Happy Cat Kaoani

Selasa, 22 Desember 2015

Ibu (Lanjutan Curhat 'Ayah' Sebelumnya)

Tidak bisa dipungkiri, sosok ibu memang memiliki keistimewaan tersendiri. Rasulullah shallallaahu 'alaihi wasallam sendiri juga menegaskan bahwa ibu adalah orang yang harus diutamakan melebihi ayah, karena surga berada di bawah telapak kaki beliau.

Sosok ibu sendiri diidentikkan dengan kelembutan, kasih sayang, berusaha mengayomi dan melindungi anaknya. Tidak pernah sekali pun kulihat ada tulisan yang menjelek-jelekkan ibu, karena kemuliaan sifatnya.

Lalu bagaimana dengan ibuku?
***
Aku lahir jauh sebelum yang namanya Komisi Perlindungan Anak Indonesia berdiri. Sejak kecil, aku di-didik dalam lingkungan 'kekerasan adalah hal yang lumrah', sehingga tak heran aku kadang melihat kedua orangtua bertengkar hingga berakhir dengan saling melempar panci atau memecahkan piring.

Ibu juga kadang memukulku bila 'bandel'. Cubitan yang membiru, ditetesi minyak panas di lengan, ditelanjangi di depan pekarangan rumah (disaksikan oleh tetanggaku sendiri), kepala yang benjol karena dihantam ke lantai, dijejalkan cabe rawit ke mulut; adalah beberapa 'siksaan' yang kuterima di masa kecil (hingga hari ini, aku mencoba mengingat kesalahan apa yang telah kulakukan hingga ibu begitu murka. Namun sekeras apapun aku mencoba, yang terkenang hanya perbuatan itu)

Tidak hanya fisik, ibu juga sering menekanku secara mental. Sering ibu mengatakan bahwa aku adalah anak pembawa sial, sehingga alam bawah sadarku tanpa sadar menerima sugesti itu.

***
Memasuki masa SMP dan SMA aku menjadi 'liar'. Tanpa kusadari, aku kemudian tumbuh menjadi gadis yang tertutup dan pemarah. Kenangan masa kecil yang terus menghantui mungkin salah satu penyebabnya.

Seringkali juga hubunganku dengan ibu 'panas-dingin'. Ibu memang kadang memukulku bila aku 'melanggar aturan'
, tapi pukulan itu tak pernah lagi kurasakan sebagai rasa sakit, melainkan hanya kuanggap sebagai 'gertak-sambal.

Syukurnya
, meski hubunganku dengan ibu buruk, aku tak pernah 'kehilangan pegangan'. Bagiku, menerjunkan diri ke hal-hal negatif hanya akan merusak diri sendiri. Aku hanya ingin tahu mengapa ibu memperlakukanku begitu buruk semasa kecil.
***
Saat kuliah, aku sadar bahwa aku butuh pertolongan. Akhirnya kuputuskan untuk mencurahkan segalanya melalui tulisan. Memang sepele, tapi dampaknya mulai terasa. Perasaanku jauh lebih 'ringan'. Rasanya seperti mengangkat beban yang sangat berat, dan tubuh kembali ringan.


Pelan-pelan aku juga mulai menata hubungan yang baik dengan ibu. Tidak mudah memang, karena saat melihatnya masa-masa buruk itu kembali terulang. Ya, ironis memang bahwa sumber ketakutanku adalah ibuku sendiri.

Masa kecil memang tak akan bisa diulang, dan aku juga tidak ingin 'menuntut'. Aku hanya ingin bertanya, layakkah masa kecilku yang 'putih' harus diisi dengan kenangan 'hitam'?


Baca cerita sebelumnya di sini.



*)seperti dituturkan Ms. X di kota X via email

Kode Smiley Untuk Komentar


:a   :b   :c   :d   :e   :f   :g   :h   :i   :j   :k   :l   :m   :n   :o   :p   :q   :r   :s   :t  

1 komentar: