Happy Cat Kaoani

Rabu, 31 Desember 2014

It's the Final Countdown

Tak terasa, dalam hitungan jam kita akan memasuki tahun 2015. Beragam hal telah dipersiapkan; setumpuk kembang api, aneka penganan untuk disantap, segudang resolusi, dan entah apalagi. Beberapa terlihat antusias, selebihnya mungkin sedang bersedih; tak bisa berkumpul dengan keluarga akibat pekerjaan, sedang berduka karena kehilangan kerabat yang dikasihi, atau karena hal lainnya.

Di tahun ini kita dikejutkan dengan banyak hal. Musibah yang tanpa henti membuat kita sering bertanya; apakah Tuhan sedang marah? Mengapa kita yang sering mengingat-Nya justru ditimpakan musibah, sementara yang ibadahnya bolong-bolong selalu diberikan kemudahan??

Dalam Islam, Allah subhanahu wata'ala telah menjanjikan bahwa segala sesuatu yang terlihat baik di mata kita padahal di dalamnya adalah keburukan, begitu pula sebaliknya. Demikian halnya dengan segala sesuatu yang telah terjadi---entah itu baik atau buruk---agar kita senantiasa mengambil hikmah, betapa kecilnya kita di hadapan-Nya, dan hanya Tuhan-lah satu-satunya tempat kita berserah diri.

Mari kita sambut tahun baru dengan harapan semoga kita menjadi manusia yang berkualitas dan berkuantitas. Dan kepada teman-teman yang sedang dilanda kesulitan, semoga Tuhan memberikan ketabahan.

Amiiiinnn!!!!

Balikpapan, 31 Desember 2013 pukul 05.28 p.m

Sabtu, 13 September 2014

Untukmu, yang Duduk di Seberang Sana (Jawaban untuk 'Janji yang Berat Sebelah')

Untukmu, yang duduk di seberang sana
Janji yang berat sebelah itu hanyalah sebuah alasan
Agar kita senantiasa memiliki waktu bersama
Menikmati bintang dengan kopi yang masih mengeluarkan uap panas
Tanpa handphone, hanya kau dan aku

Untukmu, yang duduk di seberang sana
Janji yang berat sebelah itu hanyalah sebuah alasan
Agar kau tahu, betapa sakitnya wanita jika ia selalu dibiarkan menunggu
Dan ketika waktu yang dijanjikan tiba, kau justru meninggalkannya tanpa perasaan
Namun meninggalkan jejak air mata dan bayangan
Yang tak bisa dihapus dengan sapu tangan merah jambu

Untukmu, yang duduk di seberang sana
Maaf, aku terpaksa membuat janji yang berat sebelah itu
Sore itu, di kafe ini, tempat pertama kali kita bertemu
Untuk mengutarakan perasaanku
Betapa aku mencintaimu, namun aku tak bisa mendampingimu selamanya
Karena aku telah bersamanya
Yang telah menawarkan janji
Janji yang telah kutanyakan ratusan kali padamu
Dan ribuan kali kau jawab tanpa kepastian

Di Bilik Sunyi, 14 September 2014; 12.46 a.m.



Postscript:

1. Lihat postingan aslinya di tautan ini.
2. Untuk puisi 'Janji yang Berat Sebelah', teman-teman bisa klik di sini.

Jumat, 08 Agustus 2014

Halte di bulan November

Bulan November, bulan yang syahdu karena hujan..

Aku akan pulang ke rumah ketika kurasakan tetesan air jatuh di bajuku. Awalnya aku tak menghiraukannya, tetapi semakin lama tetesan air itu berubah menjadi gerimis. Ketika aku sudah berada di halte untuk menunggu angkutan umum, gerimis itu pun dalam sekejap berubah menjadi hujan yang sangat deras---seolah-olah seseorang menumpahkan air dari langit dalam bentuk butiran yang jumlahnya tak terkira. Orang-orang yang tadinya berjalan kaki di trotoar berhamburan mencari tempat berlindung---di emperan toko atau di depan rumah seseorang. Begitu pula dengan pengendara motor yang lupa membawa jas hujan---buru-buru menghentikan kendaraannya untuk mencari tempat berlindung.

Di halte ini ada beberapa orang yang ikut berteduh. Selain aku, ada sepasang suami istri berusia paruh baya, tiga orang siswi SMA, dua orang pemuda berusia 20-an tahun, seorang murid SD (laki-laki), lima orang pegawai kantoran (tiga orang pria dan dua orang wanita), dan seorang pemulung (wanita) bersama seorang bocah laki-laki.

