Happy Cat Kaoani

Kamis, 09 Januari 2014

Tips and Tricks: How To Be A Great “Sarjana”

Kalo ditanya seputar susah tidaknya meraih titel sarjana, maka saya dengan mantap menjawab, “Alhamdulillah, saya tidak mengalami hambatan yang berarti.”

Kenapa?

Selain target, hal yang tidak kalah pentingnya dalam meraih hal tersebut adalah KEMAUAN DAN KEBULATAN TEKAD. Biarpun kamu sudah menargetkan bahwa kamu akan memakai toga di bulan April 2014, jika dari sekarang kamu belum memikirkan judul (bahkan judul kamu itu ‘masih di luar kepala’) maka itu sama dengan nyari beruang kutub di Kalimantan----alias sia-sia.

Jadi apa dong?

Baiklah, tanpa membuang waktu dan koin recehan, saya akan membagi pengalaman saya meraih titel sarjana----berdasarkan institusi tempat saya menimba ilmu, UIN Alauddin Makassar. Meski bersifat khusus, saya berusaha agar tulisan ini tetap nyaman dikonsumsi siapapun yang sudah akan melangkah ke tahap tersebut. Cekidot!  

1. Berkas-berkas
Sebelum kamu mendaftar ujian meja, pastikan berkas-berkas kamu sudah lengkap dan mantap. Biasanya; mereka bakal minta sertifikat kegiatan yang kamu wajib ikuti di semester I dan II, blangko SPP mulai semester awal hingga akhir, sertifikat KKN, KTM (Kartu Tanda Mahasiswa), daftar nilai sementara dari jurusan, photo copy ijazah SMA, dan foto untuk ijazah sarjana. Buat kamu yang pernah cuti, pastikan kamu melampirkan surat keterangan cuti yang ditandatangani oleh dekan fakultas.

Untuk foto ijazah----berdasarkan apa yang berlaku di UIN Alauddin Makassar----modelnya sebagai berikut:
a. Untuk yang cowok: foto berlatar merah dengan memakai kemeja putih, berdasi hitam, dan berjas hitam.
b. Untuk yang cewek: foto berlatar merah dengan memakai jilbab hitam (memperlihatkan telinga), berkemeja putih, dan berjas hitam.

Kalo kamu nggak ingin telinga kamu keliatan----iya, nggak modis banget ya keliatannya, apalagi buat yang hobi share foto ----kamu bisa buat surat pernyataan. Contohnya banyak kok di internet. Kalo mau minta filenya, bisa hubungi saya lewat inbox.

Buat yang penasaran bawahannya pake apa, TERSERAH AJA mau pake apa nggak, kan nggak keliatan (a.k.a cuma setengah badan doang).

Oya, usahakan kamu foto di studio foto. Jangan foto di rumah terus diedit pake Photoshop, hasilnya pasti kurang maksimal. Lebih-lebih kalo kamu ngedit pake Camera360. Di studio foto kan biasanya ada kamar ganti, jadi kamu bisa ganti baju disana tanpa khawatir ada yang ngintip. Dan lebih penting lagi, biayanya juga sama aja kok.

Kenapa kamu perlu menyiapkan berkas di awal-awal? Biasanya----dan sering terjadi, mahasiswa seneng banget SKS (Sistem Kebut Semalam). Maunya semua beres dalam sehari. Okelah kalo berkas kamu lengkap semua, tapi kalo ada yang hilang----kayak blangko SPP? Ingatlah pepatah yang sering banget didengungkan, “Sedia jas hujan dan simpan di bagasi motor sebelum hujan, karena sedia payung sebelum hujan sudah terlalu mainstream.”

2. Judul skripsi
Sering terjadi, mahasiswa sering menyiapkan judul skripsi masterpiece. Saking kerennya, tuh draft skripsi masih berkutat di latar belakang masalah. Begitu sadar, taunya udah tahun 3025.

