Happy Cat Kaoani

Senin, 15 Agustus 2011

Moves Like Jagger: Lagu yang Mengasyikkan.......

Kali ini, kita akan bahas tentang lagu yang rada-rada make beat cepat. Yupz, band asal California ini---Maroon5---seolah tahu akan selera musik ABG zaman sekarang. Single terbaru mereka, "Moves Like Jagger"---yang dibawakan secara ciamik bersama Christina Aguilera---bikin gue jadi semangat buat ngelakuin sesuatu :)



Awalnya, gue denger lagu ini pertama kali dari abang. Gue---yang masih pasang tampang nggak percaya waktu gue tahu---langsung ngasih jempol buat grup yang di-dalangi oleh Adam Levine, James Valentine, Jesse Carmichael, Mickey Madden, dan Matt Flynn ini. Emang sih, liriknya terkesan jorok banget. Biarpun begitu, lagu ini nggak salah bukan, buat jadi kandidat jawara di kancah musik Amrik....... Setujuuuuu????????!!!!!



Silahkan cek disini untuk lihat liriknya: 
http://www.azlyrics.com/lyrics/maroon5/moveslikejagger.html



Yang mau lihat videonya cek di link berikut: 
http://www.youtube.com/watch?v=iEPTlhBmwRg&ob=av2n


Selamat bergoyaaaaannnnggggg........ ;)

Selasa, 26 April 2011

Penyakit Aneh

Pernah lihat filmnya Taiyo No Uta? Di film itu ada gadis yang namanya Kaoru Amane punya penyakit aneh. Ia memiliki penyakit yang sangat peka terhadap sinar matahari, sehingga seluruh jendela rumah tertutup rapat oleh gorden tebal sepanjang waktu.

Penyakit itu bukan rekayasa. Kita menyebut penyakit yang sensitif terhadap sinar matahari itu dengan nama Xeroderma Pigmentosum (XP). Ciri khas penyakit ini adalah kulit yang kering dan mengalami kelainan pigmentasi, serta adanya perkembangan tumor malignan, sehingga pasien XP ini umumnya meninggal pada usia muda akibat kanker kulit.

XP merupakan penyakit yang langka dan ditransmisikan melalui sifat resesif pada autosom berupa kerusakan pada mekanisme perbaikan DNA. Namun meskipun tergolong penyakit langka (Frekuensi di US dan Eropa adalah sekitar 1 kasus per 250.000 populasi; frekuensi di Jepang adalah sekitar 1 kasus per 40.000 populasi), XP ditemukan hampir pada seluruh ras manusia di bumi.

Sinar UV dari matahari dapat menyebabkan mutasi pada sel tubuh, menyebabkan timbulnya kerusakan pada DNA berupa dimer timin, dimer timin-sitosin, ataupun dimer sitosin. Kerusakan atau mutasi pada DNA akibat sinar UV ini dapat diperbaiki dengan menggunakan proses fotoreaktivasi & dengan dibantu oleh enzim fotoliase (photoreactivating enzyme). Enzim ini diproduksi oleh gen phr dan berfungsi dalam memotong dimer. Gen phr ini ditemukan cukup banyak pada sel organisme eukariot, kecuali pada penderita XP sehingga pada penderita XP aktivitas enzim fotoliase ini cukup rendah.

Di Indonesia, kasus penyakit ini masih jarang dijumpai. Ada beberapa laporan tapi jumlahnya tidak banyak. Di Amerika Serikat, angka kejadian penyakit ini hanya sepersejuta dari populasi. Dengan kata lain, dari satu juta orang, hanya ada satu penderita XP. Persentasenya kecil sekali. Jika angka kejadian di negara kita dianggap sama, maka di seluruh penjuru Indonesia, hanya ada sekitar 200-an penderita kelainan kulit ini.

Penyakit ini berupa kelainan pada DNA sel kulit. Pada orang normal, DNA ini bertugas memperbaiki sel-sel yang rusak. Tapi pada penderita XP, DNA ini abnormal sehingga tidak bisa bekerja sebagaimana mestinya. Ia tidak bisa melindungi kulit dari sinar ultraviolet. Akibatnya, kulit menjadi sangat sensitif terhadap sinar Matahari yang memang kaya UV.

Jika terkena sinar matahari, sel-sel kulit akan rusak. Freckles (bercak-bercak hitam) akan muncul di bagian-bagian kulit yang terbuka. Pola penyebaran bercak ini khas, hanya muncul di bagian kulit yang tidak tertutup oleh pakaian. Misalnya, wajah, leher, lengan, atau tungkai. Di bagian yang terlindung dari sinar matahari (misalnya di dada dan perut), kulit tidak mengalami masalah apa-apa.

Bercak-bercak hitam ini memang tidak terasa gatal atau sakit. Tapi jika kulit terus-menerus dibiarkan terpapar sinar matahari, masalahnya bisa menjadi serius. Penyakit bisa berkembang menjadi kanker kulit.


Akibat Pernikahan Sekerabat
Karena gangguan XP terjadi pada cetak biru sel, penyakit ini bersifat genetik. Tidak menular, melainkan menurun dari orangtua kepada anak. Namun, ini tidak berarti penderita XP pasti orangtuanya juga menderita XP.

Dua orangtua sehat bisa saja mempunyai anak yang menderita XP jika keduanya membawa gen penyakit ini. Gen XP bersifat resesif, tidak dominan, sehingga orang yang membawa gen ini tidak selalu sakit. Bisa saja kulitnya sehat walafiat.

Tapi jika ia menikah dengan orang yang juga sama-sama membawa gen XP, anaknya punya kemungkinan menderita penyakit ini. Itulah sebabnya, angka kejadian penyakit ini umumnya lebih tinggi di masyarakat-masyarakat di mana pernikahan sesama kerabat dekat lazim terjadi. Ini misalnya terjadi Jepang dan negara-negara Timur Tengah.

Jika dua orang masih kerabat dekat, misalnya masih sepupu satu sama lain, keduanya mungkin membawa gen yang sama. Jika keduanya sama-sama membawa gen resesif XP, lalu menikah, maka masing-masing orangtua akan menyumbang satu gen XP kepada anaknya. Itu sebabnya, anak bisa menderita XP meskipun kedua orangtuanya sehat-sehat saja.

“Dua pasien yang pernah saya tangani juga begitu. Kedua orangtua mereka masih sepupu satu sama lain,” kata Dr. dr. Aida S.D. Suriadiredja, Sp.KK, ahli kulit dari Rumah Sakit Kanker Dharmais, Jakarta. Selama praktik di RS Kanker Dharmais, Aida sudah menangani tiga pasien penderita penyakit ini. Ketiga pasien RS Kanker Dharmais itu dirujuk ke Aida saat ketiganya sudah dalam fase kanker kulit. Jadi, mereka ditangani Aida bukan karena XP-nya tapi karena kankernya.


Menyebar ke Mana-mana
Karena XP merupakan penyakit bawaan, penderita sudah mengidap penyakit ini sejak lahir. Namun, pada tahun pertama, bayi dengan kelainan XP bisa saja belum menunjukkan gejala sakit. Biasanya penyakit ini mulai terdeteksi pada saat bayi berusia 1 – 2 tahun. Pada usia ini, kulit bayi mulai menunjukkan bercak-bercak hitam jika terkena sinar matahari.

Jika deteksinya telat, gangguan XP bisa berkembang lebih parah. Penyakit ini bisa menyebar ke mana-mana. Salah satu komplikasi yang paling sering adalah kanker kulit. Kanker kulit pada penderita XP biasanya lebih parah daripada penderita non-XP.

Seperti kita tahu, kanker kulit jenisnya bermacam-macam. Ada kanker kulit basal, skuamosa, dan melanoma. Pada penderita non-XP, jenis kanker yang menyerang biasanya hanya satu macam. Tapi pada penderita XP, ketiga jenis kanker kulit itu bisa mengeroyok secara beramai-ramai. Kanker kulitnya multipel. Pada usia balita saja, resiko kanker kulit seorang penderita XP sama dengan risiko seorang petani atau pelaut yang sudah puluhan tahun terpanggang matahari setiap hari.

Selain menyerang kulit luar, kanker pada pasien XP juga bisa menyerang rongga mulut meskipun rongga mulut tidak terkena sinar matahari. Bahkan, bisa juga menyerang otak dan paru-paru.