Beberapa dari mereka asyik dengan gadget masing-masing. Tiga orang siswi SMA itu misalnya, sedari tadi sibuk membaca sebuah artikel (entah apa) melalui tab kepunyaan salah seorang di antara mereka, kemudian asyik mendiskusikannya; sedangkan pegawai-pegawai kantoran asyik berdiskusi tentang status BBM yang diupdate oleh rekan kerja mereka semalam---sambil melihat handphone salah seorang rekan kerjanya yang wanita (aku tak menangkap jelas status apa tepatnya); dan murid SD yang sibuk memainkan game yang---lagi-lagi---aku tak tahu apa. Selebihnya sibuk dengan pemikiran masing-masing.

***

Aku menatap tetesan air dari langit. Sudah 15 menit berlalu, tapi hujan belum menunjukkan tanda-tanda akan reda. Aku gelisah. Setengah jam lagi aku ada janji dengan Fara, teman kosku, untuk membantu dia mengetik skripsinya. Dia tak terlalu mahir menggunakan komputer, sehingga butuh bantuanku.

Orang-orang di halte mulai gaduh. Ibu yang seorang pemulung itu beberapa kali mendiamkan anaknya, mungkin lapar. Kuraba-raba tasku, mungkin ada sebungkus wafer atau roti yang biasa kuselipkan jika aku tak sempat membuat bekal makan siang. Tak ada apapun, aku membatin. Sementara sepasang suami istri itu terlihat terkantuk-kantuk, mungkin karena suasana syahdu akibat hujan. Kedua pemuda yang berusia 20-an mulai terlihat asyik mengobrol, kelihatannya mereka saling kenal. Sedangkan yang lain mengeluh dengan hujan yang belum juga reda.

Aku pun memejamkan mata sejenak. Berusaha menikmati tetesan air yang jatuh dari atap halte ke tanah---seolah-olah mereka sedang memainkan simfoni sederhana. Tik..tik..tik..tik..
...
Tahukah kamu kenapa Tuhan menciptakan hujan? Agar kesedihan manusia bisa terhapus melalui tetesan air yang menyejukkan. Bukannya Tuhan turut bersedih, tapi Ia ingin kalian menyadari bahwa serumit dan sesulit apapun masalahmu, Ia akan selalu ada mendampingimu---tanpa kamu sadari. Manusia mungkin bisa meninggalkanmu karena sebab, tetapi Ia tak pernah meninggalkanmu. Ingatlah itu...

Aku tersenyum simpul. Sudah lama rasanya suara itu tak kudengar..


***

Sejam kemudian...

Derasnya hujan yang sedari tadi mengguyur bumi berubah menjadi gerimis. Beberapa orang mulai meninggalkan halte. Si suami sudah mulai menstarter motornya, dan sedetik kemudian bergabung dengan pengendara lain di jalan raya, berboncengan dengan istrinya; begitu pula dengan kedua pemuda yang berusia 20-an, setelah sebelumnya saling bertukar nomor handphone. Pegawai kantoran dan rombongannya telah meninggalkan halte 10 menit lalu, sebab angkot yang mereka tunggu telah datang. Si ibu yang pemulung melanjutkan perjalanan ke arah utara, sambil menggendong bocah lelaki yang terlelap di pangkuannya. Sedangkan anak SD itu pergi ke arah selatan, sambil tetap bermain game di tangan.

Tinggal aku dan tiga orang siswi SMA yang masih berada di halte ini. Mereka tidak lagi melihat tab mereka, tapi memperhatikan kendaraan yang lewat---berharap angkot tujuan mereka lewat. Gerimis pun perlahan-lahan berubah menjadi tetesan-tetesan air. Aku sudah menelepon Fara, menjelaskan jika aku terlambat dan lima menit kemudian akan menuju kesana.

Angkot tujuan pun telah tiba. Aku pun bergegas naik, diikuti oleh siswi-siswi SMA tadi. Rupanya angkot tujuannya sama denganku. Di balik kaca yang berembun, kuperhatikan lagi halte tempat aku menunggu sedari tadi. Kosong. Penuh dengan jejak-jejak kaki berlumpur dan percikan air hujan---yang ada di dinding halte.
Seperti hati, yang dulunya dipenuhi perasaan berbunga-bunga, seketika kosong karena ia telah pergi meninggalkan kita dengan sejuta alasan. Yang tersisa darinya hanyalah nostalgia dan rasa sakit yang harus disembuhkan sendiri.
Dari balik kaca jendela angkot yang berembun, aku berusaha melukiskan dirimu. Apa kabar, kamu? Masih bahagiakah bersama pelukannya?