Saran saya, pilihlah judul skripsi sesuai dengan KEMAMPUAN OTAK dan JURUSAN. Misalnya, jurusan saya adalah Hukum Pidana dan Ketatanegaraan. Tentu, pemilihan judulnya seputar masalah Hukum Pidana atau Hukum Tata Negara, tinggal kamu dan otak kamu yang menyesuaikan untuk memilih yang mana. Jangan pernah mengerjakan skripsi bertema Hukum Pidana bila otak kamu lebih cenderung ke masalah Hukum Tata Negara. Jangan juga mengangkat skripsi bertema pernikahan atau wakaf, karena itu bukan bidang kajian jurusan kita.

Bila judul kamu nggak diterima, bukan berarti judul kamu jelek. Kemungkinan besar judul kamu sudah ada yang bahas, makanya itu rajin-rajinlah ke perpustakaan buat hunting atau baca-baca berita di internet, siapa tau dapat topik yang keren untuk diangkat menjadi skripsi.

Satu lagi, pastikan referensi yang tersedia mudah didapat. Jangan sampai kamu udah menemukan judul yang oke tapi referensi yang tersedia masih kurang. Oleh karena itu, penting banget kamu mengobok-obok isi perpustakaan terdekat untuk memastikannya. Jangan malas ke perpus ya!

3. Proposal/draft skripsi
Buatlah proposal/draft skripsi sesuai dengan pedoman penulisan yang ada di kampus. Kebanyakan mahasiswa menginginkan proposal mereka terlihat sempurna saat seminar, sehingga yang terjadi justru proposal itu bakal tinggal di tumpukan file dalam komputer sampe lumutan dan bakal dikerjain lagi saat teman-teman mereka satu per satu udah diwisuda, tinggal dia doang yang belum kelar-kelar sampe penerimaan mahasiswa baru yang kelima kalinya di kampus.

Intinya, buat aja semaksimal mungkin. Kalo saat seminar kamu dibantai, hal itu wajar, toh itu demi kebaikan kita untuk membuat sesuatu yang lebih keren lagi, iya nggak?

Oya, kamu harus melampirkan referensi sebanyak 17 (tujuh belas) buku agar proposal kamu bisa diseminarkan----kalo misalnya kamu belum mampu menemukan referensi sebanyak 25 (dua puluh lima) buku (banyak yang nanya soalnya, jadi dicantumin).

4. Being A Paparazzi (?)
Pembimbing itu sifatnya sangat beraneka ragam. Wajarlah, mereka kan juga manusia, bukan malaikat (pengen share disini, tapi nantilah. Saya masih melakukan penelitian yang mendalam terkait hal ini). Disini, kamu dituntut untuk menjadi seorang paparazzi yang unggul. Tapi bukan berarti, kamu sampe menguntit mereka dimana-mana (bahkan di WC sekalipun). Salah-salah, kamu kena jurus seribu bayangan alias gamparization.
Saat kamu sudah tahu bahwa si dosen A yang menjadi pembimbing kamu, maka langkah pertama yang harus kamu lakukan adalah MENYELIDIKI. Penyelidikan kamu seputar tampangnya yang kayak gimana, di kelas mana biasanya beliau masuk, nomor telepon atau HP beliau, rumahnya dimana, tipe kendaraan dan nomor polisinya berapa, dan lain-lain. Kamu bisa nanya lewat teman, tetangga jurusan atau fakultas, atau dengan yang lain yang kamu anggap memiliki pengetahuan seputar dunia perdosenan.
Kenapa? Biar saat konsultasi soal skripsi kamu tidak menemui hambatan dan rintangan berarti.

Saat masa-masa konsul skripsi, hal ini juga yang saya lakukan. Saat saya mau minta tanda tangan dan sebagainya, saya cukup memperhatikan MOBIL DOSEN di tempat biasa beliau mangkal----karena dosen pembimbing saya nggak cuma mengajar di beberapa fakultas, beliau juga punya kesibukan lain di rektorat dan pascasarjana. Jadi, hal ini cukup memudahkan saya. Saya jarang menelepon mereka, kecuali bila keadaannya sangat mendesak.