Selain menyebabkan kanker, kelainan XP juga bisa menyebar ke mata dan saraf. Pada mata, gangguan XP bisa menyebabkan pasien menderita fotofobia. Matanya tidak kuat terkena cahaya karena memang sangat sensitif. Bukan hanya itu, gangguan XP juga menyebabkan radang di mata. Pada otak, kelainan XP juga bisa menyebabkan penderita mengalami keterlambatan mental.

Pendek kata, meskipun urusannya kelihatan sepele, penyakit XP bisa menimbulkan masalah lain yang lebih gawat. Meski hanya masalah kulit, XP bisa menjalar ke mana-mana, ke berbagai organ lain.

Menurut penuturan Aida, pasien pertama yang ia tangani datang kepadanya dalam keadaan telat. Orangtuanya baru sadar bahwa anaknya menderita penyakit serius setelah ia berumur tujuh tahun. Pada saat itu, XP sudah berkembang menjadi kanker kulit. Dua jenis kanker kulit sekaligus.


Pakai Baju “Astronaut”
Meskipun bisa ganas dan menjalar ke mana-mana, penyakit XP-nya sendiri (bukan kankernya) tidak terlalu sulit dikendalikan. Pantangannya hanya sinar matahari. Ini yang seratus persen harus dihindari.

Pada orang sehat, sinar matahari yang sebaiknya dihindari hanya pada pukul 10.00 – 15.00. Sebelum pukul sembilan, sinar matahari malah bisa bermanfaat membantu pembentukan vitamin D di dalam tubuh. Tapi pada penderita XP, sinar matahari pukul berapa pun harus dihindari. Tak bisa ditawar sama sekali kalau pasien ingin sehat. Bahkan sinar matahari paling pagi pun harus dihindari. Paparan UV dalam dosis sangat kecil saja sudah bisa membuat kulitnya bereaksi.

Jumat, 22 April 2011

Kenangan Manis Masa Kuliah

Inilah yang dilakukan anak2 HPK ketika dosen "Lagi Mangkal" alias nggak ada :P



Narsis banget gak???? :P

PENYELESAIAN SENGKETA WAKAF

     A. Latar Belakang
Tujuan Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana diamanatkan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 antara lain adalah untuk memajukan kesejahteraan umum. Dalam rangka mencapai tujuan tersebut, perlu diusahakan menggali dan mengembangkan potensi yang terdapat dalam lembaga keagamaan yang memiliki manfaat ekonomis.
Salah satu langkah strategis untuk meningkatkan kesejahteraan umum, dipandang perlu meningkatkan peran wakaf sebagai lembaga keagamaan yang tidak hanya bertujuan menyediakan berbagai sarana ibadah dan sosial, melainkan juga memiliki kekuatan ekonomi yang berpotensi antara lain untuk memajukan kesejahteraan umum, sehingga perlu dikembangkan pemanfaatannya sesuai dengan prinsip syariah.
Praktek wakaf yang terjadi dalam kehidupan masyarakat belum sepenuhnya berjalan tertib dan efisien, sehingga dalam berbagai kasus harta wakaf tidak terpelihara sebagaimana mestinya, terlantar atau beralih ke tangan pihak ketiga dengan cara melawan hukum. Keadaan demikian disebabkan tidak hanya karena kelalaian atau ketidakmampuan Nadzir dalam mengelola dan mengembangkan benda wakaf, melainkan juga sikap masyarakat yang kurang peduli atau belum memahami status benda wakaf yang seharusnya dilindungi demi untuk kesejahteraan umum sesuai dengan tujuan, fungsi, dan peruntukan wakaf.
Harta wakaf pada prinsipnya adalah milik umat, dengan demikian manfaatnya juga harus dirasakan oleh umat dan oleh karena itu pada tataran idealnya maka harta wakaf adalah tanggung jawab kolektif guna menjaga keeksisannya. Dengan demikian maka keberadaan lembaga yang mengurusi harta wakaf mutlak diperlukan sebagaimana yang telah dilakukan oleh sebagian negara-negara Islam. Indonesia masih terkesan lamban dalam mengurusi wakaf sekalipun mayoritas penduduknya beragama Islam dan menempati ranking pertama dari populasi umat Islam dunia. Implikasi dari kelambanan ini menyebabkan banyaknya harta-harta wakaf yang kurang terurus dan bahkan masih ada yang belum dimanfaatkan.
Mendasarkan pertimbangan tersebut di atas, pemerintah telah menerbitkan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf. Lahirnya Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf tersebut, memberikan setitik harapan bagi perkembangan dinamis wakaf di Indonesia. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tersebut mengamanatkan pemerintah untuk memberikan pembinaan terhadap lembaga wakaf di Indonesia agar dapat berperan meningkatkan kesejahteraan masyarakat umum. Dalam Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tersebut fungsi pembinaan ini tidak dijalankan sendiri oleh pemerintah, melainkan melibatkan unsur-unsur dalam masyarakat melalui Badan Wakaf Indonesia (BWI).
Negara Indonesia memiliki masyarakat yang mayoritas beragama Islam. Kondisi yang demikian ini tentunya menjadikan masalah pengelolaan wakaf, menjadi suatu masalah yang sangat urgen dan sangat rentan. Munculnya penyimpangan pada pengelolaan wakaf akan menjadikan suatu masalah serius dalam dinamika kehidupan beragama di negara Indonesia apabila penyelesaian atas masalah tersebut tidak dilakukan secara hati-hati dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Bertitik tolak dari uraian latar belakang sebagaimana tersebut di atas, penulis berminat untuk melakukan penelitian secara lebih mendalam mengenai penyelesaian masalah yang timbul dalam pengelolaan wakaf ke dalam bentuk penulisan makalah yang berjudul “Penyelesaian Sengketa Wakaf”.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka permasalahan yang akan dibahas adalah:
1. Apakah yang menjadi penyebab terjadinya sengketa wakaf ?
2. Bagaimanakah cara penyelesaiannya dalam hal terjadi sengketa wakaf ?