(Makassar, 8 Agustus 2014; pukul 04.30 a.m.)


lihat postingan aslinya di sini

Sabtu, 22 Maret 2014

SKRIPSI: STRATA SOSIAL MASYARAKAT BALANIPA (STUDI ATAS KETATANEGARAAN ISLAM)

ABSTRAK

Skripsi ini membahas tentang tiga masalah pokok, yaitu: 1) Bagaimana hubungan antara strata sosial dengan kepemimpinan dalam masyarakat Balanipa?, 2) Bagaimana mekanisme dalam menentukan strata sosial masyarakat Balanipa?, dan 3) Bagaimana perspektif siyasah syar’iyyah terhadap strata sosial dalam masyarakat Balanipa?
Penelitian ini bersifat penelitian hukum empiris, sebab penelitian ini menitik-beratkan pada data primer atau dasar, yakni data yang diperoleh langsung dari masyarakat sebagai sumber pertama melalui penelitian lapangan. Teknik penelitian yaitu; merumuskan masalah, kerangka berpikir, mengajukan hipotesis, pengujian hipotesis, dan menarik kesimpulan. Dalam skripsi ini, yang menjadi populasi target adalah seluruh warga desa yang ada di wilayah Kecamatan Balanipa, dan populasi terjangkau adalah tokoh masyarakat tiap desa yang ada di wilayah Kecamatan Balanipa. Adapun metode pengumpulan data yang digunakan terdiri dari wawancara, observasi, dokumentasi, dan triangulasi (gabungan). Sedangkan metode pengolahan data dalam skripsi ini yaitu editing data dan koding data. Secara umum, dalam analisis data, komponen-komponen yang wajib ada yaitu: pengumpulan data, sajian data, dan kesimpulan akhir.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa hubungan antara strata sosial masyarakat Balanipa dengan kepemimpinan sangat erat kaitannya dalam masyarakat. Meskipun dalam pesan to dzilaling dikatakan bahwa pemimpin tidak harus dari kalangan arajang, tetapi masyarakat masih saja merasa risih jika mendengar seseorang yang bukan turunan arajang ingin menjadi pemimpin di suatu wilayah. Adapun mekanisme dalam menentukan strata sosial masyarakat Balanipa pada dasarnya dilihat dari segi keturunan (ascribed status), namun perlahan-lahan budaya ini terkikis sehingga masyarakat kemudian menilai seseorang dari kekayaan harta yang mereka miliki. Sedangkan perspektif siyasah syar'iyyah terhadap strata sosial dalam masyarakat Balanipa yaitu siapapun yang memiliki kapabilitas untuk menjadi seorang pemimpin, maka ia layak dipilih----tanpa memandang ras dan dari turunan mana ia berasal.
Implikasi terhadap penelitian ini adalah sebagai berikut: 1) Masyarakat Balanipa----melalui ulama (pukkali) dan tokoh masyarakat----perlu dijelaskan lebih mendalam terkait kriteria pemimpin dengan melakukan pendekatan Alquran, hadis, dan petuah-petuah Mandar; dan 2) Strata sosial dalam masyarakat Balanipa tidak harus dihilangkan, tetapi dipertahankan dalam kehidupan sehari-hari sebagai nilai khas dari budaya Mandar pada umumnya.

Klik link berikut di sini.

Jumat, 10 Januari 2014

Who is The Next "Pemimpin"?

Hari ini saya ke kampus----setelah sekian lama ‘bertelur’ di rumah----untuk mengurus berkas-berkas persyaratan pengambilan ijazah. Kesan pertama yang saya dapat saat memasuki gerbang kampus adalah: semarak dengan gambar-gambar atribut kampanye. Oh, rupanya dalam waktu dekat akan ada PEMILMA (Pemilihan Mahasiswa).

Buat yang belum tau, PEMILMA bukan sejenis pil yang bisa diminum saat mules. PEMILMA adalah ‘pesta demokrasi’ yang diadakan setiap tahun (dua periode atau dua semester) di awal tahun menjelang semester ganjil usai. Disini, beberapa mahasiswa menjadi kandidat ketua Himpunan Mahasiswa Jurusan, Ketua Senat Mahasiswa Tingkat Fakultas/Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Tingkat Fakultas, dan Presiden Mahasiswa/Ketua BEM Tingkat Universitas. Sistem pemilihannya kayak di Indonesia; dibagi per fakultas dan tiap-tiap pengurus BEM-F bertanggung jawab di wilayah mereka masing-masing.