Saya pernah dengar cerita dari seorang teman tentang seorang dosen yang tidak membukakan pintu pagar rumah saat dia ingin konsul skripsi. Setelah diteliti, ternyata si dosen memang tidak senang kalo ada mahasiswa yang datang ke rumahnya, beliau lebih senang untuk meladeni di kampus.

Perlu bukti lagi?

Teman saya sering nyeritain hal-hal yang berbau ‘horor’ soal pembimbing saya----kebetulan beliau jadi dosen pembimbing untuk teman saya itu. Saya sendiri cukup heran juga, soalnya saat beliau membimbing saya agak beda dengan yang teman ceritain. Setelah saya kroscek, ternyata teman saya ini sering membuat beliau ‘menunggu tak jelas’. Kadang-kadang, mereka udah janjian untuk konsul, tapi temen saya sering datang sejam setelah waktu perjanjian. Siapa yang nggak ngamuk coba kalo di-PHP begitu?

5. Pengesahan draft skripsi
Saat draft kamu udah memenuhi syarat untuk menuju langkah selanjutnya----yakni pembuatan skripsi, kamu bisa mengajukan pengesahan draft yang ditandatangani oleh kamu, pembimbing satu dan dua, ketua jurusan, dan dekan fakultas. Formatnya bisa kamu minta di senior yang kamu anggap baik hati lagi rajin menabung.

Jangan pernah nyodorin pengesahan draft skripsi saat kamu baru sekali konsul sama pembimbing. Idealnya, saat kamu udah empat atau lima kali konsul, kamu bisa mengajukan berkas tersebut. Ini pun bila dosen kamu sendiri yang minta. Jadi, sediain aja dan keluarkan saat dosen kamu udah minta.

6. Skripsi
Lama ngerjain skripsi sebetulnya bergantung dari metode yang kamu ambil. Untuk metode yang bersifat library research (penelitian kepustakaan) lamanya sekitar sebulan atau lebih. Sedangkan  metode field research (penelitian lapangan/observasi) sekitar dua bulan setengah atau lebih. Bukan berarti kamu mesti di depan laptop atau komputer tanpa makan, minum, dan senang-senang sama; teman, gebetan, pacar, atau selingkuhan (nah lho?).

Kalo kamu udah ngetik selama dua jam, ambil istirahat selama sejam. Renggangkan kembali otot-otot kamu yang lelah, terutama mata. Bila dua bab telah kamu selesaikan, ambil jeda selama sehari untuk refreshing ke tempat-tempat yang kamu sukai----sekalian nyari referensi lagi untuk tulisan selanjutnya. Jadi, kamu nggak pernah terserang sindrom stres dan akhirnya berakhir di rumah sakit jiwa pada saat umur kamu mencapai dua puluh tahun. Serius!

Saya pribadi juga kayak gitu. Di masa-masa ngerjain skripsi, saya juga nggak pernah kehilangan waktu buat keluarga dan teman. Saat saya jenuh dan pusing memikirkan bahan selanjutnya, saya mensave, mematikan laptop, dan mengajak teman-teman untuk ke karaoke box (tapi bayar sendiri-sendiri) atau jalan-jalan sendirian di mall (sekalian singgah ke Gramedia berburu komik Conan). Saat ide tersebut muncul, saya catat di sebuah buku kecil, kemudian pulang. Jangan dibawa susah kalo sebenarnya solusi buat masalah tersebut gampang.

7. Persetujuan pembimbing
Setelah dosen pembimbing kamu merasa bahwa skripsi kamu sudah memenuhi syarat, maka langkah selanjutnya adalah meminta persetujuan yang ditanda tangani oleh pembimbing satu dan dua. Formatnya bisa kamu lihat di senior atau di buku pedoman penulisan di kampus kamu. Jangan lupa, bawalah skripsi kamu sebagai bukti bahwa skripsi kamu sudah layak untuk ‘dibantai’ di ujian meja.

