apabila situasi psikis
seorang labil, maka akan mempengaruhi daya pikir otak si manusia itu sendiri
dalam mengambil keputusan. Hal ini disebabkan oleh manusia terdiri dari jasmani
dan rohani yang satu sama lain saling mempengaruhi.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pengertian homoseksual tidak
perlu dijelaskan panjang lebar karena istilah ini sudah sangat umum dan dapat
dimengerti dengan baik oleh masyarakat. Oleh karena itu dalam pemaparan ini tidak
kami jelaskan mengenai pengertian tersebut.
Homoseksual adalah sebuah
pengingkaran terhadap hakikat alami dan utama dari makhluk hidup yaitu
berkembang biak, makhluk hidup itu jangankan manusia, tumbuhan saja berkembang
biak, meski caranya tentu berbeda dengan manusia.
Sedangkan yang kedua mengingkari
keberadaan hal-hal yang saling berlawanan namun menjadi satu kesatuan, seperti
misalnya panas dan dingin, jahat dan baik, negatif dan positif, semua hal di
dunia ini memiliki pasangan yang justru merupakan suatu hal yang berlawanan,
adalah tidak alamiah jika menyatukan dua hal yang sama menjadi satu, magnit
saja tidak pernah mau bersatu (tolak-menolak) apabila dua kutubnya yang sama
dipertemukan, lain halnya jika dua kutub berbeda yang di pertemukan, maka tindakan
ini akan menghasilkan kegiatan tarik menarik.
DAFTAR PUSTAKA
[1] Harian Surat Kabar Seputar
Indonesia, Edisi Juli 2008
Tidak ada komentar:
Posting Komentar