***

Empat tahun silam, saya masih ‘mahasiswa ingusan’ dan ‘belum berlumur dosa’. Polos banget. Di masa-masa maba, ada beberapa senior yang melakukan ‘pendekatan-pendekatan’ pada kami, angkatan 2009. Kita yang waktu itu masih culun abis, tentu nggak pernah tau bahwa kelak mereka ini mendekati kita untuk ‘tujuan tertentu’.

Menjelang PEMILMA, mulailah beberapa kandidat dikenalkan kepada kita melalui poster-poster atau penjabaran visi-misi mereka dalam kelas saat kami menanti dosen yang belum menunjukkan tanda-tanda keberadaannya. Terus terang, saya waktu itu kurang paham dengan pemaparan visi-misi mereka. Ataukah, otak saya yang saat itu masih rada tulalit dengan istilah-istilah mereka? Entahlah.

Saya masih ingat sekali, ada beberapa kandidat yang sangat ambisius menduduki kursi kepemimpinan. Dia rajin sekali melakukan pendekatan sama kita, anak 2009. Kalo ada waktu senggang dan kebetulan kita ketemu, dia pasti nanya-nanya dengan sok akrab:

“Siapa lagi nama ta?”
“Orang mana ki?”
“Dari sekolah mana ki dulu dek?”
“Dimana ki tinggal?”
“Kos-kosan ki atau tinggal sama orang tua?”
And bla bla bla bla.

Penting amat ya mereka tau hal-hal yang di atas. Oke, saya tau mereka pengen terlihat akrab. Tapi kok kesannya sangat kepo ya?

***

Beberapa hari menjelang PEMILMA, mereka----melalui tim sukses----bakal gencar melancarkan doktrin-doktrin untuk memilih jagoan mereka saat ‘pesta’ itu tiba. Mereka nggak pernah tau kawan dan lawan, pokoknya saling hantam dan sikut sudah menjadi hal yang biasa----meskipun cuma dilakukan secara tersembunyi. Lagi-lagi, kata yang paling sering mereka keluarkan adalah:

“Dia orang ini, atas nama solidaritas pilihlah dia.”
“Si A dari jurusan itu, atas nama solidaritas kami mohon suaranya.”
“Si B itu kandidat ini, atas nama solidaritas pilihlah dia. Kalo kamu pilih dia, pasti kami akan pertimbangkan kamu menjadi pengurus.”

Eng-ing-eng, beginilah kira-kira gambaran dari pemilma yang menjunjung tinggi solidaritas. Nggak jauh beda ya sama pemilu yang diadain di Indonesia?

***

Saat pemilma berlangsung, terkadang masih ada calon yang menyelipkan sekali lagi ‘doktrin’ mereka agar jangan lupa memilih mereka. Saya masih ingat kata-kata si calon saat dia mengantre di belakang saya untuk memberi hak suara.

“Dek, minta tolong ka ini nah. Pilih ka.”

Pardon, you beg to me? Jujur, ini membuat saya sangat miris waktu itu. Apakah si calon ini melihat saya sebagai sekedar komoditi yang bisa dicocok hidungnya kesana kemari kayak kebo? Salahkah saya bila saya tidak memilih kandidat tersebut karena hati nurani? Apakah saya dianggap tidak solid hanya karena bukan kandidat itu yang saya pilih? Lebih tinggi mana sebetulnya, hati nurani ataukah ambisi seorang kandidat?

Saya marah, karena saya bukanlah Shinichi Kudo yang bisa mengungkapkan kenyataan----sepahit apapun----dengan ekspresi datar. Saya hanyalah seorang anak yang berani menyuarakan kebenaran lewat permainan kata. Seandainya saya bisa seperti tokoh manga yang saya kagumi itu, pasti saya akan berteriak di depannya. “TOLONG, BERHENTILAH MEMPERMAINKAN PERASAAN SAYA! SAYA BUKAN KERBAU! BIARKAN SAYA MEMILIH SESUAI DENGAN HATI NURANI!” (Saya nggak masuk di partai yang ada tagline ‘hati nurani’nya itu ya, catet!)