Ingat, jangan pernah memaksa dosen untuk menandatangani berkas kamu. Kadang, saking kepepetnya, kamu baru meminta persetujuan beliau di detik-detik terakhir pengumpulan berkas. Akibatnya pasti sudah jelas, kalo bukan kena gampar ya diusir.

8. Ujian meja
Idealnya, SK Penguji sudah kamu setor ke dosen penguji beserta skripsi dan persetujuan pembimbing tiga hari sebelum ujian meja berlangsung. Sering-seringlah mengecek berkas kamu di bagian tata usaha; apa sudah ditandatangani oleh dekan fakultas. Kadang-kadang----saking sibuknya----mereka sering lupa membawa berkas kamu untuk ditanda tangani oleh dekan.

Datanglah sejam sebelum ujian meja berlangsung. Saat kamu sudah tiba, ingatkan lagi dosen pembimbing dan penguji melalui SMS bahwa hari ini kamu ujian. Gunakan bahasa santun dan sopan. Bawalah beberapa buku referensi yang kamu anggap berhubungan dengan skripsi. Sekedar info, biasanya penguji sangat ingin menjatuhkan mental kamu dengan cara mencari-cari kesalahan (baca: kelemahan). Jadi, sebagai mahasiswa teladan, seharusnya kamu sudah siap siaga menghadapi serangan beliau-beliau ini.



So, are you ready to be great “sarjana”?

Senin, 03 Juni 2013

Pesta Pernikahan = Budaya Mubadzir

Sekilas, judul saya memang agak provokatif. Orang-orang yang belum baca isinya asti berpikir kalo saya penganut liberalisme. Padahal, saya hanya ingin mengupas tentang budaya pesta pernikahan, khususnya di Makassar (berdasarkan pengamatan saya tentunya).

Kenapa tema tulisan saya kali ini tentang pernikahan? Selain karena di bulan-bulan yang penuh undangan pernikahan (serius, di rumah undangan yang bertumpuk itu sudah ada empat), saya terdorong untuk menuliskan sesuatu atas nama masyarakat sederhana.

Oke, kita mulai dari hal-hal yang paling mendasar:

1. Undangan
Zaman sekarang ini, sepertinya calon mempelai lebih memperhatikan "keindahan" undangan tersebut dibanding fungsinya. Coba bikin model seperti ini: undangan berbentuk kipas tangan atau undangan yang dibelakangnya terdapat kalender. Dengan cara ini, tentu akan lebih efisien karena undangan tidak langsung terbuang dengan percuma.

Kalau tidak punya budget lebih, coba buat undangan lewat jejaring sosial. Di zaman sekarang ini, rata-rata orang-orang sudah punya akun Facebook. Cuma, permasalahan utama, terkadang mereka (a.k.a teman-teman kamu) tidak ingin pergi ke pesta kalau tidak punya undangan. Cara ini bisa kamu siasati dengan memberi "undangan rombongan". Misalnya, teman-teman seangkatan waktu kuliah. Kamu bisa tulis di undangan "Teman-teman jurusan ..... Angkatan ....."

Kalau mereka tetap ogah-ogahan, harap dimaklumi. Mungkin mereka punya kegiatan tersendiri, atau mereka memang pada dasarnya malas. Positif thinking aja, yang penting kan mereka sudah diundang. :))

2. Pesta pernikahan
Tulisan saya kali ini khusus membahas tentang kelakuan tamu undangan. Saya kadang heran, seringkali mereka mengambil porsi makan yang cukup besar (soalnya ukuran tubuh saya kecil, jadi saya sering mengacu standar berdasarkan ukuran tubuh saya :D), tapi hanya dimakan sedikit. Apa sih maksudnya?! Biar kelihatan keren? Bukannya waktu kecil kita diajarkan untuk selalu menghabiskan makanan kita? Kenapa??? DEMI TUHAAANNN!!!! (gebrak meja pake sendal jepit :P)

Ingat ya, masih banyak saudara-saudara kita yang kekurangan. Kalau kelakuan kita begitu, sama saja menyakiti hati mereka yang berusaha keras mencari sesuap nasi untuk keluarga mereka.