C. Pembahasan
1. Sebab-sebab Terjadinya Sengketa Wakaf
Sebelum membahas tentang sebab-sebab terjadinya sengketa wakaf, terlebih dahulu akan disampaikan mengenai pengertian dan pengaturan wakaf di Indonesia.
Wakaf dalam perspektif fikih didefinisikan sebagai perbuatan hukum menahan benda yang dapat diambil manfaatnya tanpa menghabiskan bendanya untuk digunakan di jalan kebaikan. Hak milik berupa materi yang telah diwakafkan dianggap sebagai milik Allah yang harus dimanfaatkan untuk kepentingan masyarakat sesuai dengan tujuan wakaf. Sementara itu, menurut Abu Yusuf sebagaimana yang dikutip oleh Imbang J. Mangkuto, wakaf adalah melepaskan kepemilikan individu atas suatu harta (properti), menyerahkannya secara permanen kepada Allah SWT, dan mendedikasikan manfaatnya untuk orang lain.
Kompilasi Hukum Islam memberikan definisi wakaf melalui Pasal 215 yang menyebutkan bahwa wakaf adalah perbuatan hukum seseorang, atau kelompok orang atau badan hukum yang memisahkan sebagian dari benda miliknya dan melembagakannya untuk selama-lamanya guna kepentingan ibadah atau keperluan umum lainnya sesuai dengan ajaran Islam.
Selanjutnya dalam Pasal 1 butir 1 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf dinyatakan bahwa wakaf adalah perbuatan hukum wakif untuk memi¬sahkan dan/atau menyerahkan sebagian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan kepentingannya guna keperluan ibadah dan/atau kesejahteraan umum menurut syariah.
Dari beberapa pengertian wakaf di atas, dapat ditarik cakupan wakaf, yaitu:
a. Harta benda milik seseorang atau sekelompok orang.
b. Harta tersebut dilepas kepemilikannya oleh pemiliknya.
c. Harta yang dilepas kepemilikannya tersebut, tidak bisa dihibahkan, diwariskan, atau diperjualbelikan.
d. Manfaat dari harta benda tersebut untuk kepentingan umum sesuai dengan ajaran agama Islam.
Dalam fiqih Islam, wakaf sebenarnya dapat meliputi berbagai benda, walaupun berbagai riwayat/hadist yang menceritakan masalah wakaf ini adalah mengenai tanah, tapi berbagai ulama memahami bahwa wakaf non tanahpun boleh saja asal bendanya tidak langsung musnah/habis ketika diambil manfaatnya.
Hal tersebut di atas juga diatur dalam Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004, dimana dicantumkan dalam Pasal 16 yang menyebutkan bahwa harta benda wakaf terdiri dari benda bergerak dan benda tidak bergerak. Dengan demikian Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tidak membatasi bahwa wakaf hanya diperuntukkan untuk tanah saja, tetapi juga benda bergerak. Namun dalam praktik yang terjadi di Indonesia, pada umumnya kalau berbicara tentang wakaf, maka akan dikaitkan dengan tanah.
Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 mengatur wakaf secara umum, artinya Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tidak mengatur secara khusus mengenai wakaf tanah hak milik, sehingga pelaksanaan wakaf tanah hak milik yang banyak terjadi di Indonesia tetap didasarkan pada Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977 tentang Perwakafan Tanah Milik.
Di sinilah letak kekurangan dari Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004, walaupun tujuan diterbitkannya Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 untuk memberikan pengaturan tentang pelaksanaan wakaf, namun Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 sendiri tidak mengatur secara khusus tentang wakaf tanah hak milik yang lebih banyak terjadi di Indonesia dibandingkan wakaf benda bergerak.
Adanya perkembangan lembaga perwakafan tanah milik yang berkembang di Indonesia mengilhami pembuat/perancang UUPA memasukkan salah satu pasal dalam UUPA yang mengatur khusus mengenai Perwakafan Tanah Milik ini, yaitu Pasal 49 yang berbunyi sebagai berikut:
(1) Hak milik tanah benda-benda keagamaan dan sosial sepanjang dipergunakan untuk usaha dalam bidang keagamaan dan sosial diakui dan dilindungi;
(2) Badan-badan tersebut dijamin pula akan memperoleh tanah yang cukup untuk bangunan dan usahanya dalam bidang keagamaan dan sosial. Untuk keperluan peribadatan dan keperluan suci lainnya sebagai dimaksud dalam Pasal 14 dapat diberikan tanah yang dikuasai langsung oleh negara dengan hak pakai;
(3) Perwakafan tanah milik dilindungi dan diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Mengacu pada ketentuan yang termaktub dalam Pasal 49 UUPA di atas, maka ini merupakan pengakuan secara yuridis formal keberadaan perwakafan tanah milik oleh negara sehingga telah disejajarkan dengan hak-hak yang terdapat dalam UUPA lainnya, misalnya Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai. Namun demikian, perintah ayat (3) Pasal 49 tersebut terjawab setelah berlakunya UUPA kurang lebih 17 tahun, ketika setelah pada tahun 1977 pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977 tentang Perwakafan Tanah Milik.
Kegunaan tanah wakaf adalah sebagaimana fungsi wakaf pada umumnya, yaitu untuk kemaslahatan umat, namun secara khusus Undang- Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf mengatur bahwa peruntukan tanah wakaf adalah tergantung pada ikrar wakaf yang dibuat.
Ikrar wakaf merupakan pengucapan suci yang diucapkan secara ikhlas untuk menyerahkan hartanya yang akan dipergunakan di jalan Allah. Oleh karena itu pihak yang akan memanfaatkan tanahnya harus melengkapi dengan surat-surat yang berkaitan dengan tanah tersebut.
Hal tersebut diatur dalam Pasal 9 ayat (5) Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977, yaitu sebagai berikut:
”Dalam melaksanakan ikrar seperti dimaksud ayat (1), pihak yang mewakafkan tanah diharuskan membawa serta dan menyerahkan kepada pejabat tersebut surat-surat berikut: (a) sertifikat hak milik atau bukti pemilikan tanah lainnya, (b) surat keterangan dari kepala desa yang diperkuat oleh kepala kecamatan setempat yang menerangkan kebenaran kepemilikan tanah dan tidak tersangkut sesuatu perkara, (c) surat keterangan pendaftaran tanah, (d) izin dari bupati/walikotamadya kepala daerah c.q. Kepala Subdirektorat Agararia setempat”.
Apabila memperhatikan ketentuan Pasal 9 ayat (5) Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977 berikut penjelasannya di atas, tersirat bahwa Akta Ikrar Wakaf merupakan akta otentik yang dapat dipergunakan dalam penyelesaian sengketa yang mungkin timbul dikemudian hari tentang tanah yang diwakafkan. Dengan perkataan lain, Akta Ikrar Wakaf merupakan alat bukti atas pelaksanaan wakaf sekaligus menerangkan status tanah wakafnya.
Hal pokok yang sering menimbulkan permasalahan perwakafan dalam praktik adalah masih banyaknya wakaf tanah yang tidak ditindaklanjuti dengan pembuatan akta ikrar wakaf. Pelaksanaan wakaf yang terjadi di Indonesia masih banyak yang dilakukan secara agamis atau mendasarkan pada rasa saling percaya. Kondisi ini pada akhirnya menjadikan tanah yang diwakafkan tidak memiliki dasar hukum, sehingga apabila dikemudian hari terjadi permasalahan mengenai kepemilikan tanah wakaf penyelesaiannya akan menemui kesulitan, khususnya dalam hal pembuktian.
Hal lain yang sering menimbulkan permasalahan dalam praktik wakaf di Indonesia adalah dimintanya kembali tanah wakaf oleh ahli waris wakif dan tanah wakaf dikuasai secara turun temurun oleh Nadzir yang penggunaannya menyimpang dari akad wakaf.
Dalam praktik sering didengar dan dilihat adanya tanah wakaf yang diminta kembali oleh ahli waris wakif setelah wakif tersebut meninggal dunia. Kondisi ini pada dasarnya bukanlah masalah yang serius, karena apabila mengacu pada ketentuan peraturan perundang-undangan, wakaf dapat dilakukan untuk waktu tertentu, sehingga apabila waktu yang ditentukan telah terlampaui, wakaf dikembalikan lagi kepada ahli waris wakif. Namun khusus untuk wakaf tanah, ketentuan pembuatan akta ikrar wakaf telah menghapuskan kepemilikan hak atas tanah yang diwakafkan sehingga tanah yang diwakafkan tersebut tidak dapat diminta kembali.
Selanjutnya mengenai dikuasainya tanah wakaf oleh nadzir secara turun temurun dan penggunaannya yang tidak sesuai dengan ikrar wakaf, hal ini dikarekan kurangnya pengawasan dari instansi yang terkait. Ahli waris atau keturunan nadzir beranggapan bahwa tanah tersebut milik nadzir sehingga penggunaannya bebas sesuai kepentingan mereka sendiri. Hal ini akibat ketidaktahuan ahli waris nadzir.
Mendasarkan uraian tersebut di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa alasan atau penyebab terjadinya sengketa wakaf adalah belum tertampungnya pengaturan tentang tanah wakaf yang banyak terjadi di Indonesia pada Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004, masih banyaknya wakaf tanah yang tidak ditindaklanjuti dengan pembuatan akta ikrar wakaf, dimintanya kembali tanah wakaf oleh ahli waris wakif dan tanah wakaf dikuasai secara turun temurun oleh nadzir.
2. Cara Penyelesaiannya Dalam Hal Terjadi Sengketa Wakaf
Pasal 62 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf menegaskan bahwa penyelesaian sengketa perwakafan ditempuh melalui musyawarah untuk mufakat. Apabila penyelesaian sengketa melalui musyawarah tidak berhasil, sengketa dapat diselesaikan melalui mediasi, arbitrase, atau pengadilan. Selanjutnya disebutkan dalam penjelasannya, bahwa yang dimaksud dengan mediasi adalah penyelesaian sengketa dengan bantuan pihak ketiga (mediator) yang disepakati oleh pihak yang bersengketa. Dalam hal mediasi tidak berhasil menyelesaikan sengketa, maka sengketa tersebut dapat dibawa kepada badan arbitrase syariah. Dalam hal badan arbitrase syariah tidak berhasil menyelesaikan sengketa, maka sengketa tersebut dapat dibawa ke pengadilan agama dan/atau mahkamah syariah.
Hal tersebut sejalan dengan Pasal 49 ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 sebagaimana telah diamandemen dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Peradilan Agama, yang menyebutkan “Pengadilan Agama bertugas dan memeriksa, memutus dan menyelesaikan perkara-perkara di tingkat pertama antara orang-orang yang beragama Islam, di bidang :
a) perkawinan ;
b) waris ;
c) wasiat;
d) hibah;
e) wakaf;
f) zakat;
g) infaq;
h) shadaqah; dan
i) ekonomi syari’ah.
Mengenai teknis dan tata cara pengajuan gugatan ke Pengadilan Agama, dilakukan menurut ketentuan yang berlaku. Kemudian Pasal 229 Kompilasi Hukum Islam menegaskan bahwa: “Hakim dalam menyelesaikan perkara-perkara yang diajukan kepadanya wajib memperhatikan dengan sungguh-sungguh nilai-nilai hukum yang hidup dalam masyarakat, sehingga putusannya sesuai dengan rasa keadilan”.
Kompilasi Hukum Islam tidak mengatur masalah ketentuan pidana dalam perwakafan, namun demikian bukan karena kompilasi tidak setuju adanya ketentuan ini, akan tetapi lebih karena posisi kompilasi adalah merupakan pedoman dalam perwakafan. Oleh karena itu apabila terjadi pelanggaran pidana dalam perwakafan, maka penyelesaiannya dapat didasarkan pada Pasal 67 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004, yaitu:
(1) Setiap orang yang dengan sengaja menjaminkan, meng¬hibahkan, menjual, mewariskan, mengalihkan dalam bentuk pengalihan hak lainnya harta benda wakaf yang telah diwakafkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 atau tanpa izin menukar harta benda wakaf yang telah diwakafkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
(2) Setiap orang yang dengan sengaja mengubah peruntukan harta benda wakaf tanpa izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp. 400.000.000,00 (empat ratus juta rupiah).
(3) Setiap orang yang dengan sengaja menggunakan atau mengambil fasilitas atas hasil pengelolaan dan pengem¬bangan harta benda wakaf melebihi jumlah yang ditentukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp. 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah).
Selain sanksi pidana tersebut di atas, juga terdapat sanksi administrasi, yaitu sebagaimana tercantum dalam Pasal 68 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004, yaitu sebagai berikut:
(1) Menteri dapat mengenakan sanksi administratif atas pelanggaran tidak didaftarkannya harta benda wakaf oleh lembaga keuangan syariah dan PPAIW sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 dan Pasal 32;
(2) Sanksi administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa:
a. peringatan tertulis:
b. penghentian sementara atau pencabutan izin kegiatan di bidang wakaf bagi lembaga keuangan syariah;
c. penghentian sementara dari jabatan atau penghentian dari jabatan PPAIW.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pengaturan dalam Peraturan Pemerintah dimaksud pada Pasal 68 ayat (3) Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tersebut adalah Pasal 57 Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2006 yang menyatakan sebagai berikut :
(1) Menteri dapat memberikan peringatan tertulis kepada LKS-PWU yang tidak menjalankan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25.
(2) Peringatan tertulis paling banyak diberikan 3 (tiga) kali untuk 3 (tiga) kali kejadian yang berbeda.
(3) Penghentian sementara atau pencabutan izin sebagai LKS-PWU dapat dilakukan setelah LKS-PWU dimaksud telah menerima 3 kali surat peringatan tertulis.
(4) Penghentian sementara atau pencabutan izin sebagai LKS-PWU dapat dilakukan setelah mendengar pembelaan dari LKS-PWU dimaksud dan/atau rekomendasi dari instansi terkait.
Apabila diuraikan, muatan pasal-pasal pelaksanaan wakaf yang apabila dilanggar dikenakan sanksi adalah :
a. Wakif yang mewakafkan bendanya tidak diikrarkan secara tegas, dihadapan PPAIW kepada nadzir tanpa disaksikan dua saksi;
b. Nadzir tidak terdaftar di Kantor Urusan Agama Kecamatan setempat;
c. Nadzir tidak mengurus dan mengawasi kekayaan wakaf dan hasilnya;
d. Nadzir tidak membuat laporan secara periodik;
e. Wakif tidak datang dihadapan PPAIW untuk ikrar wakaf;
f. PPAIW tidak mengajukan permohonan kepada Bupati/Walikotamadya c.q Kepala Badan Pertanahan untuk mendaftarkan perwakafan;
g. Kepala Badan Pertanahan Kabupaten/Kotamadya atas nama Bupati/ Walikotamadya tidak mencatat permohonan pencatatan tanah wakaf;
h. Perubahan peruntukan tanah wakaf tanpa persetujuan Menteri Agama.
Untuk mengetahui praktik penyelesaian sengketa wakaf, berikut disampaikan terlebih dahulu salah satu contoh kasus sengketa wakaf yang terjadi di Kabupaten Kudus, yaitu antara Raginah sebagai wakif dan Ridwan sebagai nadzirnya.
Seorang penduduk Desa Beru Genjang Kecamatan Undaan Kudus yang tidak mempunyai keturunan bernama Raginah mewakafkan sebidang tanah berupa tanah sawah terletak di blok Pereng. Tanah wakaf tersebut diterima dan dikelola untuk keperluan masjid yang bernama masjid Al Mubarok sedang yang bertindak sebagai nadzir pada waktu itu adalah Ridwan. Sejak diikrarkan lafal wakaf tanah oleh wakif yang bernama Raginah pada tahun 1974 dengan diketahui dan disaksikan oleh adik kandung Raginah, maka wakaf oleh Raginah dinyatakan sah.
Dalam perkembangannya, setelah Raginah selaku wakif dan Ridwan selaku nadzir meninggal dunia, ahli waris Ridwan menjual tanah wakaf tersebut kepada pihak ketiga.
Dari pihak Raginah, yaitu kedua adik kandungnya yang pernah menjadi saksi merasa keberatan atas jual beli tanah yang diwakafkan oleh Raginah. Kedua adik Raginah tersebut sempat berkonsultasi kepada kepala desa dan tokoh agama setempat untuk menyelesaikan permasalahan tersebut secara kekeluargaan, namun karena ahli waris Ridwan bersikukuh bahwa tanah yang dijualnya bukan tanah wakaf tetapi hak milik almarhum Ridwan, maka pihak Raginah mengajukan gugatan melalui Pengadilan Agama Kudus, yang pada akhirnya sesuai dengan bukti-bukti dan fakta yang ada Pengadilan Agama Kudus memenangkan gugatan kedua adik kandung Raginah.
Mendasarkan pada contoh kasus tersebut di atas, dapat diketahui bahwa dalam hal terjadi sengketa wakaf, upaya penyelesaian yang dilakukan pertama-tama adalah melalui upaya musyawarah, baru apabila kemudian dari musyawarah yang dilakukan belum menemukan titik temu, penyelesaiannya diupayakan melalui Pengadilan Agama.