***

Dunia PEMILMA juga sarat dengan istilah ‘kandidat bayangan’. Ada salah satu kandidat yang diajukan menjadi calon dengan tujuan tertentu; untuk pemecah suara dalam satu kelompok atau dia diajukan karena rasanya nggak fair bila calon kandidat cuma seorang----pasti tanpa PEMILMA dia menang mutlak. Jadi ingat kisah sahabat saya----si A----di kampus seberang….

Saat itu----selesai mata kuliah, secara tiba-tiba si A didatangi beberapa teman. Terus terang A agak kaget juga, baru kali ini mereka melihat muka teman-temannya yang serius. Salah seorang kemudian bertindak sebagai jubir, menjelaskan maksud mereka dengan bertele-tele. Intinya, meminta teman saya itu maju sebagai ‘kandidat bayangan’dengan alasan bila mereka-mereka yang maju, takutnya akan memecah belah suara junior dan senior----karena mereka sudah cukup dikenal----yang akan membuat salah seorang teman yang maju sebagai ‘kandidat sebenarnya’ akan terpecah suaranya.

Kasihan teman saya itu, karena alasan ‘dia tidak terkenal di kalangan junior dan senior’, mereka memasangnya menjadi kandidat. Hingga cerita ini saya tulis, masih terbayang lagi ekspresi muka dan perkataannya saat dia mengucapkan hal ini pada saya:

Sikulu’naliat manusia ja itu orang kah? Kata-katanya sok merendahkan sekali. Terus terang nah Erdha, terbersit pun niat saya untuk menjadi kandidat tidak pernah. Lagi-lagi, atas nama solidaritas saya harus rela harga diriku diinjak-injak sedemikian rupa. Sh*t!

Beberapa hari kemudian, saat kandidat diberikan kesempatan untuk kampanye, si A juga ingin membuat poster dan memperkenalkan diri layaknya ‘kandidat normal’. Segalanya dikerjakan sendiri, karena dia tahu posisinya sebagai ‘kandidat bayangan’. Sebagai sahabat yang baik, saya pun menolong sebisanya dan semampunya. Saya ingat sekali, pukul 3 dinihari saya dan dia baru bisa tidur.

Esoknya, dengan tampang penuh semangat, si A berencana menempel poster sederhana tersebut di sore hari----saat suasana kampus sunyi. Dia tak ingin meminta tolong kepada siapapun, karena (lagi-lagi) dia menyadari posisinya. Sialnya, seorang temannya yang iseng langsung menarik poster tersebut dari tasnya. Sejurus kemudian, teman yang iseng itu menertawakan posternya yang kelewat sederhana dan kekanakan. Tanpa ba-bi-bu, si A langsung meninggalkan kelas. Tanpa menoleh. Tanpa peduli panggilan temannya. Tanpa peduli mata kuliah selanjutnya. Yang hanya sahabat saya ingin lakukan waktu itu hanya satu: PULANG KE RUMAH KARENA MALU.

Saat tiba di rumah, dia menangis dan menelepon saya menyuruh datang. Saya ingat sekali waktu itu, bahwa jerih payah yang kita kerjakan BERDUA hingga pukul 3 dinihari ditertawakan karena bentuknya.

“Bisa apaka? Saya hanyalah ‘kandidat bayangan’. Mau ka minta tolong sama siapa kodong?” ujarnya sesenggukan.

Ya, saya betul-betul MARAH. Hal ini sudah tidak bisa ditolerir. Sudah ‘mengatai’ sahabat saya dengan kata-kata terendah, kini ia pun ditertawai karena posternya. Tapi, yang saya lakukan hanyalah menenangkan dia dengan kata-kata manis.

Beberapa hari selanjutnya, saat PEMILMA berlangsung, saya mengajak teman saya untuk pergi ke mall, huntingnovel Sherlock Holmes. Sekalian, mencoba membantu teman saya untuk melupakan sejenak bahwa dia hanyalah ‘kandidat bayangan’.

***

Tulisan saya ini bukan untuk menghasut teman-teman agar memboikot PEMILMA. Tidak, saya tidak pernah bermaksud demikian. Tulisan ini sekedar refleksi dari perjalanan saya sebagai seorang mahasiswa selama empat tahun lebih. Dan saya lihat, suasana PEMILMA yang sekarang ini tidak jauh berbeda, seperti déjà vu. Mengulangi peristiwa masa silam, dengan tagline yang masih sama: SOLIDARITAS.

Sudah siapkah kita mengembalikan makna kata SOLIDARITAS yang sebenarnya?

Kamis, 09 Januari 2014

Tips and Tricks: How To Be A Great “Sarjana”

Kalo ditanya seputar susah tidaknya meraih titel sarjana, maka saya dengan mantap menjawab, “Alhamdulillah, saya tidak mengalami hambatan yang berarti.”

Kenapa?

Selain target, hal yang tidak kalah pentingnya dalam meraih hal tersebut adalah KEMAUAN DAN KEBULATAN TEKAD. Biarpun kamu sudah menargetkan bahwa kamu akan memakai toga di bulan April 2014, jika dari sekarang kamu belum memikirkan judul (bahkan judul kamu itu ‘masih di luar kepala’) maka itu sama dengan nyari beruang kutub di Kalimantan----alias sia-sia.

Jadi apa dong?

Baiklah, tanpa membuang waktu dan koin recehan, saya akan membagi pengalaman saya meraih titel sarjana----berdasarkan institusi tempat saya menimba ilmu, UIN Alauddin Makassar. Meski bersifat khusus, saya berusaha agar tulisan ini tetap nyaman dikonsumsi siapapun yang sudah akan melangkah ke tahap tersebut. Cekidot!  

1. Berkas-berkas
Sebelum kamu mendaftar ujian meja, pastikan berkas-berkas kamu sudah lengkap dan mantap. Biasanya; mereka bakal minta sertifikat kegiatan yang kamu wajib ikuti di semester I dan II, blangko SPP mulai semester awal hingga akhir, sertifikat KKN, KTM (Kartu Tanda Mahasiswa), daftar nilai sementara dari jurusan, photo copy ijazah SMA, dan foto untuk ijazah sarjana. Buat kamu yang pernah cuti, pastikan kamu melampirkan surat keterangan cuti yang ditandatangani oleh dekan fakultas.

Untuk foto ijazah----berdasarkan apa yang berlaku di UIN Alauddin Makassar----modelnya sebagai berikut:
a. Untuk yang cowok: foto berlatar merah dengan memakai kemeja putih, berdasi hitam, dan berjas hitam.
b. Untuk yang cewek: foto berlatar merah dengan memakai jilbab hitam (memperlihatkan telinga), berkemeja putih, dan berjas hitam.

Kalo kamu nggak ingin telinga kamu keliatan----iya, nggak modis banget ya keliatannya, apalagi buat yang hobi share foto ----kamu bisa buat surat pernyataan. Contohnya banyak kok di internet. Kalo mau minta filenya, bisa hubungi saya lewat inbox.

Buat yang penasaran bawahannya pake apa, TERSERAH AJA mau pake apa nggak, kan nggak keliatan (a.k.a cuma setengah badan doang).

Oya, usahakan kamu foto di studio foto. Jangan foto di rumah terus diedit pake Photoshop, hasilnya pasti kurang maksimal. Lebih-lebih kalo kamu ngedit pake Camera360. Di studio foto kan biasanya ada kamar ganti, jadi kamu bisa ganti baju disana tanpa khawatir ada yang ngintip. Dan lebih penting lagi, biayanya juga sama aja kok.

Kenapa kamu perlu menyiapkan berkas di awal-awal? Biasanya----dan sering terjadi, mahasiswa seneng banget SKS (Sistem Kebut Semalam). Maunya semua beres dalam sehari. Okelah kalo berkas kamu lengkap semua, tapi kalo ada yang hilang----kayak blangko SPP? Ingatlah pepatah yang sering banget didengungkan, “Sedia jas hujan dan simpan di bagasi motor sebelum hujan, karena sedia payung sebelum hujan sudah terlalu mainstream.”

2. Judul skripsi
Sering terjadi, mahasiswa sering menyiapkan judul skripsi masterpiece. Saking kerennya, tuh draft skripsi masih berkutat di latar belakang masalah. Begitu sadar, taunya udah tahun 3025.

Saran saya, pilihlah judul skripsi sesuai dengan KEMAMPUAN OTAK dan JURUSAN. Misalnya, jurusan saya adalah Hukum Pidana dan Ketatanegaraan. Tentu, pemilihan judulnya seputar masalah Hukum Pidana atau Hukum Tata Negara, tinggal kamu dan otak kamu yang menyesuaikan untuk memilih yang mana. Jangan pernah mengerjakan skripsi bertema Hukum Pidana bila otak kamu lebih cenderung ke masalah Hukum Tata Negara. Jangan juga mengangkat skripsi bertema pernikahan atau wakaf, karena itu bukan bidang kajian jurusan kita.

Bila judul kamu nggak diterima, bukan berarti judul kamu jelek. Kemungkinan besar judul kamu sudah ada yang bahas, makanya itu rajin-rajinlah ke perpustakaan buat hunting atau baca-baca berita di internet, siapa tau dapat topik yang keren untuk diangkat menjadi skripsi.

Satu lagi, pastikan referensi yang tersedia mudah didapat. Jangan sampai kamu udah menemukan judul yang oke tapi referensi yang tersedia masih kurang. Oleh karena itu, penting banget kamu mengobok-obok isi perpustakaan terdekat untuk memastikannya. Jangan malas ke perpus ya!

3. Proposal/draft skripsi
Buatlah proposal/draft skripsi sesuai dengan pedoman penulisan yang ada di kampus. Kebanyakan mahasiswa menginginkan proposal mereka terlihat sempurna saat seminar, sehingga yang terjadi justru proposal itu bakal tinggal di tumpukan file dalam komputer sampe lumutan dan bakal dikerjain lagi saat teman-teman mereka satu per satu udah diwisuda, tinggal dia doang yang belum kelar-kelar sampe penerimaan mahasiswa baru yang kelima kalinya di kampus.

Intinya, buat aja semaksimal mungkin. Kalo saat seminar kamu dibantai, hal itu wajar, toh itu demi kebaikan kita untuk membuat sesuatu yang lebih keren lagi, iya nggak?

Oya, kamu harus melampirkan referensi sebanyak 17 (tujuh belas) buku agar proposal kamu bisa diseminarkan----kalo misalnya kamu belum mampu menemukan referensi sebanyak 25 (dua puluh lima) buku (banyak yang nanya soalnya, jadi dicantumin).

4. Being A Paparazzi (?)
Pembimbing itu sifatnya sangat beraneka ragam. Wajarlah, mereka kan juga manusia, bukan malaikat (pengen share disini, tapi nantilah. Saya masih melakukan penelitian yang mendalam terkait hal ini). Disini, kamu dituntut untuk menjadi seorang paparazzi yang unggul. Tapi bukan berarti, kamu sampe menguntit mereka dimana-mana (bahkan di WC sekalipun). Salah-salah, kamu kena jurus seribu bayangan alias gamparization.
Saat kamu sudah tahu bahwa si dosen A yang menjadi pembimbing kamu, maka langkah pertama yang harus kamu lakukan adalah MENYELIDIKI. Penyelidikan kamu seputar tampangnya yang kayak gimana, di kelas mana biasanya beliau masuk, nomor telepon atau HP beliau, rumahnya dimana, tipe kendaraan dan nomor polisinya berapa, dan lain-lain. Kamu bisa nanya lewat teman, tetangga jurusan atau fakultas, atau dengan yang lain yang kamu anggap memiliki pengetahuan seputar dunia perdosenan.
Kenapa? Biar saat konsultasi soal skripsi kamu tidak menemui hambatan dan rintangan berarti.

Saat masa-masa konsul skripsi, hal ini juga yang saya lakukan. Saat saya mau minta tanda tangan dan sebagainya, saya cukup memperhatikan MOBIL DOSEN di tempat biasa beliau mangkal----karena dosen pembimbing saya nggak cuma mengajar di beberapa fakultas, beliau juga punya kesibukan lain di rektorat dan pascasarjana. Jadi, hal ini cukup memudahkan saya. Saya jarang menelepon mereka, kecuali bila keadaannya sangat mendesak.

Saya pernah dengar cerita dari seorang teman tentang seorang dosen yang tidak membukakan pintu pagar rumah saat dia ingin konsul skripsi. Setelah diteliti, ternyata si dosen memang tidak senang kalo ada mahasiswa yang datang ke rumahnya, beliau lebih senang untuk meladeni di kampus.

Perlu bukti lagi?

Teman saya sering nyeritain hal-hal yang berbau ‘horor’ soal pembimbing saya----kebetulan beliau jadi dosen pembimbing untuk teman saya itu. Saya sendiri cukup heran juga, soalnya saat beliau membimbing saya agak beda dengan yang teman ceritain. Setelah saya kroscek, ternyata teman saya ini sering membuat beliau ‘menunggu tak jelas’. Kadang-kadang, mereka udah janjian untuk konsul, tapi temen saya sering datang sejam setelah waktu perjanjian. Siapa yang nggak ngamuk coba kalo di-PHP begitu?