Jadi, sudah siapkah kita menerapkannya?? :)

Senin, 27 Mei 2013

Kakak Yang Baik Itu...

Saat sedang stalking di FB seseorang, saya menemukan sebuah kiriman dari seseorang. Isinya tuh kayak gini:


Saya langsung jederrrr!!!! Wow..di zaman yang semakin edan ini, masih ada ya yang peduli dengan adiknya. Sampai ngebela-belain beli segala sesuatunya demi adiknya itu. It's a sweet moment, you know.. :))

Seketika, saya langsung tersentak. Saya pun mencoba mengingat kembali, kapan ya terakhir kali ngobrol sama abang saya (satu-satunya, cowok pula)? Iya dear, NGOBROL. Dari hal-hal yang paling kecil aja, kita udah jarang melakukannya lagi. Pernah sih sekali----waktu saya SD----dia ngebantu nulis (atau lebih tepatnya, dituliskan :P) PR Agama Islam saya, QS. Al-Zalzalah: 1-7. 

Ya, kesibukan menjadi alasan penyebab kita jarang ngobrol (semoga aja). Semenjak dia kuliah hingga----sekarang----bekerja, bukan cuma jarang ngobrol, dia jaraaaaaaaaaaaaaaaaaaang banget pulang ke rumah. Untung banget kalo kita----orang-orang di rumah, termasuk saya----liat mukanya sebulan sekali. Bahkan, pernah saya lupa bentuk muka abang saya, dan dunia pun tiba-tiba berubah menjadi sarang mutant (oke, kayaknya terlalu di-dramatisir).

Ada kalanya, saya butuh teman curhat seputar urusan orang dewasa: masalah kuliah; skripsi; dosen; orang tua; cowok; apapun itu. Tapi, ketika ingin disampaikan----saat dia ada di rumah----rasanya kok seperti ada tembok besar yang menghalangi ya? Atau cuma halusinasi saya saja?

Maaf jika tulisan ini sangat menyinggung. Setidaknya, para kakak (cowok) disana sadar, biar bagaimana pun, orang-orang di rumah membutuhkan mereka, tanpa mereka sadari.

Semoga. ***

Uang Seratus Rupiah (Rp 100,00.-) Itu....

Suatu hari, saat sedang lari sore bersama kedua teman saya, nun jauh di seberang, saya melihat sesuatu yang berkilau (puitis abis. :P). Setelah memperhatikan dengan seksama, saya langsung bersorak kegirangan, "Yeeesssss!!!!!!" Segera saya berlari sekuat tenaga. Teman-teman saya juga ikut-ikutan berlari kencang di belakang.

Setelah sampai, saya pun memungut benda tersebut. Saya membersihkan sisa-sisa tanah yang melekat di benda tersebut dengan tangan, meniup-niupnya, kemudian menyimpannya di saku celana olahraga saya. Teman-teman saya----yang telat menyusul----berhenti di belakang saya. Sambil terengah-engah dan mengelap keringat, mereka bertanya,

"Oeee, kenapa ko tiba-tiba cepat sekali lari?"

"Ada cowok cakep iya lewat?"

"Mdd, cowok terus di otak na inee."

Saya dengan cuek menjawab, "Bukan, dapat ka uang tadi."

Teman-teman saya langsung antusias.

"Bagusnya itu rejekimu. Pertama kali ko lari sore langsung dapat uang."

"Ayo mii pale' makan pangsit deh. Lapar ka ine kasian. Dari siang belum makan."

"We Erdha, uang berapakah nu dapat?"

Saya pun celingukan, mencari tempat yang bagus untuk beristirahat. Aha!!! Ini dia!!! Sambil menuju sebuah taman depan sebuah kompleks perumahan, saya menjawab pendek, "Uang sibi'."

"Sibi'? Seratus rupiah?" tanya teman saya hampir bersamaan.

Saya mengangguk. "Kenapai?"

Teman saya saling pandang, kemudian tertawa terbahak-bahak. Saya heran, karena saya pikir tidak ada yang lucu. Setelah keduanya duduk bersebelahan----saya di pinggir mereka----mereka langsung membuka percakapan singkat.

"Deh, betul-betul ini anak. Nda ada sekali malu-malu na. Kah biar tommi itu uang seratus disitu. Mau ko apai, tidak ada mi permen harga seratus sekarang Erdha."

Mereka tertawa lagi. Kali ini lebih keras. Saya semakin cuek, malah makin tekun mendengarkan talkshow di sebuah radio swasta terfavorit di kota ini.

Menyadari bahwa saya semakin cuek, teman saya kemudian melepas headset di balik jilbab, kemudian berteriak, "Hooooiiii, nu dengar jeka?"

Saya menjauhi mereka sambil mengusap-usap kuping, merasa budek untuk sesaat, dan menjawab, "Iyo, kah tidak pake teriak di kuping ji kapang."

Teman saya tersenyum. Yang satunya kemudian bertanya, "Hobimu mungkin pungut uang seratus di jalan, makanya matamu terlatih ki untuk waspada."

Mereka berdua tertawa (lagi). Saya agak jengah juga, soalnya orang-orang mulai memperhatikan kami--utamanya teman-teman saya--. "We, bisa tidak kalo ketawa ko nda pake terbahak-bahak? Nda malu ko itu diliati orang dari tadi?" saya memperingatkan.

Mereka celingukan, dan kemudian menghentikan tawa mereka. Untuk menutupi rasa malu, mereka meminta saya mengeluarkan botol air minumnya. Saya membuka tas, dan menyerahkan dua botol air minum. Matahari sudah hampir tenggelam, jadi saya mengajak mereka berdua pulang.

Sambil berjalan, saya pun menjawab pertanyaan mereka, "Saya selalu ingat dengan nasihat orang bijak--saya lupa namanya--bahwa kita harus seperti buah kurma. Meskipun orang melempari dengan batu, dia (pohon kurma) tetap menghidangkan buah kurma yang ranum dan lezat untuk orang yang memetiknya."

"Sama juga dengan uang seratus. Meskipun dia sering diremehkan oleh orang kebanyakan, tetap ji juga dicari untuk melengkapi uangnya menjadi dua ribu rupiah, karena kalo cuma seribu sembilan ratus rupiah saja nilainya belum sama dengan dua ribu."

Mereka terdiam sejenak, sambil menekuri tanah yang berbekas jejak sepatu kets kami. Entah siapa yang mulai, tahu-tahu kami sudah saling berangkulan, dan kedua teman saya berkata dengan kompak, "Minta maaf ka nah kalo kata-kataku barusan menyakitkan."

Saya pun tersenyum. "It's okay, my friends."

Sinar matahari perlahan-lahan meredup, namun masih menyinari langkah kami menuju rumah dengan berangkulan pundak. *** 

Minggu, 16 Desember 2012

Cara Membedakan Daging Sapi dan Daging Babi

Ini adalah postingan yang saya ambil dari: 
http://www.elangajib.com/2012/12/daging-sapi-dan-daging-babi.html (dengan sedikit pengubahan tentunya)

Akhir-akhir ini sering beredar kabar tentang berita mengenai daging bakso oplosan. Hal ini terjadi karena kelangkaan daging sapi, sehingga oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab memanfaatkan hal tersebut untuk menukarnya menjadi daging babi.

Jangan khawatir pemirsa, berikut ini saya akan membagi tips seputar cara membedakan kedua daging tersebut. Cekidot!




1. Dari segi warna



Terlihat daging babi memiliki warna yang lebih pucat dari daging sapi (lihat gambar 1), warna daging babi mendekati warna daging ayam. Namun perbedaan ini tak dapat dijadikan pegangan, karena warna pada daging babi oplosan biasanya dikamuflase dengan pelumuran darah sapi, walau kamuflase in dapat dihilangkan dengan perendaman dengan air. Selain itu, ada bagian tertentu dari daging babi yang warnanya mirip sekali dengan daging sapi.

2. Dari segi serat daging


Perbedaan terlihat dengan jelas antara kedua daging. Pada sapi, serat-serat daging tampak padat dan garis-garis seratnya terlihat jelas. Sedangkan pada daging babi, serat-seratnya terlihat samar dan sangat renggang. Perbedaan ini semakin jelas ketika kedua daging direnggangkan bersama (lihat gambar 2).

3. Dari penampakan lemak


Perbedaan terdapat pada tingkat keelastisannya. Daging babi memiliki tekstur lemak yang lebih elastis sementara lemak sapi lebih kaku dan berbentuk. Selain itu lemak pada babi sangat basah dan sulit dilepas dari dagingnya sementara lemak daging agak kering dan tampak berserat (lihat gambar 3).

Namun kita harus hati-hati pula bahwa pada bagian tertentu seperti ginjal, penampakkan lemak babi hampir mirip dengan lemak sapi.

4. Dari segi tekstur


Daging sapi memiliki tekstur yang lebih kaku dan padat dibanding dengan daging babi yang lembek dan mudah diregangkan (lihat gambar 4). Melalui perbedaan ini sebenarnya ketika kita memegangnya pun sudah terasa perbedaan yang nyata antar keduanya karena terasa sekali daging babi sangat kenyal dan mudah di “biye” kan. Sementara daging sapi terasa solid dan keras sehingga cukup sulit untuk diregangkan.

5. Dari segi aroma
Terdapat sedikit perbedaan antara keduanya. Daging babi memiliki aroma khas tersendiri, sementara aroma daging sapi adalah anyir seperti yang telah kita ketahui. Segi bau inilah yang -menurut pak Joko- sebenarnya senjata paling ampuh untuk membedakan antar kedua daging ini. Karena walaupun warna telah dikamuflase dan dicampur antar keduanya, namun aroma kedua daging ini tetap dapat dibedakan. Sayangnya kemampuan membedakan melalui aromanya ini membutuhkan latihan yang berulang-ulang karena memang perbedaannya tidak terlalu signifikan.

6. Karakteristik secara Umum
Secara umum karakteristk daging babi ternak dan babi hutan (celeng) mirip satu sama lain, sementara daging babi memiliki perbedaan yang cukup banyak dengan daging sapi. Namun ketika kedua jenis daging tersebut telah dicampurkan, apalagi setelah dikamuflase dengan darah sapi, keduanya (daging babi dan sapi) menjadi sangat sulit untuk dibedakan.


Penjualan daging babi oplosan merupakan kegiatan yang ilegal, sehingga biasanya daging ini tidak di display di meja penjualan. Daging ini biasanya dikeluarkan ketika ada pembeli yang menanyakan, “apakah ada daging murah pak?” sehingga kita pantas menaruh curiga bila ada penjual yang menjual daging dengan harga “miring”. Sifat yang lain juga adalah lokasi penjualan yang biasanya di tempat yang gelap dan cukup terpisah dari yang lainnya supaya daging tidak menjadi pusat perhatian orang banyak sehingga sangat sulit membedakannya.


Semoga bermanfaat ya! :)


P.S.:
Pastikan Anda menyertakan link nya bila ingin memposting artikel ini di blog :)

Rabu, 17 Oktober 2012

Sapaan dari Saya


Hai..hai..hai semuaa.. Apa kabar???

Maaf, gue baru sempet buka blog lagi. Entah mengapa, curhat lewat social media rasanya lebih asik, karena menurut gue kalo lewat FB, Twitter, atau Plurk, sasarannya langsung tepat mengenai orang yang ingin kita sindir.. :D :P :P

Hemmm...karena ini postingan awal (setelah sekian lama vakum) di bulan Oktober, gue cuma mau bilang: selamat ulang tahun, selamat jadian, selamat putus, selamat menempuh hidup baru, selamat gajian (udah lewat kali... :P :D); dan semua kejadian-kejadian yang tidak bisa gue tuliskan satu persatu, pesan gue hanyalah beberapa kata: "Segala sesuatunya itu sudah digariskan oleh Tuhan, manusia hanyalah sekedar pemeran dari itu semua. Lanjutkan hidup kalian, jangan meratapi hal-hal yang sudah lewat." Setuju???? :)

Sebelum gue menutup perjumpaan kita kali ini (halah...), gue ingatkan kepada teman-teman sekalian untuk membawa payung (buat pejalan kaki), jas hujan (buat pejalan kaki atau pengendara beroda 2 dan 3), rainbag protection (sesuai namanya, yakni biar tasmu nggak kebasahan dan sakit :P :D), lengkapi surat-surat berkendara kamu, bawa selalu kartu2 penting (ATM, KTP, Kartu Mahasiswa, dan sebagainya), jaga stamina, dan berdoa pada Tuhan semoga segalanya berjalan lancar, aman, tertib, sejahtera, dan sentosa... #amiinn.. :)

See you guys di tulisan berikutnya.. :*

Tertanda:

Nurul Wardani Yahya_Erdha

Selasa, 17 Januari 2012

Amy Winehouse: Sebuah Nama Sebuah Cerita

Mungkin teman-teman semua bertanya, "Kok judulnya kayak albumnya Peterpan?"

Jawaban gue, "No, gue cuma mau meminjam judul ini untuk menggambarkan tragisnya kehidupan beliau gara-gara narkoba dan minuman keras!!"

Amy Jade Winehouse----lahir di Southgate, London, tanggal 14 September 1983----memulai kariernya dengan ciamik saat berusia 10 tahun!! Waw, teman-teman pasti merasa kagum sekaligus tertarik.

Setelah menikah dengan Blake Fielder-Civil, Amy dan suaminya memasuki lika-liku hidup yang 'mencengangkan'. Blake masuk penjara, dan dia sendiri kecanduan obat-obatan dan alkohol. Tapi, di tahun 2008, dia berhasil menyabet 5 penghargaan dalam ajang 'Grammy Awards'.



Spekulasi
Banyak orang yang menganggap bahwa kematiannya berhubungan dengan overdosis. Ayahnya, Mitchell Winehouse, berpendapat bahwa kematian anaknya diakibatkan kandungan detoksifikasi dalam tubuhnya (http://music.okezone.com/read/2011/09/11/386/501287/amy-winehouse-meninggal-karena-detoksifikasi).

Namun, apapun itu, gue cuma bisa bilang, sakit yang berkepanjangan bisa menyebabkan orang melakukan hal-hal yang sebenarnya tidak perlu. Ya, banyak orang yang menduga bahwa dia kecanduan karena perceraiannya dengan Blake.




Siapapun, pasti sakit dengan perceraian. Dua tahun bukan waktu yang singkat untuk menjalin sebuah hubungan. Bagaimanapun, Amy merupakan sosok yang 'rapuh'. Mungkin ia tak tahu lagi cara mengungkapkan rasa sakit hatinya, mungkin juga karena ia frustasi karena tidak ada lagi sosok yang bisa ditempati bersandar. Atau mungkin ia sudah bosan dianggap sebagai sosok yang sempurna di mata publik.