D. Kesimpulan
Dari apa yang telah penulis kemukakan di atas, maka penulis dapat menarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Alasan atau penyebab terjadinya sengketa wakaf adalah belum tertampungnya pengaturan tentang tanah wakaf yang banyak terjadi di Indonesia pada Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004, masih banyaknya wakaf tanah yang tidak ditindaklanjuti dengan pembuatan akta ikrar wakaf, dimintanya kembali tanah wakaf oleh ahli waris wakif dan tanah wakaf dikuasai secara turun temurun oleh nadzir.

2. Dalam hal terjadi sengketa wakaf, upaya penyelesaian yang dilakukan pertama-tama adalah melalui upaya musyawarah, baru apabila kemudian dari musyawarah yang dilakukan belum menemukan titik temu, penyelesaiannya diupayakan melalui Pengadilan Agama.

DAFTAR PUSTAKA






Tindak Pidana Homoseks

BAB I

PENDAHULUAN


A. Latar Belakang
Topik yang diangkat pada pembahasan makalah sederhana ini sudah menjadi permasalahan yang melekat pada diri manusia sejak awal penciptaannya. Dimulai pada penciptaan Nabi Adam as. yang disusul oleh kehadiran Siti Hawa. Ketika pertama kali tercipta, hal mendasar yang mereka lakukan adalah mencari dedaunan untuk menutup aurat mereka masing-masing, sehingga memperkecil kemungkinan untuk terjadi perzinaan, walaupun tujuan utama mereka melakukan itu adalah guna menutupi kemaluan atau aurat mereka. Akan tetapi, esensi dari penutupan aurat tersebut adalah menghindari terjadinya nafsu seksual yang dilarang oleh Allah SWT. Hal tersebut membuktikan bahwa secara naluriah atau kodrati, manusia memiliki rasa etika dan estetika dalam menyikapi anugerah yang telah diberikan Allah SWT dalam wujud nafsu birahi maupun bentuk fisik anatomi tubuh manusia itu sendiri.

Namun demikian, yang terjadi pada dasawarsa dan masa modern terakhir di Indonesia maupun dunia internasional dalam menyikapi nafsu seksual tersebut berbalik 180 dari peristiwa empiris pada Nabi Adam as. dan Siti Hawa seperti yang tersebut diatas. Para wanita tidak merasa malu lagi ketika berpakaian minim dan para pria tidak lagi merasa ragu-ragu atas menggunakan jasa prostitusi. Bahkan, apa yang terjadi pada kaum Sodom (umat Nabi Luth as) yakni homoseksualitas (baik gay maupun lesbian), sudah menjadi hal yang biasa. Luar biasa anehnya lagi, di negara Belanda, homoseksual sudah menjadi budaya mereka dengan dikeluarkannya hukum politik atas perkawinan antara para kaum gay atau lesbian.[1]

Homoseksual (liwath) merupakan perbuatan asusila yang sangat terkutuk dan menunjukkan pelakunya seseorang yang mengalami penyimpangan psikologis dan tidak normal. Berbicara tentang homoseksual di negara-negara maju, maka kondisinya sudah sangat memprihatinkan. Di negara-negara tersebut kegiatannya sudah dilegalkan. Yang lebih menyedihkan lagi, bahwa 'virus' ini ternyata juga telah mewabah di negara-negara berkembang, termasuk Indonesia.
Dampak negatif yang ditimbulkan perbuatan liwath (homoseksual), sebagaimana perkataan jumhur ulama dari para shahabat mengatakan, “Tidak ada satu perbuatan maksiat pun yang kerusakannya lebih besar dibanding perbuatan homoseksual. Bahkan dosanya berada persis di bawah tingkatan kekufuran bahkan lebih besar dari kerusakan yang ditimbulkan tindakan pembunuhan.” Allah subhanahu wata’ala tidak pernah menguji dengan ujian yang seberat ini kepada siapa pun umat di muka bumi ini selain umat Nabi Luth. Dia memberikan siksaan kepada mereka dengan siksaan yang belum pernah dirasakan oleh umat manapun. Hal ini terlihat dari beraneka ragamnya adzab yang menimpa mereka, mulai dari kebinasaan, dibolak-balikkannya tempat tinggal mereka, dijerembabkannya mereka ke dalam perut bumi dan dihujani bebatuan dari langit. Ini tak lain karena demikian besarnya dosa perbuatan tersebut.
Dinamika homoseksual tersebut, secara garis besar (mainstream) akan penulis uraikan dari beberapa aspek, yakni agama (menurut pendapat para ulama), kejiwaan/psikis, akal/daya pikiran, keturunan/regenerasi dan harta. Aspek-aspek tersebut adalah bagian yang melekat kepada setiap individu. Sehingga akibat apa yang mungkin ditimbulkan dari perbuatan homoseksual yang dilakukan individu terhadap aspek-aspek tersebut.

B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dari makalah ini yaitu:
1. Apakah pengertian dari homoseksual?
2. Bagaimanakah hukum homoseksual menurut pandangan:
a. Agama (pendapat para ulama);
b. Kejiwaan/psikis; dan
c. Harta?


BAB II
TINDAK PIDANA HOMOSEKSUAL


A. Pengertian Homoseksual dan Sejarah Homoseksual
Homoseksualitas mengacu pada interaksi seksual dan/atau romantis antara pribadi yang berjenis kelamin sama. Pada penggunaan mutakhir, kata sifat homoseks digunakan untuk hubungan intim dan/atau hubungan seksual di antara orang-orang berjenis kelamin yang sama, yang bisa jadi tidak mengidentifikasi diri mereka sebagai gay atau lesbian. Istilah gay adalah suatu istilah tertentu yang digunakan untuk merujuk kepada pria homoseks. Sedangkan lesbian adalah suatu istilah tertentu yang digunakan untuk merujuk kepada wanita homoseks.
Definisi tersebut bukan definisi mutlak mengingat hal ini diperumit dengan adanya beberapa komponen biologis dan psikologis dari seks dan gender, dan dengan itu seseorang mungkin tidak seratus persen pas dengan kategori di mana ia digolongkan. Beberapa orang bahkan menganggap ofensif perihal pembedaan gender (dan pembedaan orientasi seksual).
Homoseksualitas dapat mengacu kepada:
1. Orientasi seksual yang ditandai dengan kesukaan seseorang dengan orang lain mempunyai kelamin sejenis secara biologis atau identitas gender yang sama.
2. Perilaku seksual dengan seseorang dengan gender yang sama sekali tidak peduli orientasi seksual atau identitas gender.
3. Identitas seksual atau identifikasi diri, yang mungkin dapat mengacu kepada
perilaku homoseksual atau orientasi homoseksual.
Ungkapan seksual dan cinta erotis sesama jenis telah menjadi suatu corak dari sejarah kebanyakan budaya yang dikenal sejak awal sejarah. Sampai abad ke-19 M, tindakan dan hubungan seperti itu dilihat sebagai orientasi seksual yang bersifat relatif stabil. Penggunaan pertama kata homoseksual yang tercatat dalam sejarah adalah pada tahun 1869 oleh Karl-Maria Kertbeny, dan kemudian dipopulerkan penggunaannya oleh Richard Freiherr von Krafft-Ebing dalam bukunya Psychopathia Sexualis.
Di tahun-tahun sejak Krafft-Ebing, homoseksualitas telah menjadi suatu pokok kajian dan debat. Mula-mula dipandang sebagai penyakit untuk diobati, sekarang lebih sering diselidiki sebagai bagian dari suatu proyek yang lebih besar untuk memahami ilmu hayati, ilmu jiwa, politik, genetika, sejarah dan variasi budaya dari identitas dan praktek seksual. status legal dan sosial dari orang yang melaksanakan tindakan homoseks atau mengidentifikasi diri mereka gay atau lesbian beragam di seluruh dunia.

B. Pandangan Homoseksual dari Aspek Agama (Pendapat Para Ulama)
Seluruh umat Islam sepakat bahwa homoseksual termasuk dosa besar. Oleh karena perbuatan yang menjijikkan inilah Allah kemudian memusnahkan kaum nabi Luth as. dengan cara yang sangat mengerikan. Allah SWT berfirman:
“Mengapa kamu mendatangi jenis lelaki di antara manusia, dan kamu tinggalkan isteri-isteri yang dijadikan oleh Tuhanmu untukmu, bahkan kamu adalah orang-orang yang melampaui batas.” (QS. As-Syu’araa: 165-166)
Bahkan homoseksual jauh lebih menjijikkan dan hina daripada perzinaan, sebagaimana sabda Rasulullah SAW:
Bunuhlah fa’il dan maf ’ulnya (kedua-duanya). (HR. Abu Daud dan Tirmidzi)
Oleh karena itulah ancaman hukuman terhadap pelaku homoseksual jauh lebih berat dibandingkan dengan hukuman bagi pezina. Didalam perzinaan, hukuman dibagi menjadi dua yaitu bagi yang sudah menikah dihukum rajam, sedangkan bagi yang belum menikah di cambuk 100 kali dan diasingkan selama satu tahun. Adapun dalam praktek homoseksual tidak ada pembagian tersebut. Asalkan sudah dewasa dan berakal (bukan gila) maka hukumannya sama saja (tidak ada perbedaan hukuman bagi yang sudah menikah atau yang belum menikah).[2]
Sebenarnya ulama-ulama fiqhi berbeda pendapat mengenai hukuman bagi pelaku homoseksual. Diantara pendapat para ulama tersebut adalah:
1. Fuqaha madzhab Hanbali: Mereka sepakat bahwa hukuman bagi pelaku homoseksual sama persis dengan hukuman bagi pelaku perzinaan. Yang sudah menikah dirajam dan yang belum menikah dicambuk 100 kali dan diasingkan selama setahun. Adapun dalil yang mereka pergunakan adalah qiyas. Karena definisi homoseksual (liwath) menurut mereka adalah menyetubuhi sesuatu yang telah diharamkan oleh Allah. Maka mereka menyimpulkan bahwa hukuman bagi pelakunya adalah sama persis dengan hukuman bagi pelaku perzinaan. Tetapi qiyas yang mereka lakukan adalah qiyas ma’a al-fariq(mengqiyaskan sesuatu yang berbeda) karena liwath (homoseksual) jauh lebih menjijikkan dari pada perzinahan.
2. Pendapat kedua mengatakan bahwa hukuman bagi pelaku homoseksual adalah hukuman mati. Karena virus ini kalau saja tersebar dimasyarakat maka ia akan menghancukan masyarakat tersebut.
3. Syekh Ibnu Taymiyah mengatakan bahwa seluruh sahabat Rasulullah SAW sepakat bahwa hukuman bagi keduanya adalah hukuman mati, sebagaimana sabda Rasulullah SAW:
“Barangsiapa kamu temui melakukan perbuatan kaum Luth (homoseksual), maka bunuhlah al-fail dan al-maf ’ul bi (kedua-duanya)”.
Hanya saja para sahabat berbeda pendapat tentang cara ekskusinya. Sebagian sahabat mengatakan bahwa kedua-duanya harus dibakar hidup-hidup, sehingga menjadi pelajaran bagi yang lain. Pendapat ini diriwayatkan dari khalifah pertama Abu Bakar as-Shiddiq. Sahabat yang lain berpendapat bahwa cara ekskusinya sama persis dengan hukuman bagi pezina yang sudah menikah (rajam). Adapun pendapat yang ketiga adalah keduanya dibawa ke puncak yang tertinggi di negeri itu kemudian diterjunkan dari atas dan dihujani dengan batu. Karena dengan demikianlah kaum Nabi Luth as. dihukum oleh Allah SWT.
Yang terpenting keduanya harus dihukum mati, karena ini adalah penyakit yang sangat berbahaya dan sulit dideteksi. Jika seorang laki-laki berjalan berduaan dengan seorang perempuan mungkin seseorang akan bertanya: ”Siapa perempuan itu?”. Tetapi ketika seseorang laki-laki berjalan dengan laki-laki lain akan sulit dideteksi karena setiap laki-laki berjalan dengan laki-laki lain. Tetapi tentunya tidak semua orang bisa menjatuhkan hukuman mati, hanya hakim atau wakilnya-lah yang berhak, sehingga tidak terjadi perpecahan dan kezaliman yang malah menyebabkan munculnya perpecahan yang lebih dahsyat.

C. Pandangan Homoseksual dari Aspek Kejiwaan/Psikis
Keterkaitan antara aspek psikis pelaku perzinaan atau homoseksual adalah faktor yang saling mendukung dan saling mempengaruhi otak untuk melakukan perbuatan tersebut. Berikut adalah deskripsi kejiwaan pezina atau homoseksual:
a. Psikis “ hewani” mendominasi jiwa mereka.
Maksudnya adalah kejiwaan manusia pelaku sudah tidak manusiawi lagi. Kondisi yang ada ketika melakukan perzinaan baik bagi hetero seksual maupun homoseksual, adalah psikis hewani yang mementingkan pemuas nafsu birahi belaka. Sedangkan manusia, adalah makhluk yang beradab dengan dilengkapi naluri manusiawi dan akal yang (seharusnya) sehat.
b. Psikis yang adiktif akan perzinaan.
Apabila seseorang melakukan zina atau homoseksual, secara statistik pasti akan mengulanginya lagi (adiktif). Hal ini dibuktikan dengan meningkatnya penderita HIV/AIDS baik dalam skala nasional maupun internasional. Sedangkan cara penularan virus HIV/AIDS yang paling banyak dijumpai adalah dengan gonta-ganti pasangan seksual (baik heteroseksual maupun homoseksual).
Cara penularan yang kedua adalah dengan penggunaan jarum suntik yang tidak bersih secara klinis. Dengan demikian, akibat kejiwaan adiktif terhadap perzinaaan tersebut, mengakibatkan pada kesehatan fisik si pelaku perbuatan keji tersebut.
c. Psikis yang ekstra posesif.
Hal ini pada umumnya, didominasi oleh gay/ lesbian. Contoh kasus yang tengah menjadi sorotan publik saat ini adalah kasus pembunuhan berantai yang dilakukan oleh tersangka Ryan atau Very Idham Afriansyah. Setelah dilakukan uji psikologis oleh Tim Dokter Polri, tersangka Ryan divonis menderita kelainan kejiwaan yang dalam bahasa psikologi disebut psikopat, yakni kondisi kejiwaan yang sangat labil dan tidak dapat membedakan perbuatan yang baik atau buruk. Hal tersebut dapat terjadi pada setiap orang yang salah satu pemicunya adalah sifat yang ekstra posesif (rasa memiliki terhadap sesuatu yang berlebihan). Dalam konteks kasus Ryan, ekstra posesifnya terhadap kekasih gay-nya sehingga ia melakukan pembunuhan secara mutilasi terhadap korban almarhum Ir. Hery.

D. Pandangan Homoseksual dari Aspek Harta
Salah satu dari beberapa konsekuensi bagi para pezina atau homoseksual adalah membelanjakan harta mereka ‘diluar rencana’ dan secara ekonomis, hal ini merugikan. Bagaimana tidak? Si pelaku tersebut harus mengeluarkan uang atau harta lainnya diluar rencana untuk meluluskan atau melampiaskan keinginan birahinya, sebab perzinaan dan homoseksual adalah kegiatan yang diluar kebiasaan manusia pada umumnya. Belum lagi, apabila dideteksi secara medis terkena penyakit yang diakibatkan gonta-ganti pasangan seksual, pastinya akan mengeluarkan dana untuk upaya pemulihan. Apakah hal tersebut (terkena penyakit kelamin) masuk dalam rencana kehidupan?

E. Pandangan Homoseksual dari Aspek Kesehatan
Islam sangat keras dalam memberikan hukuman atas kejahatan yang satu ini karena dampaknya yang buruk dan kerusakan yang ditimbulkannya kepada pribadi dan masyarakat.
Dampak negatif tersebut di antaranya adalah sebagai berikut:
a. Benci terhadap wanita.
Kaum Luth berpaling dari wanita dan kadang bisa sampai tidak mampu untuk menggauli mereka. Oleh karena itu, hilanglah tujuan pernikahan, yakni untuk
memperbanyak keturunan. Seandainya pun seorang homo itu bisa menikah, maka
istrinya akan menjadi korbannya, tidak mendapatkan ketenangan, kasih sayang, dan belas kasih. Hidupnya tersiksa, bersuami tetapi seolah tidak bersuami.
b. Efek terhadap syaraf.
Kebiasaan jelek ini mempengaruhi kejiwaan dan memberikan efek yang sangat kuat pada syaraf. Sebagai akibatnya dia merasa seolah dirinya diciptakan bukan sebagai laki-laki, yang pada akhirnya perasaan itu membawanya kepada penyelewengan. Dia merasa cenderung dengan orang yang sejenis dengannya.
c. Efek terhadap otak.
d. Menyebabkan pelakunya menjadi pemurung.
e. Seorang homoseks selalu merasa tidak puas dengan pelampiasan hawa nafsunya.
f. Hubungan homoseksual dengan kejelekan akhlak.
Kita dapatkan mereka jelek perangai dan tabiatnya. Mereka hampir tidak bisa membedakan antara yang baik dan yang buruk, yang mulia dan yang hina.
g. Melemahkan organ tubuh yang kuat dan bisa menghancurkannya. Karena organ- organ tubuhnya telah rusak, maka didapati mereka sering tidak sadar setelah mengeluarkan---maaf---air seni dan mengeluarkan kotoran dari duburnya tanpa terasa.
h. Hubungan homoseksual dengan kesehatan umum.
Mereka terancam oleh berbagai macam penyakit. Hal ini disebabkan karena merasa lemah mental dan depresi.
i. Pengaruh terhadap organ peranakan.
Homoseksual dapat melemahkan sumber-sumber utama pengeluaran mani dan membunuh sperma sehingga akan menyebabkan kemandulan.

F. Pandangan Homoseksual dari Aspek Akal/Daya Pikir
Tidak jauh berbeda dengan kondisi kejiwaan pelaku perzinaan, kondisi akal atau daya pikiran pelaku homoseksual pasti akan berakibat tendensius negatif. Logikanya, apabila situasi psikis seorang labil, maka akan mempengaruhi daya pikir otak si manusia itu sendiri dalam mengambil keputusan. Hal ini disebabkan oleh manusia terdiri dari jasmani dan rohani yang satu sama lain saling mempengaruhi.


BAB III
PENUTUP


A. Kesimpulan
Pengertian homoseksual tidak perlu dijelaskan panjang lebar karena istilah ini sudah sangat umum dan dapat dimengerti dengan baik oleh masyarakat. Oleh karena itu dalam pemaparan ini tidak kami jelaskan mengenai pengertian tersebut.
Homoseksual adalah sebuah pengingkaran terhadap hakikat alami dan utama dari makhluk hidup yaitu berkembang biak, makhluk hidup itu jangankan manusia, tumbuhan saja berkembang biak, meski caranya tentu berbeda dengan manusia.
Sedangkan yang kedua mengingkari keberadaan hal-hal yang saling berlawanan namun menjadi satu kesatuan, seperti misalnya panas dan dingin, jahat dan baik, negatif dan positif, semua hal di dunia ini memiliki pasangan yang justru merupakan suatu hal yang berlawanan, adalah tidak alamiah jika menyatukan dua hal yang sama menjadi satu, magnit saja tidak pernah mau bersatu (tolak-menolak) apabila dua kutubnya yang sama dipertemukan, lain halnya jika dua kutub berbeda yang di pertemukan, maka tindakan ini akan menghasilkan kegiatan tarik menarik.


DAFTAR PUSTAKA



[1] Harian Surat Kabar Seputar Indonesia, Edisi Juli 2008

FILSAFAT ABAD RENAISSANCE

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah
Zaman Renaissance merupakan suatu zaman di antara sekian zaman yang telah menyejarah dalam hidup manusia zaman ini. Bagi para pemikir dan ilmuwan, zaman ini ternyata menjadi suatu era baru sekaligus sebagai suatu sumbangsih yang besar terhadap eksistensi manusia sebagai makhluk rasional. Terlepas dari zaman ini, baiklah kalau kita melihat kebelakang sebelum zaman renaissance ini. Tepatnya pada abad pertengahan yaitu abad 14-16 M. Semua kebenaran di dominasi oleh iman Kristen. Pada abad ini, orang hidup dalam suatu kebudayaan di mana agama menjadi esensial dalam hidup. Penelitian dan eksperimen yang dilakukan dengan menggunakan kemampuan rasio, tidak juga mendapat tempatnya. Hal ini pun merembas pada bidang filsafat. Dalam filsafatnya Plato dan Aristoteles orang kristen menggunakannya untuk menjelaskan kebenaran iman Kristen. Misalnya diinspirasikan oleh dualisme Plato, St. Sgustinus menjelaskan bahwa jiwa manusia adalah substansi abadi yang menggunakan tubuh. Jiwa bersifat kekal dan tubuh dapat hancur. Tubuh hancur dan jiwa kembali kepada Allah. Sementara menurut Thomas Aquinas yang memandang filsafat Aristoteles tentang “penggerak pertama dan penyebab terakhir yang tak dapat digerakkan” disebut oleh Thomas begitu saja sebagai jalan untuk membuktikan eksistensi Tuhan.
Dengan adanya kewenangan yang terlampau kuat dari pihak Gereja terhadap pelbagai kebenaran yang muncul dari pelbagai disiplin ilmu pada abad itu, kini muncul pertanyaan bagi kita: apakah tidak ada otoritas yang melebihi otoritas Gereja pada saat itu? Dan bagai mana usaha mengatasi kewibawaan Gereja yang didasarkan pada kebenaran iman dan wayu? Siapa saja yang mempunyai andil yang besar dalam gerekan pembaharuan ini?


BAB II

ABAD RENAISSANCE

Pada bagian ini kita akan mencoba memahami apa sebenarnya renaissaance itu. Lewat literatur yang ada penulis akan berusaha untuk menghantar kita pada suatu pemahaman yang kurang lebih mendekati kebenaran berdasarkan sumber-sumber yang ada.
II.1. Pengertian Renaissance
Kata renaissance ini berasal dari kata bahasa Prancis yang artinya adalah “Kelahiran kembali atau kebangkitan kembali”. Kata Renaissance ini juga diturunkan dalam bahasa inggris yaitu Re yang artinya “Lagi, Kembali” dan Naisance yang artinya “Kelahiran”. Arti ini tidak beda jauh dari bahasa Prancis tadi.
Sementara dalam bahasa latin ada kata yang juga menunjuk pada kata pengertian seperti kata Prancis yaitu “Nascientia” yang berarti kelahiran, lahir atau dilahirkan (Nasiar, Natus).
Jadi arti dari semua istilah dari berbagai bahasa tadi menunjuk pada suatu gerekan yang meliputi suatu zaman dimana orang merasa dilahirkan kembali dalam keadaban.Gerakan ini juga menunjuk pada zaman dimana ditekankan otonomi dan kedaulatan manusia dalam berpikir, berkreasi serta mengembangkan seni dan sastra dan ilmu pengetahuan.
II.2. Kedudukan Renaissance dalam sejarah
Gerakan ini diterapkan pada periode waktu di Eropa Barat yang merentang dari abad 14 hingga 16. Istilah ini akhirnya muncul kembali setelah Michael 1885 dan Burckhardt pada 1860 menggunakan istilah ini dalam judul karya-karya sejarah tentang Prancis dan Italia. Periode tadi dipandang sebagai kelahiran kembali semangat Yunani dan kebangkitan kembali belajar ilmiah. Periode peradaban ini terletak diujung atau sesudah abad kegelapan sampai munculnya abad moderen. Dengan adanya kelahiran kembali semangat untuk menghidupi kembali apa yang pernah ada. Orang mulai “come back to basic” untuk mengangkat sekaligus menghargai kemampuan manusia sebagai makhluk rasional. Come back to basic itu adalah “suatu zaman dimana peradaban begitu bebas, pemikiran tidak dikungkung, sain maju yaitu zaman Yunani kuno.
II.3. Corak Khas Dari Renaissance dan Sumbanganya Terhadap Berbagai Displin Ilmu
Dalam bagian terakhir dari paper ini penulis akan berusaha memaparkan ciri-ciri renaissance dimana akan dijelaskan tentang penghargaan bagi manusia sebagai makhluk yang otonom. Manusia sebagai makhluk otonom yang dimaksudkan oleh penulis adalah manusia yang tidak dibatasi kebebasannya untuk melakukan sesuatu. Manusia sebagai makhluk otonom berarti manusia sama sekali tidak menggantungkan diri pada kebenaran iman/wahyu seperti yang terjadi pada abad pertengahan melainkan berusaha dengan kekhasanya sebagai makhluk rasional untuk menemukan pelbagai kebenaran. Pada taraf inilah justru manusia tampil beda dengan mengguanakan daya kerja otaknya untuk mencari kebenaran yang bersifat ilmia dari berbagai disiplin ilmu.
Oleh karena pada bagian ini kita akan melihat corak khas dari Renaissance maka baiklah jika kita melihat juga oran-orang yang berpengaruh dalam zaman ini. Adapun yang akan menjadi focus pembahasan adalah orang-orang yang lewat kemampuan intelektualnya dapat menghadirkan pelbagai hal yang baru dalam bidangnya masing-masing.
1. Bersifat individualistis
Zaman ini kita boleh katakan bahwa orang menemukan dua hal yaitu dunia dan dirinya sendiri. Orang mulai menemukan bahwa pengenalan akan dirinya sendiri merupakan suatu nilai dan sekaligus menjadi kekuatan bagi pribadinya. Penemuan akan kemampuan yang ada pada diri sendiri jusrtu membuka peluang bagi kelanjutan kreatifitas yaang mau dilakukan oleh manusia. Dalam suasana seperti ini muncullah suatu kesadaran akan kemampuan yang didasarkan pada rasio mansuia sendiri. Tak secara langsung orang mulai masuk pada sikap individualitas. Namun perlu diingat bahwa sikap ini sama sekali tidak punya arti yang sangat sempit. Dalam bidang filsafat misalnya, para pemikir berpendapat bahwa kretifitas yang ditunjuk lewat penemuan-penemuan tiada sedikitpun terikat pada wibawa apapun atau pada suatu keyakinan bersama. Kebenaran hendaknya harus dicapai pada kekuatan sendiri. Orang ingin menentukan sendiri apa yang harus diselidiki. Dengan jelas kita boleh katakan bahwa zaman ini cenderung pada sikap yang individual.
Lewat zaman inipun kita boleh temukan sejarah yang menampilkan banyak teori yang dipaparkan oleh orang-orang tertentu. Titik tolak dari individualitas ini didasarkan pada kebebasan mutlak bagi pemikiran dan penelitian, bebas dari pada tiap wibawa dan tradisi tertentu. Pengetahuan yang pasti bukan didapatkan dari pewarisan melainkan dari apa yang diperoleh manusia sendiri lewat kekuatan sendiri.
Untuk memahami lebih lanjut sifat individualistas dari zaman ini alangkah baiknya kita melihat siapa-siapa yang lewat kemampuanya berusaha menemukan, meneliti, dan memunculkan hal-hal baru.
a. Dalam bidang Sains
ü Bidang Astronomi
• Nikolaus Kopernikus (1473-1543)
Dia menemukan bahwa matahari beredar di pusat jagat raya . Dan bumi mempunyai dua gerak yaitu perputaran sehari-hari pada porosnya dan perputaran tahunan mengitari matahari. Teori kopernikus ini belum diterbitkan pada zamanya itu karena takut ia akan dikucilkan dari gereja. Memang pada zaman itu pandanganya belum modern.
• Yohanes Kepler (1571-1630)
Ia menerima teori bahwa jagat raya berpusat pada matahari.
• Galileo Galilei (1564-1642)
Dialah yang mula-mula menemukan pentingnya akselerasi dalam dinamika. Yang dimaksudkan dengan Akselerasi adalah perubahan kecepatan baik dalam besarnya maupun dalam geraknya . Dia juga yang mul-mula menetapkan hukum benda yang jatuh. Selain itu juga ia menerima pandangan yag mengajarkkan bahwa matahari menjadi pusat jagat raya seperti yang dikemukakan oleh koprnikus. Ia juga membuat teleskop setelah berkenalan dengan teleskop buatan Hans Liper dari Nederland.
ü Dalam bidang ilmu negara
• Nicola Machiavelli (1469-1527)
Cita-cita Machiavelli adalah memulihkan kebudayaan Romawi Kuno dahulu. Dalam buku yang berjudul Il Principe cara-cara untuk mempertahankan negara. Menurutnya kekuasaan dan kewibawaan penting untuk dipertahankan oleh seseorang demi menjaga ketertiban masyarakat atau negara. Dia menngatakan bahwa pemimpin yang di takuti lebih baik dari pemimpin yang dicintai belaka karena ketakutan bisa mencegah timbulnya kecenderungan untuk melawan kekuasaan.
Dalam penegasan ini kita boleh menemukan asas yang disampaikan “Tujuan menghalalkan cara”. Dalam kondisi bagaimanapun pemimpin dibenarakan menempuh berbagai cara asal ditujukan demi ketertiban umum dan keselamatan negara. Pemimpin negraa tidak boleh menghiraukan masalah agama dan moral. Ia harus memanfaatkan situasi untuk kepentingan negara. Aspek negatif dari teorinya ini adalah rakyat yang dianggap bodoh dipergunkan untuk kemajuan negara.
• Thomas Hobbes (1588-1679)
Pada tahun1651 ia menerbitkan bukunya “Leviatan”. Ungkapannya yang terkenal adalah “Homo homini lupus”. Arti dari ungkapan ini berarti manusia senantiasa terancam keselamatannya oleh sesamanya. Oleh karena itu manusia memerlukan adanya lindungan bagi keselamatan warganya. Pusat lindungan itu adalah negara, maka negara harus mempunyai kekuasaan mutlak.
Demikian beberapa hal yang telah saya paparkan sesuai dengan ciri individual dari zaman Renaissance ini. Memang masih banyak teori dan orang-orang yang berjsa pada zaman ini. Namun penulis hanya memaparkan beberapa bidang ilmu yang pengaruhnya cukup bermanfaat bagi pemikiran moderen dalam perjalanan sejarah manusia.
2. Sifat humanisme
Dalam masa renaissance dicanangkannya humanisme sebagai nilai yang diunggulkan dalam usaha memahami permasalahan manusia dan kemanusiaan. Orang tidak lagi menghayati hidup dan pikirannya dengan memusatkan perhatian pada yang ilahi dalam hal ini yang bersifat Teosentris tetapi berusaha menampilkan diri sebagai manusia yang keratif. Paham Teosentris mulai bergeser menuju paham antroposentris. Sebuah paradigma yang menitik tolakan pemikiran, pengembangan ilmu dan perdaban pada manusia sebagai pusatnya. Di Italia pada abad 14 kata humanis sudah lazim dipakai. Para sarjana pemikir renaissance mempopulerkan istilah ini sampai pada abad 16. Paham humnisme ini tidak berhenti pada zaman ini. Paham ini berjalan terus sehingga memberikan sumbangan yang beser terhadap dunia. Dimana nilai kemartabatan mansuia dipandang begitu berharga. Hak ini bisa kita lihat dan nikmati sendiri pada zaman kita ini yaitu diresmikannya piagam hak-hak asasi manusia yang berlaku untuk seluruh dunia pada tahun 1948.
Dalam buku”A History Western Philosophy” dikatakan bahwa:
The first phase of the renaissance at cultural movement was humanism. Humanism in this restulcted sense is the process of turning to the clasical civilization of ancient. Greece kind romo for the exemplar and the instruments for fullflling the aim at the renaissanse, that this the realization of a new concept and image pf man in a new order of works and forms of live.
Maksud gerakan kelahiran kembali ini adalah merealisasikan apa yang pernah hidup pada zaman Yunani Kuno yaitu titik tolak segal sesuatu bersumber pada manusia. Manusialah yang menjadi pusat dari segala sesuatu bukan raja atau Allah. Konsekuensi positif yang boleh didapat adalah adanya suatu bentuk hidup yang baru dibandingkan dengan apa yang terjadi pada abad pertengahan.
Adapun strategi awal dari renaissance untuk mengembalikan segala dimensi kehidupan kepada mansuia. Kurang lebih ada dua peristiwa yaitu: “The first of the these may be called the philogical. The second may be called the interpretative and expressive and in the case of at philosophy, speculative.”
Kedua peristiwa itu bertujuan memberikan suatu pegangan dasar yaitu bahasa, pernyataan perasaan dan interpretasi terhadap segala bentuk penemuan ilmu pengetahuan dan seni yang ada pada waktu itu. Lewat bahasa orang zaman itu dapat mengetahui secara benar kebudayaan yunani kuno sekaligus menafsirkan pelbagai bentuk disiplin ilmu yang sejak awal telah dirintis oleh orang-orang Yunani Kuno. Semua usaha tidak terlepas dari usaha untuk menampilakan manusia sebagai sosok yang memiliki pelbagai kemampuan berdasarkan apa yang dimilikinya sebagai makhluk yang berakal budi.
II.4. Renaissance sebagai Lahan Subur bagi Modernisme
Meskipun terdapat perubahan-perubahan yang begitu asasi, namun abad-abad renaissance (abad 15 dan 16) tidaklah secara langsung menjadi tanah subur bagi pertumbuhan pemikiran modern. Pada abad 17 daya hidup yang kuat yang telah timbul pada zaman renaissance itu mendapatkan pengungkapannya yang serasi di bidang filsafat. Jadi kejadian-kejadian pada abad 15 dan 16 hanya menjadi persiapan bagi pembentukan filsafat abad 17. Tokoh yang berpengaruh dalam babakan baru pada awal abad 17 ini adalah Rene Descartes. Ia dijuluki sebagai Bapak Filsuf Modern dengan ungkapannya yang terkenal adalah “Cogito Ergo Sum”. Penegasan yang mendasar dari Rene Descartes ini adalah penghargaan terhadap manusia. Menururtnya segala hal boleh kita ragukan namun yang tak perlu diragukan adalah saya yang berpikir tentang segala sesuatu yang berada diluar saya.
Lewat penegasan ini Rene Descartes kembali mengangkat pososi manusia sebagai makhluk rasional yang dapat kreatif boleh menemukan banyak penemuan baik dalam ilmu pengetahuan maupun dalam bidang filsafat. Singkatnya kita boleh katakan bahwa awal pemikiran moderen ini ditandai dengan penghargaan terhadap posisi manusia sebagai makhluk rasional.
Dengan demikian kita boleh katakan renaissance menjadi lahan subur bagi pertumbuhan pemikiran modern.