5. Pengesahan draft skripsi
Saat draft kamu udah memenuhi syarat untuk menuju langkah selanjutnya----yakni pembuatan skripsi, kamu bisa mengajukan pengesahan draft yang ditandatangani oleh kamu, pembimbing satu dan dua, ketua jurusan, dan dekan fakultas. Formatnya bisa kamu minta di senior yang kamu anggap baik hati lagi rajin menabung.

Jangan pernah nyodorin pengesahan draft skripsi saat kamu baru sekali konsul sama pembimbing. Idealnya, saat kamu udah empat atau lima kali konsul, kamu bisa mengajukan berkas tersebut. Ini pun bila dosen kamu sendiri yang minta. Jadi, sediain aja dan keluarkan saat dosen kamu udah minta.

6. Skripsi
Lama ngerjain skripsi sebetulnya bergantung dari metode yang kamu ambil. Untuk metode yang bersifat library research (penelitian kepustakaan) lamanya sekitar sebulan atau lebih. Sedangkan  metode field research (penelitian lapangan/observasi) sekitar dua bulan setengah atau lebih. Bukan berarti kamu mesti di depan laptop atau komputer tanpa makan, minum, dan senang-senang sama; teman, gebetan, pacar, atau selingkuhan (nah lho?).

Kalo kamu udah ngetik selama dua jam, ambil istirahat selama sejam. Renggangkan kembali otot-otot kamu yang lelah, terutama mata. Bila dua bab telah kamu selesaikan, ambil jeda selama sehari untuk refreshing ke tempat-tempat yang kamu sukai----sekalian nyari referensi lagi untuk tulisan selanjutnya. Jadi, kamu nggak pernah terserang sindrom stres dan akhirnya berakhir di rumah sakit jiwa pada saat umur kamu mencapai dua puluh tahun. Serius!

Saya pribadi juga kayak gitu. Di masa-masa ngerjain skripsi, saya juga nggak pernah kehilangan waktu buat keluarga dan teman. Saat saya jenuh dan pusing memikirkan bahan selanjutnya, saya mensave, mematikan laptop, dan mengajak teman-teman untuk ke karaoke box (tapi bayar sendiri-sendiri) atau jalan-jalan sendirian di mall (sekalian singgah ke Gramedia berburu komik Conan). Saat ide tersebut muncul, saya catat di sebuah buku kecil, kemudian pulang. Jangan dibawa susah kalo sebenarnya solusi buat masalah tersebut gampang.

7. Persetujuan pembimbing
Setelah dosen pembimbing kamu merasa bahwa skripsi kamu sudah memenuhi syarat, maka langkah selanjutnya adalah meminta persetujuan yang ditanda tangani oleh pembimbing satu dan dua. Formatnya bisa kamu lihat di senior atau di buku pedoman penulisan di kampus kamu. Jangan lupa, bawalah skripsi kamu sebagai bukti bahwa skripsi kamu sudah layak untuk ‘dibantai’ di ujian meja.

Ingat, jangan pernah memaksa dosen untuk menandatangani berkas kamu. Kadang, saking kepepetnya, kamu baru meminta persetujuan beliau di detik-detik terakhir pengumpulan berkas. Akibatnya pasti sudah jelas, kalo bukan kena gampar ya diusir.

8. Ujian meja
Idealnya, SK Penguji sudah kamu setor ke dosen penguji beserta skripsi dan persetujuan pembimbing tiga hari sebelum ujian meja berlangsung. Sering-seringlah mengecek berkas kamu di bagian tata usaha; apa sudah ditandatangani oleh dekan fakultas. Kadang-kadang----saking sibuknya----mereka sering lupa membawa berkas kamu untuk ditanda tangani oleh dekan.

Datanglah sejam sebelum ujian meja berlangsung. Saat kamu sudah tiba, ingatkan lagi dosen pembimbing dan penguji melalui SMS bahwa hari ini kamu ujian. Gunakan bahasa santun dan sopan. Bawalah beberapa buku referensi yang kamu anggap berhubungan dengan skripsi. Sekedar info, biasanya penguji sangat ingin menjatuhkan mental kamu dengan cara mencari-cari kesalahan (baca: kelemahan). Jadi, sebagai mahasiswa teladan, seharusnya kamu sudah siap siaga menghadapi serangan beliau-beliau ini.



So, are you ready to be great “sarjana”?